Share

3. Ungkapan Isi Hati

Setelah Fea mendengar yang Arnon katakan, Fea ingin menangis. Tapi dia mencoba menahan saja agar butiran bening itu tidak menitik di kedua pipinya. Arnon tidak juga mengerti dirinya, tidak peduli yang Fea rasa. Fea kali ini harus bisa tegas, harus bisa membela dirinya di hadapan Arnon. 

"Bisakah kita duduk dan bicara? Aku minta jangan dengan emosi." Fea membesarkan hatinya. 

Arnon memandang Fea. Lalu dia mengangguk. "Oke, kita bicara." 

Arnon melangkah meninggalkan kamar Fea. Fea mengikuti Arnon, menuju ke taman. Sisa pertemuan dengan Widya masih di sana. Meja yang ditata cantik dan romantis. Hanya peralatan makan sudah tidak ada lagi. Para pelayan sudah membereskan semuanya. 

Arnon duduk di kursi cantik, menunggu Fea. Fea maju beberapa langkah, dia duduk di depan Arnon. Meja di hadapan mereka dengan bunga hias di atas meja. Mawar merah dan putih, manis. Tapi tidak membuat hati Fea lebih baik. 

"Apa yang kamu mau katakan?" Arnon memulai. Suaranya merendah, tapi masih terdengar kesal. 

Fea melipat jari-jari tangannya di atas meja, mata beningnya yang kini sendu memandang Arnon. 

"Ar, janji yang aku ucapkan padamu, adalah janji anak-anak. Usia kita belum genap sebelas tahun saat itu. Sekarang kita sudah dewasa. Kita punya hidup masing-masing. Aku sudah memenuhi janjiku, menemani kamu selama ini. Semua sudah lunas." Fea hati-hati mengatakan ini. Dia tidak mau Arnon kembali naik pitam dan marah padanya. 

"Kamu ingat apa janji kamu?" Arnon tidak mendengarkan Fea. Dia kembali mengingatkan Fea akan janji yang mereka buat kala itu. 

"Tentu, aku ingat." Fea tetap berusaha tenang, meski hati makin sedih. 

"Bisa kau ucapkan lagi?" Arnon menantang Fea. 

Fea diam. Rasanya dia akan dijebak oleh cowok tampan ini. 

"Fea, katakan," desak Arnon. 

"Kamu sudah tahu apa yang pernah kita janjikan. Aku tak perlu mengulanginya, Ar." Fea menolak. 

"Fea ..."

"Bisakah kali ini kamu mendengarkan aku?" pinta Fea. 

"Fine!" Arnon makin kesal. 

"Aku tinggal di rumah ini sebagai pelayan, pembantu kamu. Tuan Besar dan Nyonya membayar aku dengan aku bekerja di rumah ini. Aku bisa hidup layak, bisa sekolah bahkan sampai jadi sarjana." Fea ingin membuka mata Arnon pada kenyataan yang ada di antara mereka. 

"Sekarang, aku bahkan punya pekerjaan yang baik, di luar bekerja membantu di rumah ini. Aku bisa hidup tanpa membebani keluarga ini dengan menggaji aku lagi. Biarkan aku pergi, Ar." 

Arnon memundurkan badan, dia bersandar di sandaran kursi. Matanya menatap tajam pada Fea. 

"Aku ... Aku juga sudah dua lima tahun sekarang. Kamu pasti ingat keinginan aku. Di usia ini aku akan menikah, hidup dengan pria yang siap menjadi pendampingku ... Aku, kurasa ... ini saatnya, Ar," Fea melanjutkan. 

"Kamu ingin menikah?" Arnon makin tajam menatap Fea. 

"Tentu saja, Ar. Aku wanita normal. Aku sudah dewasa dan mulai mandiri. Ada pria baik yang menunggu aku. Kamu juga bisa melakukannya. Ada banyak wanita di sekitar kamu. Pilihlah salah satu, menikahlah, dan berbahagia dengan keluarga kamu," kata Fea. 

"Menikah? Fea, kamu sangat tahu, pernikahan itu cuma permainan! Aku hidup bahagia seperti ini," sahut Arnon sambil mencibir. 

"Tapi aku tidak. Aku tidak bahagia, Ar." Fea berkata tegas. 

Arnon tersentak. Kali ini Fea mengatakan dia tidak bahagia? Fea belum pernah berkata dia tidak bahagia. Dia selalu ceria, kuat, dan tampak menikmati hidup yang dia miliki. Arnon berpikir hidup di dekatnya itu cukup buat Fea. 

"Kamu cari alasan saja. Kamu kira aku tidak tahu. Kamu pasti sudah bosan menjadi sahabatku. Atau kamu merasa aku lebih perhatian dengan teman-teman wanitaku, dan kamu merasa aku abaikan? Begitu, kan?" Arnon pun mencari alasan agar Fea merasa bersalah karena ingin pergi dari hidup Arnon. 

"Nggak, Ar. Nggak." Fea tidak mampu lagi menahan air matanya. Butiran bening itu perlahan menitik. 

Arnon tidak percaya melihat Fea menangis. Sudah lama sekali Arnon tidak pernah melihat gadis itu menangis. 

"Fea ..." Rasa geram Arnon mereda seketika. Dia berjalan mendekati Fea. Gadis itu menutup wajah dengan kedua tangannya. 

