Share

Antara Langit, Awan dan Udara
Antara Langit, Awan dan Udara
Penulis: Yuzee Nadnad

PERTEMUAN DENGANNYA

Seperti pagi-pagi lainnya, aku terbangun tepat pada pukul 5 pagi. Membuka jendela kamar, lalu segera melakukan semua kewajibanku.

Namaku Langit, Langit Bumantara. Yang berarti angin di langit yang luas. Aku tak mengerti, mengapa orang tuaku memberi aku nama itu. Tapi yang jelas aku suka dengan nama itu.

Aku di lahirkan di tengah-tengah keluarga yang cukup berada. Mempunyai seorang kakak dan adik perempuan. Aku adalah anak lelaki satu-satunya. Jadi secara tidak langsung aku adalah anak yang paling di harapkan menjadi penerus keluarga ini.

Kakakku hanya berbeda umur setahun denganku. Bernama Hana Rasina dan adikku yang berjarak lumayan jauh dariku dan kak Hana. Jarak kami berdua sekitar 7 tahun. Dia bernama Raline Sahila. Aku dan adikku tak cukup dekat. Karena jarak umur tadi.

Setelah mandi dan mengenakan seragam sekolah, aku bergegas turun ke bawah untuk sarapan bersama keluargaku di lantai bawah.

Papaku yang bekerja sebagai pemilik perusahaan kecil yang bergerak di bidang Cargo atau pengiriman barang melalu darat, adalah orang yang lumayan tegas di dalam rumah ini. Itu sebabnya, tak satupun dari kami bisa bermalas-malasan di pagi hari. Papaku bernama Bima Prayoga, anak tertua dari keluarga Prayoga kakekku. Dia tak menyematkan nama keluarga itu ke dalam namaku. Aku juga tak tau apa sebabnya.

Sementara Mama, bekerja sebagai guru SD di salah satu Sekolah swasta di kota ini. Dia orang yang lembut dalam segala hal. Sesuai dengan namanya, Kireina Yuanita. Kirei itu berarti indah, di ambil dari bahasa Jepang, karena kakek dari Mama masih keturunan Jepang.

Mama selalu membuatkan kami sarapan yang enak setiap paginya. Bahkan kadang membekali kami makan siang. Tapi lebih sering aku menolaknya, karena aku lebih suka makan siang di kantin bersama teman-temanku.

Sejak duduk di bangku SMA beberapa bulan lalu, aku mengganti kebiasaan membawa bekal dari Mama. Aku tak ingin di juluki “anak Mama” oleh teman-temanku. Aku juga mulai merubah penampilan dari yang awalnya terkesan cupu, kini perlahan berubah menjadi agak keren. Ya, aku tidak cukup pede untuk menyebut diriku ini keren sebenarnya.

“Udah? Yuk?” Tanya kak Hana padaku yang tengah meneguk jus jeruk.

Kebetulan kami bersekolah di tempat yang sama. Jadi kami kadang berangkat bersama, kadang juga tidak. Karena kak Hana lebih sering di jemput oleh temannya.

“Hari ini lu berangkat sama gue?” Tanyaku.

“Iya, temen gue lagi ngga masuk. Sakit.” Jawabnya sembari meraih tas sandangnya di sisi kursi.

Aku meneguk tetesan terakhir dari jus jeruk milikku. Lalu bergegas menyusulnya. Dia menungguku di halaman, tepatnya di ayunan. Sementara aku masih memanaskan mesin mobil di garasi. Masih setengah 7 pagi. Kami masih punya banyak waktu.

*****

“Lu jadi ikut band-nya si Rey?” Tanya kak Hana di sela-sela perjalanan kami.

Dua hari lalu, seseorang bernama Rey mengajakku bergabung ke dalam band miliknya. Rey adalah seorang vokalis, aku belum cukup mengenal dia sebenarnya. Yang aku tau, dia anak kelas dua. Tak tau tepatnya di dua berapa. Karena waktu itu dia tiba-tiba datang bersama temannya, lalu mengajakku bergabung dengan band miliknya.

“Belum tau, gue kan Cuma bisa main gitar kak, dia butuhnya bassist.” Jawabku.

“Ngga ada salahnya di coba, bisa sambil belajar juga kan?” Dia memberiku saran.

“Iya, ntar gue cari tau. Dimana ada kursus untuk main bass. Gue mau belajar dulu lah. Seengganya gue tau dasar-dasarnya.”

“Ide bagus.” Ucap kakakku lugas.

Begitulah kami berdua, selalu mendukung satu sama lain. Walau kami tak terlihat seperti adik kakak kandung, karena perbedaan wajah yang sangat signifikan, tapi kami berdua sangat dekat.

Kami tiba di sekolah, kak Hana turun dari mobil lebih dulu di depan lapangan basket, sementara aku memarkirkan mobil sendirian. Di sekolah kami seperti sedikit menjaga jarak. Aku tak tau kenapa kak Hana bersikap seperti itu. Dia tak pernah mau memberi tahu apa alasannya.

Selesai memakirkan mobil, aku melangkah pelan, menyusuri koridor. Sesekali menatap kelas-kelas yang masih sepi, karena belum banyak murid yang datang. Melirik sekilas ke kelas kak Hana. Lalu buru-buru membuang muka saat kak Hana mendapatimu sedang melirik kelasnya.

