Pagi-pagi sekali Aletha terbangun dari tidurnya akibat gedoran pada pintu dan suara bibinya yang teriak dengan keras.
Dia melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi dan membasuh mukanya agar tidak terlihat pucat karena semalaman menangis.
Setelahnya dia berjalan ke depan dan membuka pintu, bibi dan pamanya sudah berdiri di depan sana memandang Aletha tak suka.
"Lama sekali membuka pintu, kau membiarkan Bibimu ini kesemutan ya," kata Bibinya kesal, dia berjalan menyelonong masuk dan menyenggol bahu Aletha sampai terdorong ke belakang.
Paman Sam masuk setelah istrinya itu masuk, Aletha menyusul mereka setelah menutup pintu rumah. Dia berjalan ke arah ruang tamu di mana paman dan bibinya berada.
Aletha duduk di hadapan bibinya. "Ada apa Paman dan Bibi pagi pagi ke sini," kata Aletha
"Kau lupa Aletha, rumah ini bukan milikmu lagi, segera bereskan barang-barangmu, karena Pak Rama akan segera ke sini untuk menempati rumah ini," kata Bibinya ketus pada Aletha.
"Bi, aku mohon jangan usir aku dari sini Bi, Aku janji akan melunasi hutang orang tuaku. Tapi beri aku waktu Bi, kalau kalian mengusirku dari sini, aku akan tinggal di mana," ucap Leta menangis dan menjatuhkan dirinya, berlutut pada bibinya.
"Itu bukan urusan kita Aletha. Ros, segera bereskan barang-barang Aletha. Rumah ini harus kosong sebelum jam 8 pagi." kata Pamannya menyuruh istrinya untuk membereskan barang-barang Aletha.
"Paman, Bibi. Aletha mohon, jangan usir Aletha. Rumah ini adalah kenangan satu-satunya dari ayah dan ibu Aletha. Tolong Paman," ucap Aletha lagi gantian berlutut di depan pamannya.
Tapi pamannya tidak memperdulikan hal itu, dia menendang Aletha dan berjalan keluar rumah meninggalkan Aletha sendirian. Bibinya sudah berjalan, menuju kamar Aletha.
Aletha menangis, dia memukul-mukul dadanya yang terasa sakit. Kenapa? Mereka juga keluarga Aletha. Kenapa mereka begitu tega pada Aletha.
Setelah menenangkan dirinya, dia berjalan menuju ke kamarnya. Dia melihat bibinya sudah memasukkan baju-bajunya ke sebuah koper, yang entah itu koper siapa. Aletha yang pasrah pun akhirnya membantu bibinya, memasukkan barang-barang pribadi Leta yang menurutnya penting untuk dibawa. Dia hanya diam dan tak bersuara, begitupun dengan bibinya.
"Segera bersiap-siap, Pak Rama akan segera tiba dibsini," kata bibinya yang telah selesai memasukkan barang-barang Aletha. Dia berjalan keluar meninggalkan Leta sendirian di kamar itu.
Air matanya hampir jatuh, tapi sekuat mungkin dia tahan. Dia mendongakkan kepalanya, dan menghela nafas perlahan. Dia harus kuat.
Akhirnya dia berjalan ke arah kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Satu jam dia baru selesai bersiap-siap, karena dia harus memantapkan hatinya lagi. Setelahnya dia keluar kamar sambil menentang koper dan tas yang berada di gendongannya.
Di depan pintu dia melihat paman dan bibinya yang ternyata masih di sini, memastikan untuk Aletha segera pergi. Aletha hanya tersenyum miris karena hal itu, tanpa sepatah kata pun dia melewati bibi dan pamannya. Dia berjalan gontai ke arah gerbang rumah ini, menarik koper dengan pelan, seperti dirinya yang tak ingin pergi dari sini.
Saat sampai di gerbang, dia menoleh kembali. Melihat rumah yang selama ini membesarkannya. Dia meneteskan air matanya tapi tak sampai menangis histeris. Dalam hatinya dia berjanji, bahwa suatu saat dia akan mengambil kembali rumah ini. Karena dia tidak rela kenangan satu-satunya bersama orang tuanya hilang.
Leta kembali menatap ke depan, dia berjalan ke arah jalan raya. Dia memantapkan hatinya meninggalkan kotanya, dan akan menyusul bibinya Prima (adik dari ibunya) ke kota yang lain.
