Share

Bab 4

Author: Julia
Aku menggunting setiap foto yang ada wajahku. Lalu membakarnya di tong.

Semua hadiah dari Hendra juga kujual.

Proses verifikasi penelitian ke kutub sudah berhasil. Hanya sisa menyelesaikan berkas di gedung penelitian.

Direktur rumah sakit terus mengingatkanku, “Walaupun kami tetap akan berusaha memastikan keamanan seluruh tim, cuacanya memang cukup ekstrem dan berbahaya. Tetap hati-hati, Ria.”

Untuk lebih aman, setelah keluar dari gedung penelitian, aku pergi ke rumah lamaku, Rumah Milania.

Sebelum ibuku meninggal, beliau meninggalkan sebuah barang paling penting.

Beliau takut aku merasa sedih saat melihat barang ini. Jadinya, diletakkan di rumah lama.

Rumah lama masih sama. Tidak ada berubah sedikit pun sejak kedua orang tuaku meninggal.

Rasanya seperti mereka masih menemaniku di dunia ini.

Hidungku mulai merasa perih, hatiku pun dibanjiri rasa sedih.

Setelah menenangkan diri, aku menemukan kotak brankas lama.

Aku terdiam sejenak saat berhasil membukanya…

Tidak ada apapun di dalamnya.

Aku keliling rumah mencari, tetap tidak menemukan apapun. Di saat aku sudah pasrah…

Perkataan perawat rumah sakit terngiang di telingaku.

“Iya, aku barusan lihat Direktur Wisman memberi gelang giok mahal kepada istrinya.”

Hendra mengambilnya!

Aku langsung menelepon Hendra. Hasilnya sama seperti saatku kesulitan melahirkan…Tidak diangkat.

Kali ini aku tidak akan menunggu lagi. Aku bergegas menuju Grup Wisman.

Resepsionis Grup Wisman panik saat menjumpaiku.

Dia langsung menghalangi jalan masukku.

Aku menepis tangan yang menahanku.

“Aku punya saham di sini. Masih tidak boleh masuk?”

Resepsionis tampak bingung dan ragu.

Aku langsung mengambil tongkat baseball di sampingku dan berjalan masuk kantor.

Ruangannya terlihat kosong. Tetapi, terlihat seperti ada celah terbuka di ruangan dalam.

Dari dalam terdengar suara lembut Klara, “Hendra, kau benar-benar mau menikah dengan Ria? Bukankah yang paling kau cintai itu aku? Ibu kau kan sudah meninggal. Akta nikahnya sudah tidak berlaku dong…”

Lalu…terdengar suara bibir dan lidah yang saling menyatu.

Suara Hendra terdengar penuh hasrat dan gairah.

“Klara, berikan aku sedikit waktu. Kau baru keguguran, sulit untuk hamil lagi. Sedangkan, Ria juga sedang hamil. Anak itu bisa jadi satu-satunya keturunanku, jadi aku tidak bisa menelantarkannya.”

“Tunggu sampai dia membesarkan anak itu hingga bisa sekolah, aku akan ceraikan dia. Aku dan anak itu semua jadi milik kau.”

“Demi aku… bisakah kau bertahan untuk beberapa tahun?”

Tingkat kemarahanku telah memuncak. Aku hampir tidak bisa berdiri karena pusing.

Tidak kuduga… dari awal, dia sudah merencanakan ini semua…

Saat itu juga, pintu ruangan dalam terbuka.

Saat Hendra melihatku, langkah kakinya terhenti. Ekspresi wajahnya tampak tegang.

“Ria, kenapa kau ada di sini?”

Klara menyusul di belakangnya, sengaja berpura-pura merapikan bajunya sambil bersembunyi di belakang Hendra.

Saat ini, aku sudah malas berbicara dengan mereka. Kuarahkan tongkat baseball ke Hendra.

“Di mana gelang ibuku? Kembalikan!”

Begitu tahu aku tidak mendengar percakapan mereka tadi, dia pun diam-diam merasa lega.

Tetapi, wajahnya kembali mengernyit.

“Kenapa tiba-tiba minta gelang?”

“Kembalikan!”

Volume suaraku meninggi.

Suara Hendra penuh dengan tekanan, “Ria, ini di kantor. Bukan tempat untuk kau bermain!”

Klara muncul dari belakang, melambaikan tangannya.

“Hai…cari yang ini?”

“Cuma gara-gara sebuah gelang, perlu segitunya? Kau terlalu kekanak-kanakan. Aku hanya merasa ini cantik jadi kupinjam sebentar. Jangan marah ya...”

