Share

-2

Menjadi ibu rumah tangga selama tujuh tahun, lalu merawat Damian dan Aslan sudah menjadi kebiasaan bagi Naya selama ini. Dia sudah merasakan pahit manisnya menghadapi Damian dan juga mengasuh Aslan hingga berumur enam tahun sekarang.

Bukan tidak ingin bekerja, hanya saja, salah satu peraturan Damian adalah tidak menyuruh Naya bekerja. Padahal, saat kuliah dia mengambil jurusan bisnis dan manajemen mengingat perusahaan ayahnya yang menciptakan produk-produk berkualitas di sana.

Namun, dia harus menelan kepahitan karena hidupnya kini telah diatur oleh Damian. Tidak ada baju kerja, mau pun komputer di depan matanya yang sering dia impikan.

Lamunan Naya buyar tatkala ponselnya berbunyi, ada panggilan yang berasal dari ibunya. Sigap, Naya langsung menekan tombol hijau untuk menerima panggilan di layar.

"Halo, Ma."

"Nay, ini Aslan sama mama yah. Axel masih lama pulangnya, kayaknya malam. Jadi ... Aslan bisa kan, nginap di sini sama mama?" 

"Oh iya ma, nggak apa-apa. Nanti aku bawain dia baju ganti yah ke sana."

"Jangan lupa piyamanya, Aslan. Mama udah ngasih tahu ke suami kamu tadi."

"Iya ma, lagian papanya Aslan belum datang juga nih," ucap Naya.

"Oh, kalau gitu sudah dulu yah. Mama mau main sama Aslan."

Naya tertawa senang melihat suara gembira dari mamanya, mungkin itu karena efek baru punya cucu. Belum lagi, orang tua dari Damian. Anak itu, pasti direbutkan oleh Mama dan Papa mertuanya.

Gelar Damian di keluarganya, adalah anak kesayangan. Selain itu, mereka ada empat bersaudara, duanya perempuan dan lainnya laki-laki. Salah satunya, Damian sebagai anak pertama.

Pagar rumah dibuka satpam, mobil Damian masuk menjemput Naya. Setelah itu, Naya langsung masuk menyusun pakaian milik Aslan.

Setelah selesai, Naya memasuki ke mobil Damian dengan lega. Suaminya masih ada di sana, tetap memasang wajah datar, datang dan hanya diam tanpa mengatakan apa-apa.

Untung saja, mamanya tadi menelepon. Jika tidak, keduanya mungkin akan seperti patung menunggu siapa yang akan bicara dahulu.

Mobil berjalan dengan kecepatan maksimal di siang yang terik, untungnya tidak terjadi macet hari ini.

"Pulangnya cepat?" tanya Naya basa-basi.

"Iya."

"Terus jam berapa kita pergi ke acara tunangan koleganya?"

"Calon tunangannya kabur."

Naya sedikit kaget mendengar ucapan Damian, lalu mengingat acara tunangan keduanya. Waktu itu, dia pun ada niatan untuk kabur. Sayangnya, dia terlalu mencintai orang tuanya, hingga harus berakhir dipasangkan cincin oleh Damian sebagai tanda.

"Malam ini kita nginap di rumah mama, ada hal yang ingin saya bahas dengan Axel."

Raut wajah Naya berubah sedikit kesal, andaikan saja dia diberitahu saat di rumah tadi. Pasalnya, dia tidak membawa baju ganti mereka.

Satu lagi, jika Damian bertemu dengan Axel apalagi papanya, mereka bertiga seperti lupa waktu saat bergabung. Meski Naya tahu tiga orang ini gila bekerja, tetap saja harus punya waktu untuk istirahat agar bisa punya stamina.

Papanya sih enak, sakit dirawat oleh mamanya. Damian juga seperti itu, ada dirinya. Lah? Axel kakaknya itu, masih merengek pada mamanya saat sakit karena belum memiliki istri.

Naya juga agak kepo, hal apa yang ingin dibicarakan Damian pada Axel. Naya rasa, jika Axel perempuan, harusnya yang menjadi istri Damian itu Axel saja bukan dia karena kakaknya itu lebih akrab pada Damian daripada dirinya.

Mungkin karena mereka berteman sejak kecil, jadinya terlihat sangat dekat. Dulu, dirinya mana mau berteman pada Damian. Keburu kabur saat Damian mampir ke rumah mereka, waktu itu.

Naya ingat, tatapan mata Damian padanya jelas berbeda dari yang lain. Tajam, bagai pisau yang siap memotongnya kapan pun. Sekarang pun sama, meski mereka sudah menikah.