"Fea ..." Arnon menyentuh tangan Fea. Fea tidak bergerak. Mulai terdengar isakan lirih. 

"Hei ... Maafkan aku ..." Arnon memeluk Fea. Dia menarik Fea dalam pelukannya. Fea tidak merespon. Dia tetap saja menutup wajahnya. 

"Aku tidak mau kamu menangis. Kamu gadis yang kuat, bukan? Kamu tidak akan gampang menangis." Arnon mengelus rambut panjang Fea. 

Fea merasakan pelukan lembut dan hangat Arnon. Dalam hati dia ingin jika kehangatan dan kelembutan ini dia saja yang memilikinya, bukan wanita lain. Fea cinta pada Arnon dan ingin bahagia bersamanya. 

"Fea ... Please, jangan pergi. Aku ga mau kamu jauh dari aku." Arnon melepas pelukannya. Dia menatap mata indah Fea. 

Mata mereka kembali bertemu. Fea memejamkan matanya. Dia tidak mau Arnon melihat dia seperti ini sebenarnya. Dia malu menangis di depan Arnon.

"Aku sayang kamu, Fea. Aku ga mau kamu pergi." Arnon masih menatap Fea. Mata Fea masih terpejam. Arnon perlahan mengecup kening Fea. 

Hati Fea menderu dengan perlakuan lembut Arnon. Fea sangat menikmati saat Arnon semanis ini. Sayangnya ini hanya kasih seorang sahabat, tidak lebih. 

Arnon menangkup kedua pipi Fea. Mata gadis itu masih saja terpejam. Dia berusaha lagi agar tidak meneteskan air mata. Dia tidak mau jika Arnon melihat dia menangis. Sudah sangat lama Fea tidak menangis di depan Arnon. Dia bukan gadis kecil yang rindu orang tuanya. Bukan juga gadis kecil yang marah dan sedih karena mainannya rusak. 

"Kamu jangan pergi, please. Aku janji setelah ini aku akan luangkan waktu kita bisa main sama-sama lagi. Maaf, akhir-akhir ini aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri. Kamu mau kita hang out sama-sama? Iya, nanti kita atur jadwal buat jalan ke mana. Ke pantai? Atau kamu mau camping di gunung? Kita lama tidak melakukannya lagi, kan?" 

Fea menundukkan kepalanya. "Aku lelah, Ar. Aku ingin sendirian. Boleh aku ke kamar sekarang?" 

Fea tidak tahu harus bagaimana menghadapi Arnon. Arnon masih saja tidak memahami dirinya. Fea ingin sekali berkata, dia cinta Arnon. Tapi Fea sadar siapa dia di depan Arnon. Ya, mereka bersahabat, tapi Arnon adalah tuannya. Jika dia mengatakan cinta yang dia simpan selama ini, apakah yang terjadi kemudian? Apakah Arnon akan membalas cintanya? Atau itu semua akan merusak hubungan persahabatan mereka? Fea tidak mau itu terjadi. 

"Kamu tidak akan pergi, kan? Kamu akan tetap di sini, sama aku?" Lagi Arnon meminta Fea menjawab. 

Fea hanya menunduk. Berat berkata iya, tapi tidak bisa dia menolak permintaan Arnon. 

Arnon meraih kepala Fea. Dia memeluk gadis itu lagi dan membiarkan Fea dalam dekapannya. 

"Kamu janji akan tetap di sisiku? Sampai kita dewasa dan sampai tua? Kita akan sama-sama, ga akan pisah. Kamu janji?" Arnon mengatakan lagi permintaannya pada Fea saat mereka masih bocah. 

Mendengar itu air mata Fea meluncur lagi di pipinya. Ingatannya kembali pada hari itu, hari ketika Arnon menatap dia dengan wajah sedih dan mata berair. Dengan semangat Fea kecil menjawab Arnon. 

"Ya, kita akan sama-sama, aku janji. Sampai dewasa, sampai kita tua, terus sama-sama. Aku akan berada di sisi kamu. Aku janji." Fea menggenggam tangan Arnon kuat dan tersenyum manis pada bocah itu. 

"Dan sampai sekarang, aku masih di sini, Arnon." Hati Fea berbisik. 

"Kamu tidak akan pergi, kan?" ulang Arnon. 

Fea akhirnya mengangguk. Rasanya tidak ada pilihan selain tetap di sisi Arnon. Ada rasa pilu menusuk, tapi juga rasa hangat karena Arnon begitu manis. 

Fea merasa kecupan lembut di puncak kepalanya. Fea memejamkan matanya. Arnon begitu lembut saat dia mengungkapkan sayangnya. Meskipun Fea sadar, itu hanya batas pada sahabat saja. Fea melingkarkan lengannya pada pinggang Arnon. Dia merasa detak jantung Arnon yang kuat di telinganya yang tepat berada di dada Arnon. 

"Hei, kamu pasti belum makan." Arnon melepas pelukannya. Mata sedikit sipit tapi bagus itu memandang Fea. 

"Aku tadi ketiduran, lewat jam makan," kata Fea. 

"Ah, aku akan buatkan kamu sesuatu. Tunggu ya?" Arnon berdiri. 

Fea membalas memandang Arnon. Apa yang akan dilakukan cowok itu? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status