Share

Antara Aku Dan Kamu
Antara Aku Dan Kamu
Penulis: Arfah arfah

-1

Pintu kamar tiba-tiba terbuka lebar, suara cekikikan anak berumur enam tahun terdengar pada telinga Naya, wanita itu telah usai menyiapkan air hangat untuk Damian di bathtub.

Saat berjalan keluar dari kamar mandi, Naya menemukan pemilik asal suara tadi telah merangkak pada tubuh Damian yang masih tertidur di ranjang.

"Papa! Bangun! Aslan, udah siap mau ke sekolah."

Naya tersenyum mendengar celotehan anak itu yang masih setia dipunggung Damian, dilangkahkan kakinya mendekati keduanya, lalu Naya duduk di ranjang meneliti piyama yang masih dikenakan Aslan.

"Mama, kok papa nggak bangun? Aslan kan mau sekolah," ucapnya lagi menatap Naya dengan semangat menggebu-gebu.

"Sayang, kalau mau ke sekolah, harus mandi dulu terus pakai seragam, nah lalu kamu harus sarapan biar semangat nanti di sana. Sekarang, Aslan masih pakai piyama, gimana mau ke sekolah?"

"Oh, jadi Aslan kayak papa juga dong ma," tambah Aslan senang.

Naya mengangguk, lalu merentangkan tangannya untuk memeluk Aslan. Bocah itu langsung menghambur pada Naya, karena ingin tahu lebih banyak soal pertanyaan yang sudah mengganggunya sejak semalam. 

"Papa, kerja di kantor buat bisa beliin Aslan mainan. Nah, kalau Aslan, belajar di sekolah buat nuntut ilmu," terang Naya. 

Aslan terdiam sejenak, dan mendongakkan kepalanya menatap Naya. "Ma, terus di sekolah Aslan bisa beliin Mama tas nggak?" 

Naya tertawa seketika mendengar ucapan Aslan, lalu menjawab, "Di Sekolah, Aslan cari ilmu. Suatu saat, ilmu Aslan berguna dan bisa beliin mama tas."

"Jadi, Aslan harus sekolah dulu," ujar Aslan setelah memahami ucapan Naya.

"Papa!" tiba-tiba Aslan kembali berteriak memanggil Damian.

Terganggu akan suara yang familiar itu, Damian akhirnya membuka matanya perlahan-lahan. Wajah yang berhasil menduplikat dirinya itu, kini berada di hadapannya dengan wajah cemberut.

"Hmm?"

"Cepetan mandi, Aslan mau ke sekolah. Papa harus antarin Aslan," ucap Aslan.

"Mau mandi bareng, papa?" tawar Damian masih dengan suara serak.

"Yeeeh, mau!"

Naya menggelengkan kepalanya melihat tingkah keduanya, lalu membuka kancing piyama Aslan. Jika Damian sudah mengajak Aslan, tidak ada lagi yang bisa membantah.

Handuk keduanya langsung Naya siapkan, tiba-tiba dua orang itu telah berada di kamar mandi membuat Naya kaget.

"Mama nggak ikut mandi?" tanya Aslan menatap Naya yang memang tidak pernah bergabung dengan mereka saat mandi.

"Mama harus siapin baju papa sama seragam kamu," balas Naya lalu buru-buru pergi dari situ menyiapkan jas milik Damian dan seragam sekolah Aslan.

Aslan baru pertama kali masuk ke sekolah, jadi anak itu sudah semangat seperti anak baru yang penasaran tentang sekolah. Sehingga, perlengkapan Aslan masih berada di kamar mereka.

Usai keduanya mandi, Naya kini harus memanjakan mereka dengan mengancingkan seragam dan kemeja pada keduanya.

"Aslan juga mau dikancingin dong kayak papa," ucap Aslan yang serobot mendahului Damian.

Damian menghela napas berat, mengalah pada pria kecil itu yang selalu dimanjakannya. Sedangkan Naya, hanya bisa tersenyum kecil.

Aslan siap dengan seragamnya, kini dia sibuk menatap tubuhnya di cermin dengan takjub.

"Wah, Aslan ganteng banget kalau disisirin mama."

Naya tidak habis pikir dengan sikap narsis yang diturunkan Damian kepada Aslan itu, untung saja putranya itu tidak sedingin papanya. Gen kecerewetan Naya, masih melekat pada Aslan.