"Saya lapar." 

Naya menoleh pada sosok yang masih menyetir itu dengan tenang, dia sampai lupa membawa bekal untuk Damian tadi di kantor.

"Nanti sampai ke rumah mama, aku masak," ucap Naya merasa bersalah.

Sampainya di sana, Naya benar-benar memasak untuk Damian hingga membuat Tiara, mamanya geleng-geleng dengan sikap anaknya itu.

"Kamu kenapa? Masak udah kayak mirip orang kesurupan," ucap Tiara setelah usai mengganti seragam Aslan dengan pakaian biasa.

"Papanya Aslan belum makan dari pagi Ma," ucap Naya sembari sibuk mencari bumbu penyedap rasa.

"Hah? Belum? Kenapa, Naya? Bisa-bisanya yah  kamu bikin menantu mama kelaparan, jangan bilang kamu lupa, alasan itu mama udah bosan."

Naya tersenyum kecut mendengar dukungan dari mamanya pada Damian, entah kenapa saat kedatangan Damian, dia seperti menjadi anak tiri di sini. Sedangkan saat di keluarga Damian, dia yang paling dimanja saat di sana.

"Aku bangun telat ma, jadi nggak punya waktu buat masak. Salahin aja dia," ucap Naya kesal.

"Hah? Kenapa mama harus salahin Damian?" tanya Tiara bingung.

"Gara-gara semalam ki-" Naya baru menyadari jika dia sudah hampir keceplosan, karena ekspresinya itu, Tiara sudah bisa menduga apa yang terjadi di antara keduanya.

"Oh, mau buat adik untuk Aslan yah," ungkap Tiara dengan senyum mengembang. Jika bisa tambah cucu, rumah ini pun akan semakin ramai. Jika menunggu Axel saja, giginya rubuh semua baru anak itu akan menikah.

"Adik? Aslan, punya adik yah?" tanya Aslan yang tiba-tiba muncul di dapur.

"Nanti juga bakal punya, sayang. Kamu, mintanya di papa aja nanti," balas Tiara langsung membawa Aslan kabur dari sana sebelum Naya benar-benar ngambek dibuatnya.

Di ruang tamu, Damian asik bermain catur dengan ayah mertuanya. Tiara yang melihat keduanya, ikut gabung bersama Aslan yang berteriak memanggil papanya dengan senang.

"Papa! Aslan datang!"

Damian buru-buru menggendong putranya yang sudah berhamburan ke arahnya dengan sigap, anak itu tertawa dengan aneh saat melihatnya.

"Pa, Om Axel masih di kantor. Aslan nggak bisa diajak main dong, sama tante-tante."

Mario, ayah dari Naya menggelengkan kepalanya dengan sikap Axel yang memacari banyak perempuan, sampai Aslan pun diajaknya menjadi obat nyamuk saat berkencan dengan wanita-wanita di luar sana.

"Berapa pacar, om Axel?" tanya Damian penasaran.

"Nggak bisa ngitung, Aslan. Banyak banget loh," ungkap Aslan dengan jujur.

"Pa, mama bingung sama anakmu yang satu itu. Banyak pacar tapi, nggak niat gitu nikahin salah satu yang terbaik menurut dia."

"Mungkin dia masih betah sendirian ma," ucap Mario.

"Awas aja kalau dia nggak buru-buru nikah. Mama jodohin aja sama anaknya Mita," ujar Tiara menggebu-gebu.

"Sembarang, anak perempuan yang masih SMP itu kamu mau jodohin sama Axel?"

"Loh? Kenapa? Axel nggak terlalu tua amat, lagian Mita yang nyaranin hal ini."

Mario tidak habis pikir dengan istrinya itu, lagian Tiara juga pasti merasa kesal karena tidak ada satu pun perempuan yang dikenalkan Axel untuk mereka.

"Pa, kayaknya mama udah selesai masak deh. Ayok makan," bisik Aslan tepat ditelinga Damian yang sibuk mendengarkan obrolan memanas tentang Axel.

Damian mengangguk dan berpamitan untuk mengisi perutnya yang kosong sejak pagi tadi. "Ma, Pa, ayok makan, kayaknya Naya udah selesai masak," ajak Damian.

"Udah nak, kamu makan dulu gih sana," balas Tiara.

Damian pun langsung pergi dari sana diikuti oleh Aslan, dan benar saja apa kata putranya itu. Naya kini, sedang menyiapkan makanan di atas meja dengan telaten.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status