Share

2. Dasar Siput

Penulis: Faver
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-16 17:36:27

Ananta, ialah namanya. Seorang penulis di sebuah perusahaan penerbit. Pagi ini, seperti biasa ia memencet setiap alarm yang dipasangnya sebanyak tiga kali.

"Ananta, ayo bangun! Alarm kamu udah bunyi entah berapa kali. Masih belum bangun juga?" Ibunya masuk ke dalam kamarnya. Menggeser tirai jendela sedikit, supaya cahaya matahari bisa masuk. Menghangatkan kamarnya.

"Iya, ma. Ini aku bangun." Ananta duduk di atas tempat tidurnya. Rambutnya yang lurus sebahu tergerai indah. Tak kusut sama sekali. Keturunan keluarga.

Semua anggota keluarganya termasuk dirinya, mempunyai rambut lurus berwarna hitam legam. Bahkan hanya disapu dengan tangan saja, sudah rapi. Sisir saja tak ada gunanya di rumah mereka.

"Sarapan bentar lagi siap ya! Mama ke dapur dulu."

"Iya."

Berbeda dengan kamar Gracia. Kamarnya Ananta terbilang kecil. Hanya sebuah tempat tidur, lemari baju, meja rias, dan sebuah meja belajar. Namun, jika dibandingkan. Kamar Ananta jauh lebih rapi dan bersih.

Walaupun ya memang, mereka memiliki kesamaan yaitu pemalas. Di kamarnya masih ada beberapa sudut yang bisa menjadi sarang makhluk hidup lainnya. Laba-laba masih saja nakal untuk membuat rumahnya di sudut lemari.

Yang tentu saja akan dibersihkan Ananta setahun sekali. Tepatnya saat pergantian tahun. Jadi, laba-labanya hanya bisa numpang nginap di kamarnya setahun. Kalau mau perpanjang kontrak nginap. Tunggu rasa malasnya memuncak saja.

Setelah ia sudah tersadar dari alam mimpinya. Ia beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan santai ke luar kamar. Mengambil peralatan mandinya. Lalu, merangsek masuk ke dalam kamar mandi. Namun, terkunci dari dalam.

"Papa lagi di dalam. Kamu gosok gigi di bak cuci piring aja ya. Sini, mama udah cuci semua piring. Jadi, udah gak kotor."

Kamar mandi di rumah mereka hanya satu. Jadi harus berbagi. Itulah drama yang terjadi hampir setiap pagi.

"Ok"

Dua puluh menit kemudian, dengan terburu-buru ia memakai baju kerjanya. Sebuah kemeja dengan celana panjang hitamnya. Simpel.

"Ma, nanti sepertinya aku lembur lagi," Ia menyeruput susunya. Susu yang telah dicampur oatmeal. Sedang tangan satunya tidak sabar mengambil roti tawar.

"Sudah beberapa hari ini kamu lembur terus. Apa ada teman lain juga yang lembur? Atau hanya kamu?"

"Yah, gak semua lembur sih. Ada satu dua orang aja. Soalnya kami harus kejar deadline majalah yang harus selesai akhir bulan ini." Ia mengoleskan selai srikaya ke atas rotinya. Memakannya dengan lahap.

"Perlu mama siapin bekal?"

"Gampang itu. Biasa kantor ada kasih cemilan kecil kok. Stok snack di laci kantorku juga masih ada."

"Okelah. Tapi kalau mau makanan. Nanti ibu minta ojek antarin ya!"

"Siap bosku!"

Pukul 07.30, skuter merahnya sudah bergabung ke jalanan utama. Udara di pagi ini terasa sejuk menusuk ke tulang. Habis diguyur hujan semalaman.

Sepanjang perjalanan, nampak beberapa orang mengenakan mantel. Pasti ada daerah yang hujan sekarang, pikirnya.

