Ana masih terus terlelap dan terbaring diranjang. Dia hanya bangun ketika harus mengganti pembalut dana makan. Yang itupun dengan disuapi Anjar. Tanpa Anjar disisinya mungkin Ana sudah dehidrasi kehabisan cairan akibat nyeri haid yang menderanya.
Setelah punggung Ana di usap dan perutnya terus dihangatkan oleh bantuan Anjar. Ana sudah merasa lebih baik. Namun bukan berarti Ana sudah bisa bangun dari tempat tidur. Nyeri yang di alami Ana biasanya akan berlangsung sampai 3-4 hari kedepan. Separah ini lah kondisi Ana jika tengah mengalami menstruasi. Dan setelah haidnya sudah membaik, biasanya Ana diperiksa dokter keluarga untuk memeriksa keadaan Ana. Ana tidak mau ke rumah sakit jika benar-benar tidak dalam situasi kritis. Karena Ana tida suka aroma rumah sakit dan serta bau obat-obatan. Itu membuatnya merasa ikut sakit.
teman pembaca jangan lupa kasih bintang cerita ini. tinggalkan review dan komentar kalian buat cerita ini. komentar dan kritik kalian adalah hal berarti untuk saya. enjoy...
Setelah 3 hari penuh beristirahat di apartemen. Akhirnya Ana bisa masuk kuliah hari ini. Di antar oleh Anjar, Ana belum tidak diperbolehkannya untuk menyetir sendiri. Walau kesehatan Ana sudah membaik, namun tubuhnya masih cukup lemah. Maka dari itu, Anjar selalu menasehati agar tidak melakukan aktivitas berlebih. Dan tidak memaksakan diri, karena Ana termasuk anak yang keras kepala. Begitupun dengan Anjar. Meskipun dia bilang meliburkan diri selama seminggu penuh dari kantor. Tapi dia juga harus tetap mengontrol, beberapa pekerjaan yang tidak dapat dihandle oleh asistennya. “Ingat apa pesan Kakak ya,” ujar Anjar mengingatkan Ana. “Iya Kak,” jawab Ana seraya terseny
Sepulang sekolah Ana sudah ada janji bersam Rama untuk belajar bersama. Ana sudah ijin Anjar terlebih dahulu. Agar sang kakak tidak kawatir. Apalagi Ana baru saja sembuh. Saat ini mereka tengah mengerjakan tugas masing-masing di cafe. Tidak memperhatika sekitar, mereka berdua tetap fokus mengerjakan tugas. Jangan dipikir Ana libur terus libur nggak ngerjain tugas. Ana tetap mengerjakan tugasnya, dengan dibantu Rama. Lama mereka hanyut dalam tugas. Hingga tidak memperhatikan jam yang sudah beranjak petang. Ponsel Ana sudah berdering ketika dia sadar sudah melewatkan banyak waktu. Meraih ponselnya, Ana mengkode Rama untuk mengangkat telponnya. “Iya Kak,” jawab Ana singkat.
