Share

GELISAH

Aku tak bisa berhenti memikirkan Sky di luar sana, bertemu dengan kekasihnya. Membayangkan mereka berdua bersenda gurau saja, kepala ini rasanya ingin meledak. Raga ini disini, memeluk bass dan membetotnya dengan sekuat tenaga, tapi perasaan ini terus terbang entah kemana-mana.

Terlintas di benakku, senyum Sky saat sedang berbicara, lalu pikiran ini berselancar hingga ke arah jurang kotor yang tak semestinya. Mereka melakukan hal di luar kendali. Hingga pada akhirnya, aku mulai tak berkonsentrasi dengan permainan bass ini.

Lang!” Bentak Rey.

Sorry ...,” ucapku.

Iya, ngga apa-apa. Kita maklum kalau lu masih banyak salah. Tapi kayanya lu ngga konsen. Lagi mikirin apa sih?” tanya Rey lagi dengan wajah penasarannya.

Ngga, ngga! Lagi ngga mikirin apa-apa koq. Gue belum terbiasa aja sama senar bass. Lebih gede-gede dari senar gitar soalnya.” Aku berbohong, lalu segera melepas bass yang aku pakai daritadi. “Sisa lima menit lagi kan waktu latihan kita? Udahan dulu aja gimana? Daripada maksain terus, tapi guenya ngga konsen, mending udahan aja. Besok kalau emang mau latihan lagi, ngga apa-apa deh.”

Jujur, sebenarnya aku ingin segera pulang ke rumah demi menenangkan diri. Dalam keadaan perasaan seperti ini, rasanya kamar adalah tempat terbaik. Sekedar mendengarkan musik lewat headphone lalu berbaring di atas kasur, itu adalah cara yang ampuh untuk sekedar mengembalikan mood atau mengembalikan pikiran positifku.

Oke! Besok kita latihan di jam segini aja lagi yah?” Rangga meletakkan gitarnya ke stand. Lalu berjalan menghampiriku.

Ini kali pertama aku bertemu dalam waktu yang agak lama. Sebelumnya kami hanya sekedar berpapasan di koridor sekolah. Dia terlihat lebih ramah dari saat-saat sebelumnya, setelah kini dia tepat berdiri di sampingku, dia lalu merngkulku bahuku erat. Lalu berbisik.

Kejar bro ..., jangan sampai lepas.”

Aku sontak menatapnya, dia malah tersenyum sambil melepas rangkulannya. Ternyata gelagatku begitu ketara, sehingga dia mampu menebak kegelisahan ini.

Mau nongkrong dulu ngga nih?” tanya Rey.

Sorry, gue skip dulu ya? Ada urusan, kudu buru-buru pulang.” Aku langsung merapikan ranselku yang tergeletak di karpet studio.

Titi DJ Lang!” Rangga melambai padaku sembari memberikan senyuman meledek. Aku menimpuknya dengan ransel yang masih aku pegang.

Gue balik yah?” Kataku seraya meninggalkan mereka.

*****

Lagu milik Band MCR(My Chemical Romance) serasa menggema di kepalaku. Pintu kamar sudah ku tutup rapat-rapat, agar siapapun tak bisa masuk mengganggu. Sekali lagi ku lirik angka yang menunjukan jam setengah enam sore di layar ponsel. Sebentar lagi Maghrib, harusnya dia sudah berada di rumah sekarang.

Perlahan aku mengecilkan volume lagu yang sedang mengalun kencang ini. Lalu melepas headphone dan meletakkannya di atas kasur. Bangkit dan terdiam, memandang nanar ke arah pintu kamar. Aku ingin turun sekarang, mengambil telepon tanpa kabel yang biasa. Membawanya ke dalam kamar, lalu segera menelpon Sky.

Segera aku membuka pintu kamar, lalu turun ke bawah. Ku dapati kak Hana sedang memakai telepon itu. Sedikit kecewa, tapi aku memutuskan ke kamar mandi lalu berwudu. Adzan magrib hampir berkumandang sesaat lagi. Ada baiknya jika aku menunggu di Mushalla rumah ini.

Tumben banget udah duluan disini!”

Suara itu mengagetkanku, entah sejak kapan kak Hana berada di syaf belakang, lengkap dengan mukena berwarna pinknya. Aku tak menanggapi sindiran darinya. Kembali fokus pada ponsel yang memang daritadi aku tatap.

Tak berapa lama kemudaian adzan berkumandang, seluruh anggota keluarga ini berkumpul semuanya disini, menunaikan kewajiban, lalu kembali ke kegiatan masing-masing. Termasuk aku, yang buru-buru membawa telepon nirkabel itu ke dalam kamar.

Nada sambung ini terdengar begitu datar saat ini. Sky masih belum mengangkat ponselnya. Aku mencoba positf thinking, barangkali dia sedang shalat juga sekarang. Ku letakkan telepon itu di atas meja belajar, lalu beralih ke ponsel di atas kasur. Ku putuskan untuk mengirim chat saja.

[lu udah di rumah?]

ketikku.

Tiga menit berlalu, dia belum membalas chat dariku. Perasaanku mulai tak karuan. Bahkan aku tak bisa berkonsentrasi saat ingin mengulang pelajaran dari sekolah. Sudah setengah jam berlalu, dia masih belum membalas chat itu.

DOK! DOK! DOK!

Seseorang mengetuk pintu kamar, aku tak menggubrisnya.

Lang, Mama suruh makan dulu tuh, biar Mama ngga dua kali ngeberesin meja,” suara kak Hana.

Iya!” Aku bangkit, lalu membuka pintu. “Lima menit lagi gue turun.”

Oke!” Dia berlalu.

Aku kembali menutup pintu, lalu meraih telepon nirkabel yang tergeletak, menekan tombol redial. Mencoba meneleponnya sekali lagi. Masih tak ada jawaban. Aku menyerah akhirnya, turun ke bawah menjadi solusi paling tepat saat ini.

*****


Lang! Ntar jam tiga ya!” Rey merangkulku saat aku sedang tak fokus berjalan sendirian di koridor.

Hah?” aku tetap tak fokus walau di berhasil mengagetkanku. “Heeh ...”

Rey berlalu sembari menyapa temannya yang lain. Sementara aku masih tetap sibuk dengan pikiranku yang tak karuan.

SEMUA SISWA DAN SISWI DI HARAP BERKUMPUL DI LAPANGAN UPACARA!

Himbauan itu terdengar dari pengeras suara. Aku mempercepat langkah menuju kelas, meletakkan ransel di atas meja, lalu bergegas menuju lapangan. Beberapa anak terlihat berlari, ada yang saling merangkul dan bersenda gurau. Semetara aku masih terpaku pada pikiranku tentang Sky.

Weits! Yang kemaren pacaran sampe malem!” suara itu terdengar dari balik punggungku. Sontak aku menoleh.

Tiga orang kakak kelas yang salah satunya aku tau tapi tak kenal. Ya, dia Kaze. Wajahnya tampak sumringah mendengar ocehan temannya barusan. Jelas merka sedang membahas Sky saat ini. Mereka bertiga menyalip langkahku. Dadaku mendadak penuh sesak.

Dapet? Dapet ngga?” Masih keluar dari mulut orang yang sama, salah satu temannya yang daritadi merangkulnya.

Ntah apa yang mereka bahas, tapi pikiranku jelas makin kacau sekarang.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status