“Lang! Langit!” Suara itu terdengar dari balik punggungku, aku menoleh pelan. Ternyata dia Rey.

Ku lirik nametag di bajunya. Ternyata nama panjangnya Reymond Hardadi. Cowok bertubuh lebih pendek dariku. Berkulit gelap dengan potongan rambut nyaris botak. Suaranya serak, tapi sangat enak di dengar. Gaya bicaranya sopan. Itulah kesan pertama yang ku dapat darinya kemarin.

“Rey?” Sapaku.

“Gimana? Mau kan?” Dia ternyata ingin memastikan tawarannya kemarin.

“Mau, tapi gue belajar dulu boleh ngga? Gue ngga punya basic soal bass.” Jawabku tak enak hati.

“Oh, boleh banget. Ntar balik sekolah gue anter ke tempat les bass yang bagus deh! Gimana?” Dia merangkul ku dengan susah payah, karena tinggi badannya yang cukup beda jauh dariku.

“O-oke!” Jawabku segan.

“Oke! Kalo gitu, sampe ketemu pulang sekolah ya?” Dia menepuk pundakku. Lalu berlalu begitu saja.

******

Pukul 1 siang. Kak Hana memberi kabar padaku akan pulang bersama temannya yang lain. Aku menunggu Rey di parkiran, katanya dia akan menyusulku kemari. Kira-kira sepuluh menit kemudian, Rey muncul dari dalam gedung sekolah. Setengah berlari menghampiriku.

“Lang, sorry banget yah, gue ngga bisa nganter elu. Tiba-tiba temen-temen ngajak tanding bola nih. Lu mau ngga kesana sendiri? Gue kasih alamatnya.” Ucapnya dengan wajah tak enak hati.

“Oh, ngga apa-apa, santai aja Rey. Alamatnya kirim aja ke nomer gue yah? Lu punya kan?”

“Belum sih, nih tolong!” Dia menyerahkan ponsel miliknya padaku. Aku langsung mengetik nomer ponselku ke dalam ponsel miliknya.

“Nih. Ntar kirim aja yah, biar gue sendiri aja kesana.” Rey mengangguk. “Oke, kalo gitu gue balik deh ya?” Aku pamit.

“Oke! Hati-hati Lang!” Dia melambai padaku.

*****

Pukul 3 sore. Aku sedang siap-siap ingin berangkat ke alamat yang di berikan Rey. Kaos putih dengan jeans agak belel, lalu flanel biru untuk luaran. Aku bercermin sekali lagi.

“Begini kah gaya anak band?” Gumamku pada diri sendiri. “Ah, sudahlah!” Aku meraih tas ranselku. Lalu turun ke bawah.

Aku berangkat dengan motor, karena sendirian. Kata Rey, aku harus ke studio musik bernama Memory. Disana di buka kursus bass, gurunya kompeten karena lulusan dari sekolah musik Farabi.

Setengah jam perjalan, aku akhirnya tiba di studio musik yang di maksud. Celingak-celinguk, aku bingung ingin bertanya pada siapa. Karena tempat ini sangat sepi. Lamat-lamat aku mendengar suara seseorang di dalam sebuah ruangan. Aku mengintip ruangan itu. Terlihat seorang cewek sedang berbicara di telepon.

Aku akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi yang memang berada di depan ruangan itu. Aku duduk diam disana, dengan maksud menunggu hingga cewek di dalam tadi selesai menelepon. Lalu rencanaku, aku akan bertanya padanya soal studio ini.

“Hai! Cari siapa ya?” Suara itu mengagetkanku. Suara yang terdengar sangat ceria.

Cewek barusan mengeluarkan kepalanya dari balik palang pintu. Ya, hanya kepalanya. Rambutnya yang hitam terurai begitu saja. Mata bulat dengan iris berwarna hitam legam mirip tokoh-tokoh anime. Senyum lebar tapi sangat manis, dia menyapaku dengan ramahnya. Sampai-sampai aku tak mampu menjawab pertanyaannya barusan.

“Hallo!” akhirnya dia keluar dari ruangan itu, menghampiriku yang duduk sendirian tanpa kata. “Cari siapa?” Tanyanya lagi, masih dengan senyum manis itu.

Kini jelas sekali. Gadis ini sangat indah. Rambut hitam legam, dengan kulit yang tidak putih, tapi juga tidak gelap. Wajah chubby yang lucu, ada lesung pipi yang sangat lucu di sudut pipinya.

“Hei!” Dia menyadarkanku.

“Eh! Ya! Aku mau ikut kursus musik, katanya disini bisa belajar main bass, bisa daftar kemana ya?” Akhirnya aku mampu menjawab pertanyaan darinya.

“Oh! Mau kursus bass? Gurunya bentar lagi baru dateng, telat sejam. By the way, gue juga kursus bass disini. Kenalin nama gue Sky! Sky Evelyn!” Dia mengulurkan tangannya padaku.

Terdiam beberapa detik atas tindakannya. Tapi akhirnya aku membalas uluran tangan itu.

“Gue Langit, Langit Bumantara.” Kataku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
kurniamamang
Wah, I'm so excited for the next chapter!! Do you have any social media for your books I could follow?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status