*Flashback
Aletha tidak bisa tidur, dia terus memikirkan perkataan bibinya tadi. Jika dia meninggalkan rumah ini, kemana dia akan pergi. Sedangkan dia tidak punya uang. Uang hasil bekerjanya bulan kemarin sudah ia gunakan untuk membayar kampusnya. Dia menangis tanpa suara, dia bingung apa yang harus dilakukannya.
Di tengah-tengah heningnya malam ini, handphone Leta bergetar. Di layar hpnya tertulis nama Bibi Prima. Leta pun mengangkat panggilan tersebut.
"Hallo nak, apa kabarmu? Apa kau baik-baik saja? Entah mengapa, bibi ingin mendengar suaramu." suara di seberang sana terdengar sedikit cemas karena Aletha tak kunjung menjawab.
"Leta, hallo.. Aletha"
Tiba-tiba Aletha menangis. "Hiks.. bibi. Tolong Leta bi, Leta tidak tahu harus melakukan apa."
"Ada apa Leta, apa yang terjadi, mengapa kau menangis?" kata suara di seberang telefon.
Leta menghela nafas pelan, dia menghirup udara sebanyak-banyaknya karena dadanya terasa begitu sesak kembali. Setelah mengatur nafasnya, Leta pun mulai menceritakan semuanya.
Mulai dari rumahnya yang dijual tiba-tiba oleh Paman Sam. Dan dia yang harus pergi besok pagi dengan segera. Leta bingung apa yang harus dia lakukan.
"Astaga, kenapa dia menjadi begitu bodoh karena wanita gila itu. Aku benar-benar tak menyangka Sam akan berbuat licik seperti itu. Kau yang sabar ya Leta. Suatu saat mereka akan mendapatkan pembalasannya meskipun bukan darimu," kata Bibi Prima menenangkan Aletha.
"Terimaksih bibi, Leta sudah tenang sekarang, bibi tidak usah khawatir. Mungkin besok Leta akan mencari tempat tinggal baru dan akan menghentikan belajar Leta dulu." ucap Leta.
"Leta, tunggu sebentar dan jangan matikan telfonnya." kata Bi Prima.
"Baik bi," kata Leta.
Sudah hampir 15 menit Leta dengan senantiasa menunggu bibinya. Karena pikir Leta, bibinya masih sibuk dengan pekerjaannya, dia berniat mengakhiri panggilan telfonnya. Tapi sebelum dia memencet tombol merah, dari seberang suara itu terdengar lagi.
"Leta, kau masih mendengarkan bibi?" kata Bibinya.
"Ya bi, Leta masih di sini." jawab Leta
"Syukurlah, bibi punya kabar baik untukmu. Bibi tadi berbicara dengan majikan bibi agar kau bisa bekerja di sini. Dan ternyata tuan mengizinkannya. Kau akan menjadi baby sitter. Leta, daripada kau sendirian di luar sana, lebih baik kau ke sini. Bibi akan menjadi tempatmu pulang seperti kedua orang tuamu," Kata Bibinya.
Leta yang mendengar hal itupun senang, dia bahkan menangis lagi. Dia sangat bersyukur karena masih memiliki bibi yang perduli dengannya.
Setelah memberi alamatnya, Bibi Prima menutup panggilannya. Tak lupa dengan Leta yang terus berucap terimakasih pada bibinya itu.
*Flashback Off
Leta menunggu di pinggir jalan raya, beberapa menit berlalu akhirnya ada bus yang lewat. Aletha pun menghentikan bus tersebut, lalu menaikinya. Dia memandang kota yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Dia pasti akan merindukannya.
20 menit akhirnya bus berhenti di terminal. Leta turun dan mencari bus dengan tujuan kota yang akan didatanginya. Dia berputar-putar ke bis satu ke lain, saat Leta menemukannya dia langsung bergegas untuk naik. Dia memasuki bus tersebut, dan pilihan duduknya jatuh pada 2 kursi di belakang sopir di samping jendela. Saat penumpang sudah terlihat penuh akhirnya bus itupun melaju.
Beberapa jam kemudian bus sampai. Leta diberitahukan kondektur bahwa ini sudah sampai. Leta pun tersenyum dan berterimakasih pada kondektur bus tersebut. Dia turun dari bus, saat sampai di halaman terminal dia melihat-lihat di mana keberadaan taksi. Karena bibinya bilang bahwa dia harus manaiki taksi agar sampai di alamat tersebut.
Dia berjalan berdesak-desakan dengan orang-orang yang ada di terminal itu, tanpa sadar bahwa dompet dan handphonenya telah diambil orang.
Leta berjalan ke arah taksi, dan berbicara pada sopir taksi tersebut sambil memberikannya secarik kertas. Sang sopir pun mengangguk dan mempersilahkan Leta untuk masuk, setelahnya mobil taksi itu pun melaju.
