Share

Part 02

“Oh, Ann dunia memang terkadang sangat tidak adil bagi sebagian kita. Tapi, kamu harus sabar dan kuat!” ujar seorang Nenek yang tiba-tiba sudah berada di hadapannya.

Spontan, Ann mengercapkan kedua matanya. “Nenek?” Ann terkejut sambil menghampiri dan memeluknya. “Kok Nenek ada di sini?” tanya Ann pada Loriez yang ada di depannya.

Begitu Ann mendongakan wajahnya ke atas, dia memundurkan langkahnya ke belakang. “Maaf, Pak,” ucapnya sambil memuyu-muyu matanya.

“Lain kali, kalau jalan gunakan kedua mata!” jawab seorang Bapak yang tidak dikenali dengan kasar.

Sejenak Ann merenung, ‘Kenapa kejadian ini sering terjadi? Tapi ini begitu nyata,’ ucapnya dalam senyap.

Setelah sadar kalau itu hanya halusinasi, dia pun segera mempercepat langkahnya. Begitu sampai rumah, matanya kembali digercapkan. “Nenek Loriez?” ucapnya agak terkejut.

Nenek serta merta mengurai tangannya lalu memeluk erat cucu kesayangannya ini. Tapi Ann,segera melepaskan. Melihat itu, Loriez heran. “Kamu baik-baik saja, Ann?”  tanyanya kebingungan.

Pikiran dan hati Ann berucap bersamaan, ‘Selalu seperti ini, apakah karena aku selalu berimajinasi?'

Tidak ingin membuat Neneknya berpikir yang tidak-tidak, Ann pun kembali menghampiri dan memeluknya erat. “Tidak Nek, Ann hanya bingung saja, kenapa Nenek ini begitu sangat cantik!” ucapnya sambil mengelus halus wajahnya yang sudah keriput.

Mariez dari dalam rumah segera berujar, “Cepat ganti pakaianmu lalu jaga Adik. Ibu dan Nenek ada urusan ke desa sebelah.”

Mendengar ucapan dari anaknya Loriez menyela, “Biarkan anakmu makan dulu!”

Loriez adalah Ibu dari Mariez. Mereka memang tinggal berjauhan dari semenjak kecil. Sudah dipastikan karena kurangnya perekonomian keluarga. Menjadikan anak-anak besar di mana-mana dan menopang kehidupannya masing-masing.

Ann, melangkah masuk ke dalam kamarnya. Tepatnya, kamar dirinya dan Natalie sebelum pergi. Tidak bersemangat dia pun duduk di ujung tempat tidur terbuat dari kayu yang usianya sudah tidak bisa diterka. Sebab dari bentuk dan ukirannya saja sudah seperti puluhan tahun lamanya.

Kedua mata Ann mengarah pada pakaian Natalie yang terpapar, dia pun segera mengambilnya. “Belum cukup kita mengenal satu sama lain, Kaka sudah pergi lagi...” ucapnya sambil tangannya melipat baju.

Setelah mengganti pakaian, Ann segera ke luar dari kamar sedangkan kakinya melangkah masuk ke dapur.

“Bu, Ibu, ini bagaimana?” tanya Ann yang bingung karena di atas meja hanya ada roti yang tinggal dua keping, tiga irisan tipis daging panggang dan beberapa potong telur yang diiris kecil.

Loriez menghampiri, matanya menoleh pada piring-piring yang cucunya sebutkan. Dia hanya menggeleng-geleng kepala disertai menghela napas panjang yang berat.

Pandangan Loriez menoleh pada Mariez. “Sudah aku bilang,menikah dengan Dean yang setidaknya bisa menghidupimu dengan layak! Ini malah pilih Johan yang hanya sekedar pelukis jalanan!” ketusnya.

Mendengar ucapan Ibunya, sepertinya Mariez merasa terungkit dengan perasaannya. Sambil menoleh pada Ann, dia pun berkata, “Makan secukupnya!”

Kemudian Mariez menoleh pada Ibunya. “Maafkan Bu, sepertinya aku memang salah,” lirihnya sembari pikirannya menerawang kelima belas tahun yang silam.

-Flashback on-

Loriez berjalan pelan ke luar dari pintu gerbang tempat kerjanya. Tiba-tiba saja Dean datang menghampiri, “Mariez, aku bisa membuat keluargamu jauh lebih baik!” ucapnya bernada lembut.

Mariez menatap wajah Dean. Dean ini tidak dikategorikan buruk rupa, tapi menurut penglihatan Mariez, dia ini tidak begitu menawan.

Mariez bukannya menggubrisnya dia berlalu begitu saja.

Sedangkan Dean sendiri tidak patah semangat, motornya segera melaju ke rumah Mariez bermaksud untuk menemui Loriez.

Begitu Dean memarkirkan motornya tepat di depan dekat Loriez duduk, Loriez pun segera beranjak dan menyambutnya dengan sumringah. Karena dia memang mengetahui kalau Dean telah menaksir anaknya.

“Ibu, apa kabar?” tanya Dean penuh sopan santun.

Loriez menyungging senyum, “Aku baik saja, semoga kamu pun...sini, duduk,” ajaknya sambil sedikit menggeser.

Dean duduk di atas kursi kayu persis berdampingan dengan Loriez, dia pun mulai mengutarakan maksudnya. Mendengar penuturan Dean yang ingin menikahi Mariez, Loriez tersenyum bahagia.

