Share

Part 03

Sepeninggal ibu dan neneknya, Ann kembali berimajinasi, tangannya lincah menulis di atas buku lusuhnya. Pikiran Ann pada kenyataan hidup yang selalu dibatasi. Dia memiliki sayap namun tersangkut pada ranting-ranting pepohonan, sangkutan itu tiada lain adalah pahitnya kemiskinan.

Tiba-tiba saja Ann dikejutkan oleh Ayah yang baru datang, “Mariez, Riez kamu di mana? Cepat, ambilkan minum! Ambilah bahan makanan ini, lukisanku hari ini terjual dua buah dengan harga yang lumayan!” ucapan itu membuat Ann tersenyum.

Ann dengan cepat mendatangi Johan. “Yah, Ayah... ibu pergi bersama nenek ke kampung sebelah!” ujar gadis kecil yang sudah berdiri di depannya sambil memberikan segelas air.

Johan tersenyum, tangannya meraih gelas sambil berucap sangat lembut, “Mungkin kamu akan memiliki Adik baru.”

Penuturan dari ayahnya membuat Ann menghela napas pendek, dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Sedangkan matanya tertuju pada beberapa bahan makanan yang Johan beli, “Ayah, bolehkan aku makan sepotong daging asap itu?” tanyanya sambil mengambil kotak yang terbungkus rapat.

“Tentu saja, makanlah!” ucap Johan sambil membuka lalu memberikannya.

Gadis mungil ini dengan cepat mengambil dan memakannya. Baru saja dia hendak mengambil satu potong lagi, tiba-tiba Mariez datang, “Ann, harus tahu diri ya, itu bukan untuk hari ini saja!”

Tangan Ann pun mengurungkan untuk mengambilnya kembali.

Cepat, dia membereskan barang-barang yang terpapar di atas kursi dan membawanya ke dalam dapur. Persediaan makanan ini cukup untuk beberapa hari dan waktu yang tidak bisa ditentukan.

Di dalam dapur Ann sedang sibuk, sejenak dia pun memelankan aktivitasnya. Kupingnya mendengar jelas pembicaraan neneknya yang sinis, tepatnya dia berbicara pada ayah dan ibunya, "Anak pertamamu saja kamu biarkan pergi! Lihat Ann mau makan daging dua iris saja kamu larang!”

“Ini, hamil lagi?” sambung Loriez sambil pergi keluar dengan muka ditekuk.

Penuturan Neneknya membuat Ann semakin tidak yakin akan dirinya untuk mendapat dukungan akan cita-citanya. Dia akan mempunyai adik baru dengan keadaan yang sangat memprihatinkan.

Mariez menyenderkan badannya pada ujung tempat duduk, “Sudahlah Bu, ini yang terakhir. Aku akan mencari pekerjaan lagi,” ucap Mariez menenangkan ibunya.

***

Waktu istirahat telah tiba, Ann duduk di bawah pohon cemara dekat pintu gerbang sekolah bersama Alice.

“Ann, sepertinya setelah selesai pelulusan aku akan pergi ke kota bersama seluruh keluarga!” Alice membuka pembicaraan sedangkan tangannya mengepang rambut panjang Ann.

Rambut Ann ini berwana coklat dan lurus sangat tebal hingga membuat Alice menyukainya karena rambutnya ikal dan susah diatur.

Sedangkan yang ditanya masih sibuk dengan tulisan imajinasinya, sepertinya dia tidak begitu menangggapi pernyataan temannya ini. Bahkan tidak ada komentar apa pun yang terlontar. Dia sedang merangkai kata, kata yang seharusnya terucapkan. Alice menengok tulisan dan merebut buku tersebut, keras sekali dia membacanya, "Aku hanya menginginkan sebuah dekapan, rasanya tidak pernah ku dapatkan apalagi jika aku utarakan keinginanku."

Ann merebut bukunya sambil mendelikan mata.

“Setelah lulus, ikut aku saja!” ucap Alice.

Ann tersenyum tipis sambil berkata sinis, “Dengan keadaan keluargamu yang serba kekurangan? Lalu, aku akan menambah beban untuk mereka?”

Kemudian Ann beranjak dari tempat duduknya. Baru saja membalikan tubuhnya, Adrian sudah berdiri tepat di depannya. “Tolong bantu Bapak mengurus laporan akhir tahun buat murid-murid.” Ujar Adrian sembari memberikan setumpuk buku padanya.

Ann tersenyum lebar sembari menyanggah tumpukan itu menggunakan kedua tangannya.

“Bapak emangnya mau kemana?” tanya Ann sedikit gusar.

“Ke kampus, Bapak ada kelas hingga pukul 12:00,” jawab Adrian bernada lirih.

Kemudian, Adrian pun pergi.

Sedangkan Ann langsung masuk ke dalam ruangan kelas.

