Share

Andai Aku tak Menikahinya
Andai Aku tak Menikahinya
Penulis: riyan sell

Surgaku Yang Hilang

Tok! tok! tok!

Hakim telah mengetuk palu di persidangan, sudah sah secara agama maupun negara, aku menjadi janda untuk kedua kalinya. Bukan hanya janda, tapi juga janda miskin. Harus bagaimana lagi, di umur tiga puluh dua tahun, menerima kegagalan pernikahan dua kali. Kenyataan bahwa suamiku, Mas Faiz, bukan lagi menjadi imam di keluarga kecil ini.

Dia memilih bersama mantan pacarnya untuk membina biduk rumah tangga yang baru.

Lelaki itu, memilih menghancurkan pernikahan yang baru dibangun dan berumah tangga dengan wanita dari masa lalunya. Sungguh singkat, hanya delapan bulan, waktu yang teramat pendek, walaupun sudah kucurahkan semua perhatian dan sebisa mungkin haknya sebagai suami kupenuhi.

Datangnya masa lalu layaknya ombak yang menerjang dan menghancurkan kapal yang kami naiki.Sang nahkoda kehilangan arah, tak mampu lagi membedakan mana gelap dan mana terang. Fatamorgana bersama kenangan masa lalu berhasil merayunya. Akhirnya, tak dapat dibendung tak mampu dia tampik, tak peduli lagi diingkarinya ikrar janji yang telah diucap di hadapan orang tuaku, tak peduli lagi cincin di jari manis sebagai ikatan janji, ditinggalkan semua.

Demi masa lalu yang belum bisa diselesaikan dan tinggalkan. Sehingga aku yang sebagai masa depan harus menanggung luka perasaan yang begiku berat. Kutinggalkan pengadilan agama dengan membawa hati yang hancur tak berbentuk lagi. Saat itu Lelaki pilihanku tak datang, sengaja mempercepat proses perpisahan. Ibu, yang menemani teramat sedih, tak0mampu membendung air matanya. Beliau memeluk erat tubuh ini, sambil berbisik.

"Sabar sayang, Ika kuat, kamu anak ibu, sebagai orang tua aku bersaksi kamu istri yang sholeh dan patuh pada suami."

Air mata mengalir tanpa sadar, kami berpelukan di luar Pengadilan Agama. Aku bisa kehilangan semuanya, suami dan harta tapi tak bisa kehilangan ibu. Kuputuskan,untuk kuatkan hati memberi semangat pada sosok yang tulus menyayangiku ini.

Tidak mungkin kutampakkan kesedihan dihadapannya, takut mengganggu kesehatannya.

Harta yang kukumpulkan dan kuserahkan semua ke mantan suami untuk merenovasi rumah orang tuanya, ternyata sekarang tinggal seorang diri ini, dicampakkan, dibuang!, tak lagi berguna.

Mas Faiz, mungkin seiring waktu bisa kulupakan perlakuanmu pada diri ini, tapi tak bisa kumaafkan luka yang kau torehkan untuk ibu, sosok yang kusayangi sepenuh hati, surgaku yang tersisa.

Perceraian yang merugikan secara hati dan materi. Iya, sebagian besar harta telah kupercayakan ke mantan suami, hasil kerja banting tulang berjualan via online. Mobil dan renovasi rumah adalah hasilnya. Semua Hilang, beserta perasaan sayangku, cintaku, semuanya jadi benci yang teramat gelap dan dalam

Perjalanan pulang dengan menaiki ojek online, sepulang dari pengadilan, saat sampai dirumah sudah ditunggu oleh dua orang pria, didepan pintu rumah.

"Ada apa pak?" tanyaku

"Ibu yang tinggal disini?" tanya pria tersebut.

"Iya pak ada apa ya?"

"Begini Bu, saya mau menginformasikan, bahwa rumah ini mau dibongkar untuk dijadikan tempat usaha showroom."

Kagetlah ibu. "Ada apa, ini rumahku, aku tak pernah menjualnya,"

"Maaf Ibumu Pak Bambang telah membeli tanah ini, atas kepemilikan Pak Faiz," jawabnya singkat menjelaskan kondisi.

Bagai tersambar petir, entah tak bisa kudefinisikan hatiku. Keppercayaanku pada suamiku berbuah penghianatan dan kebohongan. Setelah pindah nama kepemilikan tanah yang dipercayakan almarhum bapak, serta penghianatannya dia menjual tanah yg diatasnya berdiri rumah kami, rumah dimana aku dan kakak dibesarkan.

Mobil, tabungan dan rumah yang selesai kurenovasi haasil kerja kerasku hilang. Di jual mantan suamiku. Kami Sekeluarga ditipu. Seketika pikiran terlempar mengingat masalalu. Tahun 2013 pernikahan pertama.