Aku menatapnya dengan tajam, lalu mengatakan untuk sekian kalinya, “Kembalikan!”

Klara mengerutkan bibirnya, lalu dengan enggan melepaskannya.

Namun saat mengembalikan, tangannya tiba-tiba terlepas.

Gelang terpecah jadi tiga bagian di lantai.

Seketika dunia terdiam…Air matiku mengalir sambil memungut pecahan di lantai.

Lalu aku menampar Hendra sekuat tenaga dan pergi meninggalkan kantor.

Hendra hendak mengejarku. Tetapi, tangisan Klara sekali lagi berhasil menahannya.

Sehari kemudian, aku membuang seluruh benda yang berkaitan dengan Hendra.

Dan menaiki kapal menuju daerah kutub.

Di waktu yang sama, aku sudah mempersiapkan laporan medis keguguranku, surat nikah hasil sobekanku, dan lainnya kepada dia.

Kuharap dia suka ‘kejutan’ ini.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Anakku Mau Selingkuhan Jadi Ibunya   Bab 9

    Ketika mendarat kembali di Kota Wamon, ketua memberikan cuti sebulan penuh.Sebulan lagi, penelitian ke Kutub Diman akan dimulai.Dari daratan, kembang api menyala meriah. Semua orang bersuka cita menyambut kepulangan kami yang membawa hasil yang memuaskan.Tapi setelah turun dari kapal menuju parkiran, langkahku terhenti.Tempat parkir penuh dengan hiasan bunga mawar merah, seperti lautan api.Hendra tampak berdiri di tengah, lalu bersimpuh dengan satu kaki, membawa sekuntum bunga besar.“Ria, selamat datang kembali.”“Biarpun kau punya pacar atau tidak…aku tetap berhak mengejar kau.”Melihat sikap bodohnya, aku teringat masa laluku.Saat aku terdiam sejenak, Hendra sudah berjalan mendekatiku dan bersimpuh di depanku.“Ria, setelah kau meninggalkanku, aku baru sadar seberapa besar cintaku. Aku juga sadar kau satu-satunya wanita yang pernah dan akan selalu aku cintai. Klara… hanyalah sebuah obsesi yang pernah ada.”Air matanya menetes saat berbicara, menunjukkan ketulusan di wajahnya.

  • Anakku Mau Selingkuhan Jadi Ibunya   Bab 8

    Angin menghembus kencang, badai salju menggulung cepat.Kelompok kecil segara bergerak kembali ke stasiun penelitian.Sekilas aku menoleh ke arah Hendra dan timnya, “Kalau tidak mau mati, ikuti kami baik-baik.”Hendra langsung berkata dengan penuh kegembiraan, “Ria, kau masih mengkhawatirkan aku, kan?”“Kau tidak ingin aku terluka. Itu karena di hatimu masih ada aku, kan?”Aku mendengus dengan sinis.“Jangan salah kaprah. Kutub Akriska sangat membahayakan, aku hanya tidak ingin orang lain terluka karena kau.”Sesampainya di stasiun penelitian, Hendra mendekat.“Semua salahku…demi menunjukkan ketulusan hatiku, aku rela mengejarmu sejauh ini. Ria, bolehkah kau berikan aku kesempatan baru?”Dia mengeluarkan seuntai gelang giok dari tasnya. Kualitas dari gelang itu terlihat lebih baik dibanding yang diwarisi ibu.“Ria, soal gelang itu salah aku. Ini aku beli sepuluh jenis gelang sebagai permintaan maaf."“Terimalah ini…kita mulai dari awal, ya?”Wajahnya terlihat tulus.Tetapi, dia terlalu

  • Anakku Mau Selingkuhan Jadi Ibunya   Bab 7

    Sektor bisnis di pulau ini kurang berkembang. Aku dan Steven menghabiskan setengah hari untuk membeli benang emas dan perlengkapan lainnya.Langit sudah gelap saat kami berjalan pulang.Suasana asing dan tatapan orang-orang membuatku gelisah.Dengan penuh kewaspadaan, Steven menjaga posisinya di sampingku.Saat kami mendekati area imigrasi, tiba-tiba muncul tiga laki-laki berbadan kekar.Mereka tersenyum sinis, lalu memperlihatkan pisau tajam dan menunjuk tas kami sambil berbicara dengan bahasa yang tidak kami mengerti.Ketika kami tidak menyerahkan apa pun, mereka mulai memainkan pisaunya mendekati kami, tampaknya berniat merebut.Tendangan kaki Steven langsung menendang terbang orang yang hendak mendekatiku.Dengan gerakan balik yang tajam, dia berhasil menjatuhkan pisau orang satu lagi.Aku terpukau.Beberapa tahun tidak bertemu, Steven ternyata juga hebat dalam bertarung.Steven sedang bertempur dengan salah satu dari mereka.Aku langsung mengambil tas dan menghantamnya dengan kera

