Share

TINDAKAN TAK RASIONAL

“Gue Langit, Langit Bumantara.” Kataku.

“Wah! Aku langit, kamu langit. Kebetulan banget yah?” Serunya.

“Eh, Iya!” Ucapku canggung. Tapi dia malah tiba-tiba langsung duduk di sampingku.

Aku menatapnya canggung. Lalu saat dia balas menatap, aku langsung tertunduk lesu.

“Disini ngga pake formulir pendaftaran segala. Langsung ketemu sama gurunya yang keren. Udah deh, langsung belajar. Soal pembayaran, ngga ribet. Cuma seikhlasnya kita aja. Ngga di patokin.” Dia terus berceloteh dengan santai.

Aku masih berusaha santai juga. Sesekali meliriknya, yang berbicara sambil melihat ke arahku.

“Tapi lu bisa main gitar kan?” Tanyanya lagi.

“Bisa,” Jawabku singkat.

“Punya band?”

“Belum, ini baru di ajakin. Makanya mau belajar dulu.” Aku mulai nyaman dengan gadis bawel ini.

“Lu sekolah dimana?”

“Hah? Oh, SMA Persada 5. Kamu?” Aku mulai bisa balas menatapnya.

“Wah! Sekolah paling favorit, gue langsung minder. Gue di SMA Mutiara. Sekolah paling buangan di kota ini.” Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Ah, semua sekolah sama aja. Ngga ada yang istimewa. Cuma oknum aja yang selalu mengkotak-kotakan. Seolah-olah yang ini istimewa, yang lainnya biasa. Padahal ya ngga seperti itu.”

“Tapi kenapa kalau ada lomba ini itu. Persada selalu jaid juara? Berarti kan emang disana pusatnya orang-orang kompeten.”

“Itu, karena dari awal, murid-muridnya sudah termindset kalau mereka ga perlu belajar yang keras lah, karena sekolah kita kan biasa aja. Coba kalau dari awal mikirnya ngga seperti itu. Otomatis, ngga ada tuh yang namanya sekolah ini lebih keren, sekolah itu jelek. Iya ngga?” Sekarang malah aku yang jadinya banyak mengoceh.

“Bener juga sih. By the way, lu kelas berapa?”

“Kelas Satu.” Jawabku sambil meliriknya.

“Hah! Lu manggil gue kakak dong?” Dia terkekeh.

“Kudu emang? Lu kelas berapa sih?” Tanyaku sambil agak meledeknya.

“Dua!” Serunya.

“Ya, ampun! Cuma beda setahun doank. Ogah ah manggil lu kakak.” Aku tertawa meledeknya.

“Dih! Ngga sopan!” Dia menyenggol bahuku pelan.

“Bodo!” Aku membalas senggolannya.

Ini pertemuan pertama kami. Tapi kenapa bisa langsung senyaman ini. Jujur, aku bukan tipe orang yang gampang akrab dengan siapapun. Bahkan teman-teman sekelas saja, tak banyak ngobrol denganku. Tapi kenapa dengan dia aku bisa senyaman ini?.

“Sky!” Sapa seseorang.

Seseorang yang berjalan dari arah parkiran. Seorang laki-laki dewasa dengan tubuh tinggi semampai, berambut gondrong berwarna coklat gelap. Dengan wajah yang nyaris terlihat seperti bule atau sedikit arabian. Yang jelas dia sangat tampan. Iris matanya berwarna coklat terang. Siapa dia? Melangkah menghampiri kami dengan tersenyum, tapi matanya menatap langsung ke arah Sky.

“Kak Andri, udah dateng?” Sky langsung bangkit menghampirinya.

“Maaf lama yah?” Ucap sosok tampan itu. “Ini siapa? Koq beda lagi yang nganter kamu?” sambungnya.

“Hah? Bukan! Aku berangkat sendiri koq kak. Ini Langit, katanya dia mau kursus bass juga.” Sky memperkenalkan aku pada laki-laki yang sekarang tengah berdiri di sampingnya. Sementara aku masih bingung dia ini siapa.

“Oh, mau kursus juga. Kalau gitu, ayo deh! Bareng aja sama Sky.” Kata orang ini sembari melangkah meninggalkan kami.

“Itu kak Andri. Yang bakal ngajarin kita. Dia ngambil bass dulu ke dalem.” Jelas Sky.

“Oh, dia yang ngajar? Keren yah? Belum main bass aja udah berasa banget Vibe pemusiknya.” Kataku kagum.