Sudah hampir 1 jam mereka berkendara dan sang sopir tidak menemukan alamat yang Leta tuju, sopir yang merasa kesal karena di permainkan menghentikan mobilnya di depan minimarket dan menyuruh Aletha untuk turun.
"Maaf Nona, apa anda mempermainkan saya dengan alamat palsu, saya sudah capek. Dan tolong cari taksi yang lain saja. Sebelumnya, saya meminta bayarannya terlebih dulu." kata sopir taksi tersebut.
Leta yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum dan mengiyakan. Dia akan menelfon bibinya terlebih dahulu.
Dia keluar dari taksi tersebut dan membuka tasnya. Dia merasa aneh karena setaunya tasnya tadi tertutup. Tapi dia mengabaikannya, dia merogoh tasnya mencari dompetnya. Tapi seketika dia panik karena tidak menemukannya, bahkan handphonenya juga tidak ada.
"Nona, cepatlah sedikit," kata sopir tadi tidak sabaran.
"Maaf pak, tapi dompet saya tidak ada. Sepertinya saya kecopetan," jawab Aletha panik.
"Apa jangan-jangan kau hanya mempermainkanku. Berlagak salah alamat tapi ternyata hanya ingin menumpang saja. Aku tidak mau tau, kau harus segera membayar ini," suara sopir tadi terdengar keras dan menarik perhatian orang yang ada di sekitar mereka.
Terutama seorang pria yang baru saja keluar dari minimarket, dia melihat keributan dan orang-orang yang berkerumun. Sebenarnya dia ingin mengabaikan, tapi karena mobilnya terhalang oleh keramaian tersebut akhirnya pria itu memilih untuk menghampiri keributan tersebut.
"Ada apa ini?" suara pria tersebut seketika membuat orang orang yang berkerumun tadi menoleh ke arahnya.
Tak ayal, Leta juga menoleh ke arah sumber suara tersebut, melihat seorang pria yang menatap tajam pada orang-orang di depannya.
**
SinokMput
*8 tahun kemudian."Papa pulang..."3 anak yang sedang bermain itu menoleh. Melihat papanya yang merentangkan tangan dari arah pintu, membuat Kyra dan juga Reyna berlari ke arah Aksa. 2 gadis kecil beda usia itu memeluk papa mereka dengan erat. Memang, sudah 2 hari mereka tak bertemu karena papanya itu ada bisnis di luar kota.Aksa mengecup pipi Kyra dan Reyna bergantian. Setelahnya, pandangannya beralih pada Raydin yang masih duduk membaca buku. Aksa mendekat ke arah anak lelaki satu-satunya itu."Raydin." panggil Aksa.Anak lelaki itu langsung menoleh dan menatap ke arah papanya. "Ya, Papa.""Kenapa kau tidak memeluk Papa seperti yang lain, kau tidak merindukan Papa?" tanya Aksa."Rindu," ucap Raydin sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi kita sama-sama lelaki ayah, aku tak mau memelukmu."Aksa yang mendengar ini merasa tercengang. Bagaimana bisa anak yang berumur 8 tahun ini berbicara seperti ini? Entah Aksa harus terke
Leta sedang menyirami taman ketika Aksa mendekat. Suaminya itu mengecup wajahnya berkali-kali sebelum pamit pergi ke kantor. Hari demi hari terlewati begitu saja. Kandungan Leta sudah berusia 9 bulan. Kini dirinya sedang menanti kehadiran sang buah hatinya. Tangan Leta yang terbebas dari selang mengelus perutnya dengan lembut, Leta bahkan terdengar bernyanyi di sela-sela kegiatannya itu. "Mama." Kyra berlari menghampirinya, tak ingin membuat anaknya kotor karena sudah rapi, Leta mematikan kran airnya. Dia tersenyum pada putrinya yang memeluk dirinya. "Kakak Kyra berangkat sekolah dulu ya baby twins. Jangan nakal sama mama, dada.." Hanya sebatas itu, dan Kyra kembali berlari menghampiri Rossa yang sudah menunggunya. Leta hanya menatap Kyra dan menggelengkan kepalanya. Dia sangat senang karena Kyra terlihat menyayangi calon adiknya. Akhirnya Leta kembali dengan aktivitasnya lagi. Entah mengapa hari ini Leta sangat bersemangat. Di
