Share

To 40.000 Years Ago - 02

Yuriko terbangun dari tidurnya. Dia melihat di sekelilingnya para rombongan Im-Tech tertidur pulas di samping hidangan yang tersisa sebagian.

“Orang Im-Tech sangat pemalas.” gumam Yuriko sembari menguap lega, “Lebih baik aku cari angin segar dulu.”

**

Jessie berjalan di tengah hutan dengan menenteng shotgun kesayangannya. Dia mendapati sebuah borgol leher bekas dengan beberapa lembar potongan perban berserakan di atas rerumputan.

“Ternyata benar dugaanku, dasar adik bodoh!” batin Jessie. Dia lalu menoleh ke setiap arah seolah mencari tahu jejak Dhea, “Jika perempuan itu berhasil kabur, seharusnya dia meninggalkan jejaknya di sini.” gumam Jessie curiga.

“Sebaiknya aku mengabari orang itu.” imbuh Jessie sembari membuka tablet hologramnya.

Selang beberapa menit, Yuriko berpapasan dengan Jessie yang tengah menghalangi jalannya. Di tengah situasi yang sangat canggung, mereka hanya saling bertatapan sinis.

“Minggir kau panda WG! Jangan menghalangi jalanku!” bentak Jessie sembari menodongkan shotgun ke arah Yuriko.

Yuriko sedikit pun tak gentar. Dia malah asyik mencamil bungkusan snack, “Sebaiknya kau tidak mencari masalah denganku, Jessie Lavender!”

“Minggir!! Kubunuh kau!” ancam Jessie serius. Sementara Yuriko tetap tenang.

Jessie yang dikuasai amarah tanpa berpikir panjang menembak Yuriko.

Dhuar!

Cekrek-krek.

Secara mengejutkan, peluru shotgun Jessie langsung dilahap Yuriko sebelum tepat mengenainya.

Jessie terkejut. Dia mulai panik sembari meremas sebatang rokok yang masih menyala.

Yuriko menatap Jessie sembari meludahkan peluru tersebut ke arahnya.

“Fuuh!”

“Aku tak ingin berurusan denganmu, kau lemah! Kau tak mungkin bisa mengalahkanku!”

Jessie menyeringai sembari menenteng kembali shotgun-nya, “Baiklah, aku mengalah!” dia lalu berjalan mendekat Yuriko sembari berbisik lirih ke arahnya, “Sebaiknya kau berhati-hatilah setelah melahap peluru itu. Dan ingat baik-baik! WG akan hancur selama data penelitian Robert Hans masih berada di tanganku!”

**

Di balik sebuah tembok setengah hangus terbakar, tampak sisa puing-puing bangunan, beberapa perabotan dan pecahan kaca berserakan di lantai. Tak jauh berjalan beberapa langkah, tampak sebuah mesin waktu masih bertengger gagah dengan sambungan terputus, dan kabel terurai berantakan.

Mata Lenna tampak berbinar-binar. Dia sangat terpukau, sampai tiada henti mengamati sambil meraba mesin waktu tersebut, “Sangat lavender!”

Lima belas menit sebelumnya.

Lenna tampak sinis, dia seakan ragu dengan ucapan Ernest. “Berhentilah omong kosong mumi WG! Aku bukan seperti kalian para serangga tanpa otak!”

Dengan sekejap, Trixie tiba-tiba menyambar Ernest dengan stun-gun tisu tepat di depan matanya, “Jika kau berani berbohong di hadapan Tuan Putri, akan kuhancurkan kedua mata birumu ini!”

Ernest terdiam sejenak. Dia berpikir mencari jawaban yang tepat untuk meyakinkan mereka berdua. “Hanya itu satu-satunya petunjuk yang bisa kuberikan. Jika Sachi dan Robert Hans berhasil melakukan perjalanan waktu, kita tak akan pernah tahu ke mana dan di mana mereka pergi, kita hanya perlu menunggu sampai mereka kembali.”

“Jadi, mengapa mereka pergi ke empat puluh ribu tahun lalu? Ada apa di masa itu?” sahut Trixie penasaran.

“Tak ada alasan pasti, hanya itu petunjuk dariku. Jika kalian meragukannya, sayangnya aku tak memiliki petunjuk lain walaupun kalian memaksaku!” sanggah Ernest.

Raut wajah Lenna tampak tak puas, dia terus melirik ke arah Ernest dengan tatapan tajam.