Alice pun datang, dia duduk persis di depan Ann, matanya tertuju pada tangan serta wajah sahabatnya ini. “Bisa-bisanya pak guru memberikan tugasnya padamu,” ketusnya sambil memperhatikan angka-angka hasil tulisan Adrian yang Ann pindahkan pada rapor dan nampak namanya pun tertera di sana.

Sedangkan Ann sendiri tidak menggubris hal itu, dia tetap pada kefokusannya. Hari ini memang waktu tenang setelah ulangan akhir tahun. Jadi, tidak ada pembelajaran.

“Ann, kapan selesai?” tanya Alice terlihat kesal dan menguap.

“Pulanglah, ini tinggal sepuluh lagi, tidak bisa asal isi saja dan satu buku harus menulis 18 mata pelajaran, artinya kamu jangan membuat aku terburu-buru dan tidak karuan!” ucap Ann tegas.

Mendengar perkataan temannya ini Alice pindah tempat duduk, “Aku tunggu kamu, bangunkan jika kamu sudah selesai!” ucapnya sambil menyenderkan badan dan meluruskan kakinya pada bangku panjang.

Mata Ann sekilas menoleh pada Alice, bibirnya mengulas senyuman karena melihat gelagatnya. Dia pun kembali melanjutkan tugas dari gurunya.

Setelah hampir 45 menit pengisian rapor pun akhirnya selesai.

“Thanks God!” ucap Ann sambil meregangkan tangannya.

Kemudian, dia mendekat pada sahabatnya, tangannya menepuk bahu yang sedang di alam mimpi.  “Cepat bangun, atau aku tinggal pulang!” Ann membangunkan dengan nada sedikit berteriak.

Alice hampir terjungkal karena teriakan Ann yang membuatnya tersentak dari tidurnya yang lumayan lelap. Sedangkan Ann cekikikan melihat itu.

“Ann!!” bentak Alice sambil membereskan dirinya. Kemudian dia pun mengikuti Ann, masuk ke ruangan guru.

Melihat kedatangan Ann, Kathy selaku admin sekolah yang sedang mencatat pembayaran menatap wajahnya. Ann paham akan hal itu, sambil menaruh tumpukan rapor di atas meja dia berucap sangat pelan, “Aku paham kok Bu, Ayah belum melunasi iuran dan pembayaran akhir tahun, nanti Ann sampaikan...”

Kathy hanya menghela napasnya. Memahami kalau ini bukanlah yang pertama.

Adrian tiba-tiba datang, “Bagaimana Ann, sudah selesai?” tanyanya.

Ann mengangguk sembari menunjuk pada tumpukan rapor.

Adrian segera memeriksanya satu persatu, lalu menoleh pada Ann yang berdiri mematung di sebelahnya. Tangan Adrian pada saku celananya, dia mengeluarkan uang dan menghitung lembaran pecahan, lalu memberikannya pada Ann. “NZ$ 18! Untuk jajanmu!” ucapnya.

Sumringah Ann mengambilnya. Tatapannya menoleh pada Alice sambil tersenyum, “NZ$ 2 untukmu,” lirihnya sembari memberikan padanya.

Kemudian, Ann pun melangkah pada Kathy, “NZ$ 10 untuk satu bulan SPP.”

Khaty & Adrian saling memandang, mereka tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

Setelahnya, Ann dan Alice segera meninggalkan ruangan guru.

“Ann, apakah harus bayar SPP menggunakan uang hasil kerjamu?” tanya Alice sambil berjalan di sebelahnya.

Ann tidak menjawab apa-apa selain dari helaan napas.

“Kita rayakan upah ini dengan membeli ice cream vanilla?” ajak Ann sambil meraih cepat lengan Alice. Mendengar itu Alice tertawa bahagia, setelah membeli ice cream cone seharga NZ$ 0.50 mereka duduk di atas rerumputan hijau di antara jalan setapak sambil menikmatinya.

Tangan Ann membuka tas dan kembali mengambil buku usangnya, tangannya kembali lihai menulis kata demi kata yang keluar otomatis dari isi kepalanya.

Aku selalu berpikir, kalau hidup ini seperti makan ice cream, manis dan dingin. Tapi, sayang ternyata ice cream nikmatnya sesaat, seperti hidupku!

Alice membaca itu disertai tawa sambil berkata, “Kalau makan ice cream itu setelahnya, dahaga lagi ‘kan?”

Ann tersenyum geli, dia pun menutup bukunya lalu memasukannya kembali. “Kita tinggal dua tahun lagi sekolah di sini. Setelahnya entahlah...”

Alice menyimak perkataan Ann yang seperti putus harapan dengan hanya mengatupkan kedua bibirnya. Setelahnya mereka pun segera melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing.

Di persimpangan jalan mereka pun berpisah, “Ann, besok kamu harus masuk, aku akan bawa makanan, kita makan bersama! Kamu bawa air saja!” ucap Alice sambil berlari.

Ann menandai dengan menganggkat jempolnya. Langkahnya pun dia percepat karena langit nampak mendung. Tiba-tiba langkah Ann terhenti.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sudarto Ac
ceritanya menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status