Ia sampai di kantor sekitar pukul 07.45. Waktu yang aman untuk menaruh jempolnya di mesin absen. Tak perlu antri. Kecuali jika ia sampai pukul 07.55. Sudah pasti antrian panjang akan terjadi. Itulah drama yang sering terjadi di kantornya.

Drama selanjutnya adalah, ia perlu melewati rintangan beberapa orang untuk sampai ke mejanya. Malas jika harus bertegur sapa dengan yang lain. Apalagi jika itu hanya basa-basi, seperti...

"Pagi sekali kamu datang!"

"Hai, pendiam!"

"Projekmu gimana? Belum kelar-kelar?"

Yah, atau mungkin itu bukan basa-basi. Lebih tepatnya teguran mungkin.

Introvert. Mereka tidak tahu saja, ia bisa ekstrovet ke orang yang sudah dikenal. Yah, sudahlah.

Menyapa orang masih tugas ringan baginya. Tetapi, mengobrol yang lama dengan orang adalah beban baginya.

Ia berhasil melewati rintangan karyawan-karyawan lainnya. Akhirnya, ia bisa bernapas lega. Duduk di meja kesayangannya. Membuka lacinya, mengambil tag namanya. Mengalungkannya di leher.

"Ana, revisi lagi ini. Saya udah tambahin beberapa catatan yang bisa kamu pakai. Fokus, An. Tumben kau gak fokus. Biasa pemilihan kata-katamu tuh bagus loh. Sekarang kok nggak. Kalimat kau tuh biasa berdaging. Sekarang malah kopong." tegur Bu Lina, kepala editor.

"Iya bu. Saya revisi lagi ya!"

"Daging loh ingat daging, ya!"

"Iya bu!"

Bu Lina beranjak pergi. Matanya awas memandang kiri kanan. Keluar ruangan. Masuk ke ruang editor. Celingak-celinguk. Lalu, keluar lagi. Menyenderkan tubuhnya ke pintu. Seperti ada yang sedang ditunggu.

Ananta menyenderkan punggungnya ke kursi. Matanya menatap langit-langit. Satu tarikan napasnya dalam-dalam. Dihempaskannya kemudian dengan sangat berat.

Ini sudah revisi ketujuh, ayo semangat Ananta!

Tek..tek..tek

Inspirasi datang. Saat ia mulai mengetik. Fokus diarahkannya ke layar komputer.

Untungnya kali ini revisinya tak banyak.

Tak lama kemudian suara printer terdengar. Yang artinya dua kemungkinan. Artikelnya diterima atau direvisi lagi. Ia membaca kembali, takut-takut ada yang salah eja. Atau tanpa sengaja ia malah terketik bos galak. Bisa ditegur habis-habisan nanti.

Fokusnya terarah, sampai sebuah suara melengking dari Bu Lina terdengar, "Kau telat lagi Gracia!"

***

"Hei, gimana revisi tadi? Aman?" tanya Gracia penuh tahu. Pertanyaannya kurang terdengar jelas. Karena ia baru saja memasukkan segenggam penuh kentang goreng ke mulutnya.

"Untuk sekarang sih masih aman. Nggak tahu deh artikel selanjutnya." Ia menaikkan kedua bahunya. Kembali menyenderkan punggungnya di kursi kantin.

"Kau juga sih..udah tahu Bu Lina gayanya kayak gimana. Masih aja salah."

"Iya-iya. Aku salah. Tapi deadlinenya begitu banyak. Sebentar-bentar artikel tentang binatang, lalu bisnis, kolom opini, artikel kesehatan. Ini otak cuman satu, Gracia!"

"Hahaha. Itu kan udah kerjaan dari beberapa bulan yang lalu juga. Kamunya aja yang siput." Komentarnya tanpa difilter. Orang yang sangat blak-blakan.

Ananta tak banyak berkomentar. Pikirnya memang sepatutnya dirinya dibilang siput. Benar juga apa kata Gracia. Semua artikel itu sudah dicanangkan di program kerja tahunan. Namun, masih saja ia keteteran.

