Share

5. Naomi yang Malang

"Kau sudah dengar, Pak Savvy berkencan dengan Samara, Asmen FO itu sepulang kantor ?", cetus Naomi.

"Belum, memangnya kenapa kalau mereka berkencan, apa kau cemburu ?"

"Tentu saja tidak. Hanya saja betapa beruntungnya dia, baru masuk kantor hari pertama langsung diajak nonton konser dan ke restoran dengan Pak Savvy. Aku tidak bisa membayangkan kalau Pak Savvy benar anak Pak Devisser, aku pasti langsung bertekuk lutut di hadapannya."

Uhuuukkk…

"Hey, Ann, kau tersedak, ada apa ? cepat minum ini."

"Tidak ada apa - apa. Terima kasih."

Anneth terkejut sampai tersedak ketika tahu wanita berambut coklat yang kemarin ditemuinya dua kali itu adalah benar Samara, Asmen FO. Perkenalan yang sangat buruk untuk anggota hotel baru, pikirnya. Namun, dia sangat tidak menyukai sikap Samara saat merendahkan dirinya di hadapan Savvy, seolah ia tak punya harga diri. 

Setelah urung mengajakku dia mengajak Samara ke konser dilanjutkan kencan, ah, benar - benar pasangan yang serasi.

Naomi tampak menegakkan tubuhnya, "Jadi, kapan kau akan pindah ke kamar barumu, Ann ?"

"Kemungkinan lusa. Hari ini aku akan lanjut mengemasi barang - barangku dan mengepak kardus - kardus."

"Apa kau perlu bantuanku, Ann ?"

"Tidak, Naomi, aku bisa melakukannya sendiri, kok. Lagipula aku sudah sewa pick-up untuk membawa semua barangku."

"Ya, sudah kalau begitu."

Anneth menunjukkan kertas sobekan pada Naomi. "Lihat ini."

"Apa maksudnya, Ann ? Kau menyuruhku mencari tahu mengenai kampus ini ?"

"Tidak, kau salah. Aku berencana untuk mendaftar ke kampus ini. Waktu pulang dari Sakura House kemarin, aku melihat gedung kampus ini, terlihat sangat besar dan menjulang. Aku sungguh tertarik untuk menjadi mahasiswa disana. Aku ingin kau mendaftar disana juga, kita bisa jadi mahasiswa kampus itu. Menarik bukan ?"

"Ah, tidak, Ann. Kurasa aku tidak bisa melakukannya."

"Kenapa, Naomi ? Apa ada masalah ?"

"Ya, aku harus membantu ibu dan adik - adikku. Aku tidak mungkin bisa melanjutkan kuliah, Ann. Ibuku malah berniat menikahkan aku dengan anak Tuan Tanah karena ayahku berhutang dengannya sebelum meninggal. Hutang hanya bisa dihapus jika aku menikah menikah dengan anaknya, itu kata ibuku. Dia rentenir. Ayahku dulu suka berjudi dan menyetujui ketika Tuan Tanah itu menawarkan pinjaman padanya. Sungguh memalukan."

"Tapi itu tidak boleh terjadi, Naomi. Ibumu tidak bisa memaksamu menikah dengan anak Tuan Tanah itu kalau kau tidak mencintainya."

"Apa dayaku, Ann. Hutang yang ditinggalkan ayahku begitu besar. Hutang pokok belum bunga - bunganya. Gajiku disini hanya cukup untuk menghidupi aku dan keluargaku. Aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana dengan masa depan adik - adikku."

"Apa ada pria yang kau cintai ?"

"Ann, kemana arah pembicaraan kita kali ini ?"

"Tidak, hanya saja aku berpikir, jika saat ini kau punya kekasih yang kau cintai, kau seharusnya mengatakan masalahmu ini padanya, mungkin saja dia bisa memberi jalan keluar bahkan mungkin membantumu."

"Kurasa itu juga tidak mungkin, Ann. Kondisi pacarku tak berbeda jauh dariku secara finansial. Aku sangat tahu latar belakang keluarganya, sepertinya aku tidak bisa mengharapkannya."

"Jadi, kau tidak punya rencana lain selain menyetujui pernikahan itu ? Bagaimana kalau kabur saja ?"

"Apa kau gila ? Kemana tujuanku jika aku kabur Ann ?"

Anneth mengangkat kedua bahunya. "Entahlah. Aku juga tak tahu, Naomi."

Anneth menghela nafas panjang.

"Lalu bagaimana denganmu, apa kau sudah punya kekasih ?"