  • Anakku Mau Selingkuhan Jadi Ibunya   Bab 6

    Klara terus membantah.Hendra langsung meminta petugas menunjukkan rekaman CCTV.Semuanya tertangkap jelas.Matanya sontak membara. “Ternyata, kau!”Dia pun merebut telepon Klara, terus menerus mencari bukti. Hingga akhirnya…menemukan foto yang dikirim Klara ke Ria. Klara langsung ditampar oleh Hendra.***Kapal berlayar meninggalkan pelabuhan.Lautan yang semula cokelat kuning berubah menjadi biru bening.Seluruh ikatan masa lalu, telah kutinggalkan. Aku akan berjalan menuju masa depanku.Signal mulai menghilang. Setelah menyelesaikan pekerjaan, aku duduk di atas dek kapal sambil melihat video unduhan tentang cara memperbaiki gelang.Angin laut berhembus pelan, membawa sedikit kesejukan.Tiba-tiba, ada bayangan di atas kepalaku.Aku mendongak dan tidak kusangka, aku bertemu dengan orang yang sudah bertahun-tahun tidak kutemui. Steven Rahardi, kakak seniorku.“Lama tidak ketemu, Ria. Kenapa sedang menonton ini?”Aku mengeluarkan pecahan giok, “Ini warisan dari ibuku. Aku mau coba memp

  • Anakku Mau Selingkuhan Jadi Ibunya   Bab 5

    Grup Wisman adalah konglomerat lama di kota Wamon.Pernikahan anak tunggal Grup Wisman, mendatangkan hampir setengah kalangan pebisnis di kota Wamon.Sejak kecil, aku selalu mengikuti buntut Hendra. Di mana dia ada, di situ pula aku berada.Karena itu, dia pasti berpikir aku hanya sedang ngambek. Nanti akan kembali seperti biasa.Pernikahan ini sudah kunantikan selama enam tahun. Jadi, pasti aku tidak bakal berbuat kesalahan apapun.Namun seiring berjalannya waktu, mobil yang bertugas menjemputku belum tiba di depan aula pernikahan.Rasa tidak tenang dari dirinya terasa semakin kuat. Dia menelepon sekretaris dengan suara panik.“Orang yang bertugas menjemput Ria di mana? Mana mempelai wanitanya?!”Jawaban sekretaris berhasil membuatnya panik total.“Nona Ria tidak ada di rumah… sekuriti melihat nona sudah pergi sejak dini hari.”Cahaya mentari yang menusuk mata, berbanding terbalik dengan suasana hati Hendra.Dengan nada cemburu, Klara berkata, “Dia begitu ingin menikahimu, dan sekaran

  • Anakku Mau Selingkuhan Jadi Ibunya   Bab 4

    Aku menggunting setiap foto yang ada wajahku. Lalu membakarnya di tong.Semua hadiah dari Hendra juga kujual.Proses verifikasi penelitian ke kutub sudah berhasil. Hanya sisa menyelesaikan berkas di gedung penelitian.Direktur rumah sakit terus mengingatkanku, “Walaupun kami tetap akan berusaha memastikan keamanan seluruh tim, cuacanya memang cukup ekstrem dan berbahaya. Tetap hati-hati, Ria.”Untuk lebih aman, setelah keluar dari gedung penelitian, aku pergi ke rumah lamaku, Rumah Milania.Sebelum ibuku meninggal, beliau meninggalkan sebuah barang paling penting.Beliau takut aku merasa sedih saat melihat barang ini. Jadinya, diletakkan di rumah lama.Rumah lama masih sama. Tidak ada berubah sedikit pun sejak kedua orang tuaku meninggal.Rasanya seperti mereka masih menemaniku di dunia ini.Hidungku mulai merasa perih, hatiku pun dibanjiri rasa sedih.Setelah menenangkan diri, aku menemukan kotak brankas lama.Aku terdiam sejenak saat berhasil membukanya…Tidak ada apapun di dalamnya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status