Dasar siput!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Antara Dilema & Cinta   140. Baiklah, Mari Kita Coba Pacaran!

    "Saya mencintai Ananta. Tetapi, saya juga ada etikanya Stanley. Saya tidak akan merebut pacar orang." Nicho melepaskan genggaman eratnya. Menatap Ananta lamat-lamat."Namun, saya bisa pastikan, saya yang akan jadi orang pertama yang akan merebutnya jika kamu menyiakan-nyiakannya,"Nicho berbicara dengan lantang.Dari jauh, Violla mengintip. Ia tak mungkin akan melewatkan kejadian seru ini. Walaupun kehadirannya memang tidak berarti jika dia ada disana.Tentu saja Nicho akan mengusirnya."Apakah aku memang sudah tidak bisa kembali dengan Nicho?"Drrt. Gawainya bergetar."Hallo, baby! Kamu jadi datang ke pestaku?" Seorang pria meneleponnya."Iya. Aku datang." Violla dengan cepat menjawab. "Aku akan mencoba untuk mencintai pria lain. Selamat tinggal Nicho!""Ana, kamu tidak marah sama atasanmu ini? Lancang sekali dia ngomong begitu." cerca Stanley. Ia mendengus. Kakinya menendang sebuah kursi plastik sampa

  • Antara Dilema & Cinta   139. Hanya Sedikit Orang yang Bisa Menemukan Cinta Sejati

    Malam ini angin tak berhembus sama sekali. Walaupun Nicho, Stanley, Ananta, dan Gracia berada di tempat terbuka.Ananta masih menahan marah atas tuduhan Stanley yang tidak jelas. Yah, memang dia juga merasa bersalah. Ia mulai ragu dengan dirinya sendiri. Apakah memang harus putus?Stanley tak terima jika ia yang harus terus mengalah. Apalagi ia butuh dukungan emosi karena masih merintis usahanya. Usaha kedai kopi impiannya. Ia ingin segera mendapatkan uang yang banyak supaya bisa menghalalkan Ananta. Tapi, kenapa semakin hari hubungannya dengan Ananta semakin memburuk?Gracia gemas dengan dirinya sendiri. Kenapa tak seorang pun yang mengerti keadaannya. Semua terasa menjauh dan selalu saja membela Ananta. Padahal bukannya dia korban atas kejahatan Ananta?Nicho tak habis pikir, kenapa masalah simpel yang muncul ini bisa seruwet ini. Dari Gracia dan Ananta yang salah paham. Stanley yang protektif dengan Ananta.Padahal semua itu terjadi hanya karena kurang komunikasi. That's it."Nicho

  • Antara Dilema & Cinta   138. Masih Berani Kamu Menampakkan Diri di Hadapanku?

    Kantor sudah sepi. Ananta melirik jam tangan yang dikenakannya. Pukul 20.31.Sepanjang jalan ia hanya menemui rumput hijau taman kantor dan lampu kantor di sisi taman."Sepertinya aku tunggu di pos satpam saja." gumamnya.Ia merapatkan jaket yang ia kenakan. Menuju pos satpam yang hanya memerlukan sekitar sepuluh langkah.Sesampainya ia disana, ia tak menemukan seorang pun."Televisi masih nyala. Lampu di pos juga masih nyala. Kemana Bapak satpamnya? Apa mungkin pratoli?"Ananta adalah tipe orang yang positif. Bahkan dalam hal ini saja ia tidak berpikir negatif mengenai keberadaan satpam ada dimana.Ia tak ambil pusing. Menarik salah satu kursi bakso disana dan duduk."Apa Pak Nicho masih lama?" gumamnya."Ananta!" panggil seseorang dari belakang."Stanley? Kenapa kamu selalu muncul tiba-tiba?" Ia menoleh ke belakang. "Dan kamu mengagetkanku,""Yah, tentu saja bisa. Karena pesanku dari tadi saja belum dibaca. Kalau kamu nggak di hotel, yah pasti di kantor," lanjutnya sambil mengambil

  • Antara Dilema & Cinta   137. Kenapa Aku Selalu Kalah Debat darinya?