“Baiklah, antarkan kami menuju ruangan mesin waktu!” pinta Trixie menuruti keinginan Lenna.

“Oke, akan kuantar kalian!”

Setelah puas mengamati mesin waktu, Lenna berjalan-jalan santai mengamati sekitarnya. Mood Lenna perlahan membaik, dia tampak lebih ceria dari sebelumnya.

“Trixie!” Lenna memanggil.

Sebagai tangan kanan, dengan sekejap Trixie langsung memenuhi panggilan dan berlutut di hadapan Lenna.

“Perintahkan beberapa orang yang tak ikut menyantap hidangan agar membantuku merapikan tempat ini!”

“Baik Tuan Putri! Saya akan ….”

“Panggil juga Yuriko dan juga Jessie!” imbuh Lenna, “Setelah itu kau juga bantu aku membenahi mesin waktu ini!”

“Maafkan saya, Tuan Putri!” sanggah Trixie, “Tapi, apakah Anda sendiri yang akan turun tangan membenahi mesin waktu ini?”

“Tidak!”

“Jangan lupa bahwa kau dan aku juga seorang ilmuan, kita akan membenahi mesin ini bersama-sama!”

Trixie, si gadis dengan wajah tidur spontan membuka matanya. Dia tampak sangat riang bersemangat. Matanya yang bulat, berbinar merah merona karena terpesona dengan ucapan Lenna Lavender.

“Matamu sangat lavender!” puji Lenna tiba-tiba. Dia lalu melepas topi dan mengusap lembut kepala Trixie, “Anggap saja ini hadiah untukmu.”

Trixie meleleh. Dia tampak lebih segar dan langsung berangkat menjalankan perintah.

Beberapa menit berlalu.

Jessie, Yuriko, para pelayan dan segelintir rombongan Im-Tech telah berada di tempat.

“Selain Jessie dan Yuriko, enam orang pelayan, empat orang pasukan dan dua orang ilmuan siap melayani Anda, Tuan Putri!” ucap Trixie sambil berlutut.

“Setelah ini, perkenalkan diri kalian masing-masing!” ucap Lenna, “Sekarang tak ada waktu lagi! Sementara kalian telanlah pil makanan ini dan bantu bereskan tempat ini! Untuk para ilmuan bantu aku membenahi mesin waktu!”

Setelah Trixie membagikan pil makanan, mereka tampak lebih bersemangat, bekerja saling bahu-membahu membereskan ruangan. Sementara Jessie dengan sukarela membantu sang adik, Lenna. Berbeda dengan Yuriko, dia tampak terpaksa membantu membereskan ruangan.

Di tengah kesibukan Lenna membenahi mesin waktu, Jessie tiba-tiba mengawali obrolan.

“Lenna, tak biasanya kau bersemangat seperti ini.” ucap Jessie sembari merakit komputer, “Apa yang membuatmu tertarik dengan mesin waktu ini?”

Lenna yang kala itu tengah memperbaiki komponen saluran portal, dia berhenti sejenak. Dia menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan, “Robert Hans.”

Trixie terkejut. Dia spontan melirik ke arah Lenna.

“Aku ingin bertemu dengan pembuat mesin waktu menakjubkan ini, bukan untuk membawanya ke WG. Aku ingin mengajaknya bergabung dengan Im-Tech … walau sepertinya tidak mungkin.” imbuh Lenna berterus terang.

Jessie tersenyum sembari menggoda Lenna. “Jadi, kau ingin bertemu Robert Hans? Hanya itu?”

“Apa maksudmu?” sanggah Lenna sinis.

“Mengapa kau antusias sekali?”

Lenna terdiam kehabisan kata-kata, wajahnya sedikit memerah tersipu malu. Di sisi lain, Trixie tampak sangat kesal, perasaannya panas berapi-api.

“Akan kubunuh kau, Robert Hans!” batinnya.

**

Di tengah kesibukan membersihkan puing-puing ruangan, seorang pelayan tak sengaja menemukan sebuah bola kristal tertimbun reruntuhan.

“Bola apa ini?” gumamnya penasaran.

Tanpa berpikir panjang, bola itu langsung diambilnya begitu saja tanpa ada seorang pun yang tahu. Dia lalu diam-diam menyimpannya ke dalam tas ransel dan melanjutkan bersih-bersih seolah tidak terjadi apa-apa.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status