***

"Ibu, saya ingin menikahi Tia, Muchtar kesini mau minta ijin, sama ibu dan bapak sebagai wali."

Begitulah ucapan yang terngiang, pada sosok suami pertama, Mas Muchtar. Saat bertepatan menginjak usia dua puluh lima tahun, dia datang ke rumah bermaksud meminta ijin dan restu atas hubungan kami. Dialah sosok lelaki yang kukenal, satu sekolahan dan berada dalam kelas yang sama selama di SMP.

Setelah lulus SMP, kami tak lagi berjumpa karena dia pindah rumah, mengikuti kerja orang tuanya yang sering berpindah. Sedangkan aku masuk ke SMA favorit di kota. Perjalanan ditempuh setiap pagi hampir empat puluh lima menit dengan naik bus. Menempuh pendidikan di sekolah favorit luamayan berat, kendalanya selain jarak tempuh berangkat dan pulang yang lama, juga standart pembelajaran yang lebih tinggi dibanding sekolah lain.

Kakak juga bersekokah di SMA yang sama. Dia dua tahun lebih tua. Kami dua bersaudara dibesarkan dari kekuarga sederhana. Bapak bekerja sebagai petani, sedangkan ibu adalah penjahit di rumah, yang rutin menerima order jahitan baju.

Yang sangat berkesan dari sosok Bapak. Beliau selalu berpesan pada kami, sejak bersekolah dari SD. Masih sangat ingat ucapannya. "Sekolah bisa menciptakan orang pintar seperti habibie, tapi negara ini kehilangan orang jujur, bukan kekurangan orang pintar," saat itu bapak menekankan pada kami untuk menjadi orang yang jujur bukan menjadi orang pintar saja.

Seandainya saat sekolah tidak terlalu pintar dalam pelajaran bukan jadi masalah besar, yang penting naik kelas, asalkan mempunyai pemahaman akhlak dan adab yang baik terhadap orng lain yang seumuran atau yang lebih tua. Menurut beliau itu sangatlah penting. Nasehat yang kami jadikan pedoman dan pegang.

Bapak juga tidak marah besar layaknya orang tua teman-teman sebaya, ketika nilai matematika kami jelek, karena aku lemah dalam menghitung sangat berbeda dengan kakak.

Prioritasnya adalah pengetahuan agama, menurutnya itulah sumber dan rujukan paling tepat yang bisa jadi pegangan bagi tiap orang. Begitulah, bagiku Bapak adalah ayah dan orang tua yang luar biasa, sulit dijumpai saat ini.

Sosok suami kedua juga bersekolah yang sama denganku. Umurnya dua tahun di atasku. Saat masuk kelas satu dia menjadi kakak kelas dan anggota organisasi siswa. Umurnya seangkatan dengan kakak juga.

***

"Beri kami batas waktu untuk pindah ya pak?" tanyaku sambil memohon pada mereka.

"Iya Bu, kami kesini untuk mengecek dan memberktahukan kepada yang masih tinggal disini. Bahwa pembongkaran dan pembangunan akan dimulai sebulan lagi."

Sontak kutelpon kakak di Bandung, untuk mengabarkan kondisi kami.

"Halo," suara anak kecil mengangkat telpon. Sudah pasti itu keponakanku Hafiz yang berusia dua tahun.

"Halo Hafiz, ini tante, di mana umi? tante mau bicara,"

"Iya Tante, Umi sedang masak, sebentar ya," jawab bocah itu polos.

"Halo, ada apa?"ponsel sudah dipegang kakak.

"Kak, surat rumah yang sudah berganti nama kepemilikan sekarang dijual Faiz," cecarku menjelaskan singkat.

"Kok bisa, lha gimana kondisi ibu? Jangam sampai nanggung banyak pikiran, bisa bahaya jantungnya"

"Iya, ini ibu sudah agak tenang."

***

Kakakku Siti, tinggal di Bandung bersama suaminya, semenjak enam tahun lalu. Kembali ke rumah saat momen lebaran idul fitri. Profesinya sebagai akuntan dan ibu dari dua orang anak, sedangkan suaminya berprofesi sebagai pedagang yang memiliki ruko di pusat kota Bandung.

"Beli tiket, bawa Ibu, tinggal disini," perintah kakak.

Bukan semata persoalan perceraian dan penghianatan. Suami keduaku juga yang menyebablan bapak meningga karena banyak pikiran hingga akhirnya terkena stroke. Aku termenung sejenak dam mengingat kehidupan yang berantakan mulai dari semua rentetan kejadian, awal dari semua kekacauan ini sejak memutuskan membuka buku kehidupan baru bersama mantan suami pertama. Ternyata salah pilih yang mengakibatkan keluarga bahagiaku hancur berantakan.

 

Awal mula pernikahanku adalah pemicu semuanya. Saat hari pernikahan pada tahun 2013. Awal dari semuanya ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status