Keesokan harinya Angga sudah terbangun di kamarnya. Dengan telapak kangan sudah terbungkus perban. Mengerjabkan mata, dia mulai mengingat apa yang dia lakukan semalam. Dengan amarah menguasai, Angga hampir menghancurkan ruang tamu. Memegang kepalanya yang mendadak pusing. Pintu terbuka, memunculkan Gio yang sudah rapi dengan setelan kantornya. “Bapak sudah bangun?” Tanya Gio. “Jam berapa ini?” tanya Angga. tak mempedulikan pertanyaan Gio. “Jam 6. Bapak sebaiknya istirahat untuk hari ini. Saya sudah menyewa seorang house keeper untuk bapak,” tutur Gio. Yang masih tidak dipedulikan oleh Angga. Melihat raut bingung Angga lalu Gio menjelaskan. “Yang menggantikan pakaian bapak semalam
Angga membuka kedua matanya perlahan. Memperlihatkan dua mata dengan bulu lentik yang masih tertutup. Angga mengamati wajah cantik didepannya. Sedang terlelap damai, tak mempedulikan suara malam yang terdengar dari jendela yang terbuka. Angga bangun, menutup jendela yang menghantarkan udara malam. Di luar sana terlihat taman rindang yang begitu gelap. Menunjukkan kerimbunannya, Angga kembali menoleh pada sosok yang masih terlelap di ranjangnya. Ini seperti dirumah barunya. Angga ingat, dia sendiri yang menginginkan desain vintage modern dengan sentuhan hangat di kamar utamanya bersama Ana. Angga kembali berbaring samping Ana. Memiringkan tubuhnya untuk menikmati tiap pahatan indah wajah Ana. Tangan Angga mulai berani mendekat. Membelai rahang Ana naik turun. Angga seper
Sabtu malam dihabiskan Anjar dan Ana menonton film. Tentunya adalah film pilihan Ana. Karena Anjar tenlah berjanji untuk membebaskan Ana. Mengganti baju dengan piama, sekarang mereka sedang menikmati es krim bersama. Sembari menonton film romance di hadapan mereka. Terdengar dering ponsel Ana. Mengusik fokus mereka. Meraih ponselnya, Ana tampak acuh melihat nama orang yang menghubunginya. “Kenapa dek?” Tanya Anjar. Memandang wajah datar adiknya. “Nggak apa-apa Kak,” jawab Ana datar. Membuat Anjar merebut ponsel Ana, yang masih berdering. “Jangan di angkat Kak,” ucap Ana cepat. Merebut ponsel ditangan Anjar
Senin pagi Angga memaksa untuk berangkat ke kantor. Gio sudah melarang, tapi atasannya itu seperti tak mau mendengarkan. Gio mengalah, menuruti keinginan Angga. Dengan Gio yang menyetir, Angga menutup mata selama diperjalanan. “Pak kita bisa kembali. Jika Bapak masih belum merasa baik,” ujar Gio menawarkan. “Diam Gio. Aku hanya butuh memejamkan mata sejenak,” balas Angga dingin. Membantah kondisi kesehatannya. Gio sebenarnya sudah memaksa. Namun Angga dengan sifat keras kepalanya. Lebih susah di atasi oleh Gio. Dia juga masih sayang pada pekerjannya. Jadi dia hanya mengalah, ketika Angga tetap memaksa berangkat ke kantor. &n
Mencuci bekas makan Angga. Lalu beralih menatap makan malam yang sudah Ana siapkan di meja makan. Ana menghela napas, sudah tidak lagi bernapsu untuk makan. Akhirnya dia menyimpan semua makanan tersebut. mungkin bisa jadi sarapan bagi pegawai apartemen besok, batinnya. Menyimpan makan tersebut ke lemari pendingin. Ana kembali ke kamar Angga. Melihat lelaki itu sudah terlelap. Ana mencari letak kotak obat, mungkin ada yang bisa digunakan untuk mengompres kening Angga. setelah ketemu Ana mulai melihat satu persatu obat tersebut. lumayan lengkap juga, batin Ana. selanjutnya menempelkan kompres di kening Angga. Ruat wajahnya agak terusik namun tidak sampai membangunkan Angga. Ana tersenyum, lalu berbalik. Sebelum gumaman dari arah ranjang menghentikan langk
Melihat tampang jutek Ana dipagi hari. Seperti sudah bukan hal baru bagi Vita. Yang memang sekelas dengan Ana. Vita dapat menebak, pasti ada sangkut pautnya dengan Kak Angga. “Na udah siapin bahas buat preparasi habis ini kan?” Tanya Vita. Menghampiri meja Ana yang terpisah 2 bangku darinya. “Udah,” jawab Ana pendek. Vita kepo, ingin bertanya. Tapi nampaknya bukan saat yang tepat jika dia bertanya sekarang. Mungkin saat istirahat. Seperti biasa, waktu untuk sedikit bercerita dan bergosip. “Ya udah yuk. Kita ke lab aja sekarang,” ajak Vita. Yang kemudian di angguki Ana.