Karena Loriez melihat Dean adalah laki-laki yang baik dan kategori mampu, kendatipun Loriez belum begitu mengenal putrinya. Sebab Mariez baru saja datang beberapa hari lalu. Sebagai seorang Ibu, Loriez menginginkan anaknya bahagia dan tidak kesusahan seperti dirinya. Itulah penyebab Mariez tinggal bersama temannya belas tahun lamanya.

“Bu, Dean sudah menyukainya dari awal Mariez bekerja di perusahaan.” Ujarnya penuh sopan santun.

Dean ini adalah mandor di tempat Mariez bekerja.

Loriez merasa yakin dengan Dean, dia pun berucap, “Aku setuju saja, terlebih lagi kamu pasti bisa mendidik Mariez, hanya saja semua ada di tangan Mariez tentunya!”

Loriez bisa melihat sikap Dean yang dewasa, karena Dean dengan putrinya bertautan sangat jauh, tepatnya lebih dari lima belas tahun. Mariez usianya baru saja menginjak ke 20, sedangkan Dean sudah 35 tahun.

Pandangan Loriez dan Dean teralihkan pada Mariez yang sedang berjalan mengarah ke rumah. Begitu Mariez sudah ada di depan dan tepat sekali mereka duduk, Loriez menyapa, “Mar, ada Nak Dean.”

Mariez tidak menjawabnya melainkan berjalan melewati Dean dan Ibunya sambil menunduk. Langkahnya dipercepat masuk ke dalam kamarnya lalu menguncinya.

Melihat tindakan anaknya yang kurang sopan ini, Loriez mendatangi kamar lalu segera mengetuk pintu. “Mariez, tolong buka pintu Nak, Ibu mau bicara!” ucapnya pelan sekali.

Kendatipun pelan namun Mariez mendengarnya dengan sangat jelas, karena dinding kamar hanya anyaman bambu dan ada yang bolong-bolong. Malas, Mariez mencoba membuka pintu. Begitu pintu sudah terbuka, Loriez masuk.

“Kamu, mau hidupmu seperti ini terus?” tuturnya agak mendesis di kuping anaknya.

Mariez memutarkan tempat duduknya. Dia menatap kedua bola mata orange Loriez dan memutar ke seluruh badan Ibunya.

“Bu, Mariez sudah punya kekasih nanti malam akan ke sini berjumpa dengan Ibu,” lirihnya pelan.

Loriez segera menebak, “Jangan bilang kalau kekasihmu itu adalah Johan!”

“Kalau dia, Ibu tidak setuju!” imbuhnya melanjutkan dengan mata terbelalak.

Loriez beranjak dari tempat duduknya. “Bawakan air buat Dean di depan, berbasa-basilah dengannya, cepat!” titahnya.

Moriez beranjak dari duduknya, dia pun pergi ke dapur dan segera membuat teh manis lalu membawanya ke depan.

Begitu Mariez datang, senyuman manis Dean memenuhi bibirnya.

Setelah menaruh teh di atas meja yang ada di depan Dean, Mariez duduk di atas kursi yang terbuat dari kayu dengan posisi berhadapan.

Bergeming tidak tersenyum atau pun berbicara.

Loriez mencairkan suasana, “Mar, Nak Dean ini hendak bersungguh-sungguh padamu.”

Suasana semakin hening dan formal.

Baru saja Dean hendak berbicara, Johan datang dengan berjalan kaki, namun tangannya penuh membawa beberapa bingkisan.

“Selamat sore,” ucapnya penuh wibawa.

Melihat kedatangan Johan mata Mariez berbinar.

Pandangan Dean pun mengarah pada Mariez, dari sini Dean mengerti kalau Mariez tidak tertarik padanya serta memahami kalau hatinya sudah ada yang menempati. Dean cukup tahu diri, Dia pun pergi meninggalkan kediaman Mariez.

Sedangkan Loriez wajahnya masam dan tidak bersahabat, namun karena anaknya Mariez meyakinkannya kalau Johan akan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Mau tidak mau Loriez pun menyetujuinya. Akhirnya setelah perkenalan singkat ini. Johan dan Mariez menikah. Setelah menikah mereka tinggal di rumah anak sulungnya Loriez yang sudah lama tidak ditempati karena seluruh keluarganya migran ke Wales, hingga saat ini.

Mariez sedikit menyesal karena telah memilih Johan, karenanya anak-anaknya serba kekurangan terlebih lagi dia pun harus berjauhan dengan anak sulungnya.

Belum lagi Ann, sosoknya yang cerdas dan masih untung sekolah mempertahankannya. Kalau tidak, dia sudah putus sekolah dari semenjak tahun lalu karena Johan selalu menunggak iuran hingga berbulan-bulan.

Loriez berdiri, “Ayo, jadi tidak mau periksa perutmu itu?” ajaknya sambil meliriknya.

Mariez pun berbenah diri, yang sebelumnya dia melihat ke dalam rumah. Nampak Ann sedang memakan roti sambil menyuapi Adiknya.

“Ann, Ibu pergi. Kalau Ayahmu datang bilang padanya Ibu pergi sama Nenek,” ujarnya sambil berlalu.

Ann hanya mengangguk pelan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status