Anneth mengernyitkan keningnya. "Kenapa jadi beralih topik ? Tentu saja aku tidak punya, aku tidak pernah memikirkan mengenai percintaan. Bagiku hubungan percintaan hanyalah omong kosong."

"Kuharap kau tidak benar - benar mengatakannya, Ann."

Anneth menyibukkan dirinya dengan membersihkan toilet di kamar hotel. Samar - samar terdengar suara kaki melangkah dari ambang pintu kamar hotel dan kemudian berhenti.

"Annethhhh…"

Dengan was - was, Anneth segera keluar dari toilet seakan ruangan itu merupakan tempat persembunyiannya dari para penyihir jahat.

"Pak Savvy ? Ada apa ya Pak ?"

"Tidak. Sebenarnya bukan urusan yang terlalu penting juga bukan urusan pekerjaan, hanya saja aku ingin menebus ajakanku yang kemarin berantakan. Kau tau kemarin Samara tiba - tiba datang dan mengacaukan segalanya."

"Ya, Pak, saya tau dan saya juga masih belum bisa menerima ajakan Pak Savvy karena hari ini saya harus mengemasi semua barang - barang saya sebelum pindah besok."

"Kupikir karena kau marah dengan kejadian kemarin."

"Ya, saya seharusnya marah pada perkataan Miss Samara tapi saya sudah melupakan kejadian itu. Saya tidak ingin mengingatkannya lagi."

"Jadi apakah lusa kita akan pergi ?"

"Saya belum bisa memutuskan, Pak. Lagipula hmm…"

"Kenapa, Ann ? Lanjutkan saja."

"Maaf, tapi gosip beredar yang saya dengar, Pak Savvy berkencan dengan Miss Samara. Saya rasa tidak ingin merusak hubungan itu."

"Tidak, tidak seperti yang kau pikir, itu hanya makan malam perkenalan karena dia telah menjadi anggota baru di hotel ini, kamu tau itu kan ? Saya hanya ingin memberikannya kesan yang baik di hari pertamanya kerja, itu saja, tidak lebih."

"Lalu apa alasannya Pak Savvy mengajak saya pergi keluar lagi ?"

"Hmm… itu karena saya ingin mengenalmu dengan lebih baik saja, sebagai bawahan saya tentunya."

"Baiklah, Pak, tapi tidak hari ini."

"Tidak masalah, kita bisa atur ulang jadwalnya."

Anneth mampir ke sebuah kedai untuk membeli lauk makan malamnya. Cukup antri karena memang kedai itu mempunyai banyak pelanggan apalagi jika sudah memasuki jam pulang kantor. Lauknya beragam mulai berbagai jenis seafood, ayam, ikan dan sebagainya begitupun dengan sayur - mayurnya. Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh malam, Anneth melangkah menyusuri jalanan kota di malam hari. Hiasan - hiasan kota yang bergelantungan di atas trotoar dengan lampu - lampu berpendar seolah menandakan kota ini tak pernah mati meski di malam hari. 

Langkah Anneth berhenti di samping trotoar ketika melihat bocah laki - laki sedang berusaha mengejar bola yang menggelinding di tengah trotoar. Anneth berteriak agar bocah itu berhenti tapi tak dihiraukannya. Anneth berlari mengejar bocah itu agar tak tertabrak kendaraan. Dalam penglihatannya, bocah itu masih berlari lalu menoleh ke arah Anneth dengan senyum menyeringai yang tampak menakutkan. Anneth berdiri tertegun sekejap lalu terdengar bunyi klakson - klakson kendaraan. Seseorang memeluknya dari belakang dan menuntunnya ke pinggir jalan. Ia bisa mendengar cacian orang - orang di dalam kendaraan karena dirinya. Tubuh Anneth berdiri kaku dengan tatapan bingung. 

"Anak itu…  anak laki - laki apa dia selamat ?"

"Apa maksudmu ? Anak laki - laki apa ? Apa kau mau bunuh diri, hah ? Lihat, kau hampir saja tertabrak mobil jika aku tak segera menolongmu."

"Tapi aku bersumpah melihatnya, anak itu mengejar bola tapi oh, God, senyumnya sungguh mengerikan."

Pria misterius itu menunjuk ke arah trotoar. "Tidak ada anak kecil, kau lihat sendiri di trotoar itu. Kau mungkin hanya kelelahan."

"Kau… kau lagi… untuk apa kau kesini lagi menemuiku, hah ? Apa hobimu terus saja menguntitku ?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status