"Papa... Kyra ikut..."Niat hati hanya ingin mengajak sang istri, kini Aksa hanya bisa menghembuskan nafas kasar ketika Kyra merengek ingin ikut.Gadis kecil itu tak sengaja memergoki kedua orang tuanya yang bersiap-siap ingin pergi. Tak ingin ditinggalkan, akhirnya dia mengeluarkan jurus merengeknya agar dirinya bisa ikut."Papa."Kyra kembali berucap ketika dirinya tak direspon, gadis kecil itu mendekati Aksa dan menggoyang-goyangkan lengan Aksa. Tatapan matanya yang terlihat sangat imut tak kuasa menahan Aksa. Akhirnya lelaki itu mengangguk dan tersenyum pada putrinya."Yeay...," sorak Kyra senang."Sekarang segera bersiap-siap... Minta kakak Rossa untuk ikut juga ya." pinta Aksa.Kyra langsung melaksanakan perintah papanya. Dia terlihat senang, bahkan saat turun dia terlihat bernyanyi, menirukan lagu anak-anak.Akhirnya, Farrel juga ikut mengantarkan mereka. Itu karena Aksa tak tega jika Rossa harus menemani Kyra send
"Aksa.""Hem." Aksa langsung menoleh ketika Leta memegang pundaknya, wanita itu menatapnya dengan pandangan rumit membuat Aksa menjadi heran."Aku ingin tahu keadaan Zeline." lirih Leta."Sudah kukatakan Leta, jangan ungkit lagi wanita itu. Kenapa kau begitu keras kepala." gerutu Aksa.Leta tampak menghela nafas, susah sekali meminta hal ini pada suaminya. Dia sudah berkali-kali membahas ini, tapi Aksa langsung menghindarinya. Kini Leta tak membiarkan hal itu terjadi, dia mengunci ruang kerja Aksa dan menyembunyikan kuncinya."Aku mohon, ini yang terakhir. Aku ingin melihat keadaannya." kata Leta."Kau terlalu baik Leta, kau bahkan tetap memaafkan wanita itu meskipun kau selalu dibuat menderita olehnya." Aksa tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Baiklah, tapi janji ini yang terakhir. Dan jangan ungkit masalah wanita itu lagi di depanku."Leta tersenyum manis, dia bahkan langsung memutar kursi Aksa ke arahnya. Dengan cepa
WARNING, area dewasa!!! Harap bijak memilah sebuah cerita.Entah mengapa jantung Aksa menjadi berdebar ketika melihat gunung kembar Leta sedikit terbuka. Dia memang sedang membantu Leta melepaskan gaunnya agar dia bisa bisa tertidur nyaman.Tapi sepertinya sekarang dia malah terjebak. Hasratnya tiba-tiba menjadi naik, dan dia tidak tahan. Aksa menggoda Leta, mencoba mengecupi pipi, bibir, leher dan dada atas Leta.Tak ayal karena itu Leta menjadi terusik dari tidurnya. Dia membuka matanya perlahan dan langsung kaget melihat Aksa ada di atas tubuhnya."Aksa, apa yang kau lakukan?""Aku menginginkanmu Leta."Leta tak sempat berucap lagi ketika Aksa dengan cepat membungkam bibirnya. Lelaki itu melumatnya dengan lembut, memberikan permainan yang cukup lama sampai Leta benar- benar terbuai.Tangan Leta langsung merangkul ke leher Aksa, dia memejamkan matanya dan menikmati ciuman Aksa.Aksa yang mendapat respon ini segera menur
Guan itu melekat pas di tubuh Leta. Perutnya yang membuncit tak menghalangi kecantikannya malam ini. Wanita itu bahkan terlihat sangat anggun. Kalung permata yang digunakannya senada dengan anting dan cincin yang terpasang di jari manisnya. Rambutnya dicurly, sebagian dirapikan ke arah belakang. Leta benar-benar cantik malam ini."Kau siap?" Aksa tiba-tiba ada di belakang Leta dan memeluknya. Dia mengecup singkat pipi istrinya dan menatapnya lewat cermin."Aku sedikit gugup." Memang, baru kali ini Leta menghadiri pesta. Dan pesta kali ini bukan sembarang pesta. Aksa membuat perayaan kehamilan Leta yang menginjak 7 bulan. Dia bahkan mengundang seluruh karyawannya untuk hadir, tentunya dengan para kolega bisnisnya juga."Tak apa, aku akan ada di sisimu," ucap Aksa sambil tersenyum.Aksa lalu menggandeng tangan Leta untuk turun ke bawah. Di sana sudah ada Farrel dan Kyra yang menunggu. Sebagian orang bahkan sudah berangkat duluan ke kantor Aksa.