“Ganteng yah?” gumam Sky. Aku reflek memandangnya heran. Mata Sky tampak berbinar. Berbeda dari sebelumnya.

“Dih! Lu belajar bass beneran mau belajar apa karena gurunya ganteng?” Kataku reflek.

“Ih! Ngga gitu!” Dia memukulku pelan. Aku tertawa geli.

*****

“Oke, cukup ya hari ini? Kita ketemu dua hari lagi.” Ucap kak Andri mengakhiri sesi belajar kami hari ini.

Aku masih mencatat not-not balok yang di ada di papan tulis. Ini pertama kalinya aku belajar membaca not.

“Sky? Langit? Kalian ini punya nama yang mirip yah?” Kata kak Andri sembari merapikan jack bass.

“Iya kan kak? Aku tadi juga kaget.” Sambung Sky.

“Cocok jadi couple!” Canda kak Andri.

“Eh! Ngga gitu konsepnya kak!” Seru Sky, aku meliriknya, wajahnya bersemu merah.

“Eh, iya yah? Kan Sky punya pacar yah?”

DEG!

Tiba-tiba jantungku serasa berhenti berdetak mendengar ucapan kak Andri. Sontak aku menatap ke arah Sky. Dia punya pacar?

“Ih kak Andri! Kudu banget di bahas?” Dia mengeluh manja.

Aku masih tak percaya akan pendengaranku. Padahal ya rasanya wajar, jika seusia kami sudah mulai berpacaran. Jadi apa yang salah? Jika Sky ternyata juga sudah memiliki pacar. Aku saja yang terlalu berlebihan sepertinya.

“Oke! Oke! Ya, udah. Kakak keluar duluan yah? Kalian selesaikan catatannya. Jangan lupa, di rumah di ulang-ulang. Di hapalin.” Ucap kak Andri seraya meninggalkan kami di studio berduaan.

Suasana rasanya langsung berubah canggung. Hanya terjadi padaku, tidak berlaku untuk Sky. Karena dia terlihat nyaman-nyaman saja.

“Lu pulang sama siapa?”

Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku tanpa ku minta. Apa yang aku lakukan?

“Hah? Gue bawa motor.” Jawabnya, sambil menoleh. Tersenyum dengan manisnya.

Ntah yang ke berapa kalinya ini, hatiku terasa meleleh setiap kali melihat senyum itu terukir dari wajahnya. Tak hanya bibirnya yang tersenyum, matanya juga ikut tersenyum.

“Oh, bawa motor.” Aku mengangguk, tapi kecewa.

Hah? Kecewa? Perasaan macam apa ini? Otakku menyangkal hal ini. Tapi perasaanku bertindak seenaknya.

“Mau pulang bareng? Tapi gue ngga langsung pulang sih. Mau singgah ke rumah temen. Paling magrib baru pulang.” Katanya enteng. Tapi berhasil membuat perasaanku tak karuan.

“Eh, ngga. Ini.” Aku memberi ponselku padanya. Lagi-lagi bertindak sesuai hati. Padahal otakku terus tak terima. “Nomer lu?” Kataku.

“Hmm? Oke!” Dia meraih ponselku. Lalu segera menuliskan nomernya disana. “Nih!” dia mengembalikannya.

Terlihat di layar, dia menuliskan nicknamenya dengan nama “Cute Sky.” Aku sontak tersenyum. Aku tak membantahnya, karena kenyataannya memang dia sangat cute.

“Dua hari lagi kita kesini lagi kan? Mau bareng?” Rasanya aku ingin menampar mulut ini. Karena telah mengeluarkan pertanyaan itu.

“Hah? Bareng? Boleh.” Jawabnya tetap dengan senyum itu. “Ntar kabarin aja yah? Gue kasih alamatnya.” Sambungnya. “Gue duluan yah? Udah janjian sama temen soalnya.”

“Hah? O-oke!” Rasanya aku ingin sekali menahannya. Ingin lebih lama lagi punya waktu bersaama dengannya. “Nanti aku chat.”

“Oke! I’m waiting!” Serunya, seraya meninggalkanku sendirian di dalam studio.

Saat dia pergi, seketika udara di sekelilingku berubah suram. Sekali lagi aku menatap layar ponselku. Ini pertama kalinya aku menyimpan nomer seorang cewek. Kecuali kakak dan teman-teman sekelasku.

Aku membereskan bukuku, memasukkannya ke dalam ransel. Ada yang aneh denganku saat ini. Wajahku tidak bisa berhenti tersenyum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status