    Nicho kembali ke meja kerjanya. Setelah minum segelas air gula, ia merasa kondisinya mulai pulih kembali.Dengan langkah yang masih terasa berat dan kepalanya masih terasa sakit, ia bergerak. Berjalan beberapa sentimeter dan duduk dengan mantap di kursi kerjanya.Matanya langsung menangkap benda kecil berwarna merah yang diletakkan di atas laptopnya. Sebuah flashdisk."Ini bukannya flashdisk yang kupinjamkan kepada Ana? Apakah pekerjaannya sudah selesai?"Nicho membuka laptopnya dan memeriksa data yang berada di dalam flashdisk.Ia membaca dengan seksama setiap kata. Setiap kalimat. Setiap paragraf. Matanya berbinar.Ia menegakkan badannya."Ini baru naskah yang ingin kubaca. Tidak salah jika Ananta bisa dijadikan calon kepala divisi penulis. Tetapi sepertinya aku harus mempertimbangkannya lagi. Hubungan dia dan Gracia telah usai. Hal ini pasti akan menjadi hambatan dalam kinerja kerja. Apalagi gosip tidak sedap yang ter

  • Antara Dilema & Cinta   136. Aku tidak perlu Memberitahumu, Karena Tidak Ada Untungnya Bagiku

    "Aku tanya dan kalian malah bengong disini. Nicho yang kalian maksud itu Nicholas Alexus bukan?" Violla bertanya memastikan. Kini ia menggebu-gebu. Ia harus segera tahu jawabannya.Kali ini siapa lagi yang bisa ambil hati selain Gracia. Tetapi itu nggak mungkin. Jika iya, apakah wanita itu lebih baik daripada Violla?"Kamu seharusnya jawab dulu pertanyaanku," Stanley nggak mau kalah. Jika ia harus menjawab, setidaknya lawan bicaranya dulu yang harus menjawab. Itu yang namanya baru adil."Aku rasa, pertanyaanmu tidak penting. Aku itu punya kaki dan punya uang. Aku bisa kemana aja yang aku mau. Bahkan kalian bisa disini saja, aku tidak perlu harus bertanya panjang lebar, kenapa kalian ada di Jakarta,""Kamu membuntutiku ya? Dan kenapa kamu bisa kenal sama Nicho?" Stanley bertanya lagi. Otaknya kini haus akan jawaban."Jangan menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan yang tidak penting," geramnya.Ia menggeser pandangannya ke arah Gra

  • Antara Dilema & Cinta   135. Masih Gracia & Nicho Kecil part 3

    "Ini soal apaan sih? Matematika kok malah buat kepala jadi mumet. Nah gini nih, catatan diajarin gimana. Tugasnya kayak gimana. Ini sih Nicho harus kesini. Nggak mau tahu. Masa dia bisa tidur nyenyak dan aku begadang kayak gini,"Eric beranjak duduk ke tempat tidurnya. Duduk disana dan menyentuh layar gawainya. Mencari kontak Nicho."Apaan?" Nicho menjawab dari seberang."Eh, orang kalau angkat telepon itu bilang hallo. Bukan apaan?""Itu untuk orang lain bukan untukmu. Karena kalau kau telepon malam-malam pasti ada maunya,""Tahu aja,""Iya, adanya tahu aja, tempe lagi habis,""Sekarang ke rumah aku!""Nggak,""Cepat banget jawabnya. Sat set tanpa mikir. Mikir dulu kek. Yakin? Nggak mau pikir dua kali?""Kenapa harus pikir 2 kali?""Gracia belum tidur loh!"Nicho tersontak. Yang tadi posisi tidur di atas ranjangnya. Ia bangkit duduk."Lalu, apa. Kenapa. Apa hubungann

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status