Share

Anakku Bermain dengan Siapa?
Anakku Bermain dengan Siapa?
Penulis: Rahma La

Ketukan di Kamar Anakku

"Kasihan, ya. Mayatnya sampai gak berbentuk kayak gitu. Serem lihatnya."

Terdengar bisikan tetangga. Bukan satu kali lagi aku dengar. Sudah banyak. Itu bukan bisikan, tapi terang-terangan.

Aku masih terisak, membiarkan Mas Dion—suamiku menerima tamu. 

Meskipun sudah selesai pemakaman, tapi rasa sesak itu masih ada. Aku mengusap pipi. Menatap ke arah lain. 

"Via, ayo ke kamar. Udah sore. Tamu juga udah pulang semua."

Aku menatap Mas Dion. Dia tersenyum padaku. Tidak ada rasa sedih di matanya. Ah, atau dia hanya berpura-pura di hadapanku?

"Tapi Kia gimana, Mas? Dia sendirian di sana."

Mas Dion memelukku. "Kia udah bahagia di sana, Sayang. Sudah, ya. Jangan terlalu dipikirin, nanti kamu sakit."

Benar kata Mas Dion. Masih ada Tifa—anak keduaku yang butuh kasih sayang. Ah, aku tidak bisa terlalu terlarut dalam kesedihan. 

"Mas ke rumah sakit sebentar, ya. Jenguk Mama dulu. Kamu jangan kemana-mana, Sayang. Sama Tifa aja di rumah."

Aku menganggukkan kepala. Mengantar Mas Dion ke depan. 

"Jangan pulang malam-malam, Mas."

"Mbak, itu mobilannya!" 

Langkahku terhenti ketika mendengar teriakan Tifa. Dia sedang bermain sendirian di ruang keluarga tadi. 

Saat membuka pintu kamar, bau tidak sedap tercium. Aku menutup hidung. Tifa sedang bermain sendirian. 

Namun, tadi jelas sekali Tifa sedang mengobrol. 

Aku mengangkat bahu. Mungkin, itu hanya halusinasiku tadi. 

"Tifa, Mama ambilin makan malam dulu, ya."

Anak pertamaku meninggal secara tiba-tiba. Dia ditabrak mobil di jalan dekat rumah Mama Mas Dion. 

Tidak ada yang tahu kejadian sebenarnya. Tabrak lari. Mobil yang menabrak masih dalam pencarian polisi. 

"Mama."

Jantungku berdetak kencang. Terdengar bisikan dari belakang. 

Aku menoleh, tidak ada siapa-siapa. Namun, ada bayangan hitam lewat. 

"Tifa? Nak?" 

Bukan Tifa. Tifa tidak mungkin keluar dari ruang keluarga, kalau tidak aku suruh. 

Aku menelan ludah, buru-buru mengambil piring makan Tifa, kemudian berjalan ke ruang keluarga. 

"Itu jatuh, Kak. Pelan-pelan."

Tifa sedang berbicara dengan seseorang. Aku membuka pintu sedikit. Memperhatikan dari jauh.

"Gini aja. Maka nya, Kakak bawa mainan."

"Kamu bicara sama siapa, Tifa?"

Anakku yang berusia enam tahun itu menoleh. Dia tampak kebingungan. 

"Sama Kak Kia, Ma. Mama gak lihat?" 

Astaghfirullah. Aku mengelus dada. Langsung berjalan cepat ke Tifa. 

"Sayang, Kak Kia udah meninggal. Tifa jangan bilang kayak gitu lagi, ya."

Mataku mulai berkaca-kaca. 

"Tapi tadi Tifa main bareng Kak Kia, Ma."

Tanpa bicara apa pun lagi, aku menyuapi Tifa. Mungkin, Tifa sedang berhalusinasi. 

Selesai makan, aku mengajak Tifa tidur. Kemudian menonton televisi di ruang keluarga. 

Terdengar bunyi ketukan pintu di depan. Mungkin, itu Mas Dion. 

Aku beranjak, melirik jam sebentar. Setengah dua belas malam. 

Pintu berderit. Aku diam sejenak. Tidak ada siapa-siapa di sini. Lalu siapa yang mengetuk pintu?

Saat masuk kembali, terdengar ketukan lagi. Namun, bukan dari pintu utama. Dari kamar Kia. 

Jantungku berdegup kencang. Aku mengusap leher yang berkeringat. Menelan ludah. 

"Mama." 

Terdengar bisikan pelan. Suara itu membuatku merinding. 

Tanganku terangkat. Membuka pintu kamar Kia. 

Dalam hitungan ketiga, aku akan membuka pintu kamar. Aku menghela napas pelan, berusaha menenangkan diri sendiri. 

Satu. 

Dua. 

Tiga.

Mataku membulat. Kakiku mendadak lemas. Tanganku benar-benar dingin.

"Aaa—"

***

Jangan lupa like sana komen, yaa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status