"Sebentar malam kita ke acara tunangan kolega saya, Aslan nanti dititipin dulu sama Axel," ucap Damian saat Naya sibuk mengancingkan kemejanya.

Naya mengangguk, lalu kembali memakaikan dasi pada Damian. "Hm, nanti aku bilangin ke kakak," ucap Naya.

Setelah itu, tidak ada percakapan lagi di antara keduanya hingga sampai di meja makan. Mungkin, Naya bisa menghitung, berapa kali Damian berbicara kepadanya dalam sehari.

Saat sarapan, makanan yang biasa Damian rasa kini telah berbeda. Pandangannya pada Naya sontak berubah, mempertanyakan ada apa dengan sarapan pagi ini, yang tidak biasa di lidahnya.

Bi Endang di dapur sudah ketakutan, dia tidak pernah memasak untuk Tuan Damian semenjak bekerja di sini. Untuk membersihkan rumah, itu memang pekerjaannya. Namun, memasak dia sama sekali tidak berani karena dilarang oleh Tuan Damian sendiri.

Naya memanggang roti untuk Damian agar meredahkan amarahnya, lalu berkata, "Aku bangun terlambat pagi ini, jadi nggak sempat masak. Mau makan roti panggang?" tawar Naya mencoba untuk biasa, menyembunyikan ketakutannya.

Damian sadar, ada Aslan yang ada di sampingnya makan dengan lahap. Jikalau dia marah pada Naya hanya karena tidak suka masakan orang lain di depan anaknya, itu akan merubah pikiran Aslan padanya.

"Hmm."

Hanya deheman yang Naya terima, dalam hati, Naya mengucap syukur sebanyak mungkin karena adanya Aslan yang berhasil menyelamatkan dirinya. Jika tidak, entah kata kasar apalagi yang dilontarkan Damian padanya nanti di depan anaknya sendiri.

Selesai sarapan, Damian menyuruh Aslan untuk menunggunya di mobil. Sedangkan Naya sibuk mengurus tas sekolah Aslan dengan mengisi alat tulis yang akan digunakan putranya di sekolah.

"Saya tidak terbiasa makan makanan orang lain, kecuali kamu sama ibu saya. Jadi, sekali pun kamu terlambat masak, saya tetap akan tunggu."

Naya menunduk mendengar suara tegas itu, dia tahu Damian pasti akan menegurnya. Untung saja, kali ini tidak sekasar seperti dulu.

"Aku minta maaf," ucap Naya.

Damian tidak menggubris ucapan Naya, dia memilih meninggalkan kamar menyusul Aslan yang sudah ada di mobil menunggunya.

Naya terdiam sejenak memikirkan hidupnya yang begitu suram setelah bersama Damian, untung saja, Aslan hadir dalam hidupnya membawa tawa yang sempat hilang.

Sudah tujuh tahun, sekaku itu hubungan mereka. Damian saja masih berbicara dengannya menggunakan bahasa formal, kalau pun diajak ke acara koleganya dia hanya bisa disuruh untuk diam.

Pajangan, itu kata yang cocok untuk menggambarkan dirinya di hidup Damian. Tidak ada yang menarik pada rumah tangga mereka, hanya dia sendiri yang menaruh hati pada suaminya itu.

Namun, perasaan itu tiba-tiba mati begitu saja mengingat perlakuan Damian padanya memang sudah buruk. Alhasil, hubungan mereka sedingin es.

Naya bertahan sejauh ini karena dia menghargai orang tua Damian yang benar-benar menyayanginya seperti putri mereka sendiri. Ada orang tuanya juga, yang memilih Damian sebagai suaminya dan ... untuk Aslan.

Ikatan Damian dan Aslan terlalu kuat. Sebagai seorang ayah dan anak, Naya tidak ingin memisahkan keduanya hanya karena keinginannya semata.

Jadilah, dia tetap bertahan sejauh ini untuk mereka. 

Berpura-pura bahagia menikmati pernikahan ini, menyandang status sebagai nyonya Atalaric Damian yang diinginkan banyak wanita di luar sana, dan ibu dari Gunadhya Aslan Damian.

Hidupnya memang terlihat seperti wanita sempurna tetapi, itu hanyalah dimata orang-orang di luar sana. Dia tetaplah, Nayaka Adiningrum, yang menderita selama tujuh tahun bersama Damian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status