Share

Bagian 3

Penulis: Zizizaq
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-28 23:42:34

Sepanjang acara makan malam, Celin tidak pernah melirik ke arah Evan, tapi Evan terus memperhatikannya, bukan karena tiba-tiba tertarik setelah melihat penampilannya yang berbeda barusan, tapi ia sedang memikirkan cara untuk mengajak Celin berbicara. Di tengah jamuan makan, Celin izin ke toilet, kebetulan ia juga sudah selesai, ia benar-benar tidak bisa bernafas dengan benar di ruangan itu apalagi kehadiran Evan begitu mengganggunya.

Begitu Celin keluar, Evan langsung menarik tangannya, dan membawanya ke tempat sepi.

"Pak Evan?" Celin sedikit kaget.

"Kenapa kau memanggilku seperti itu?" protes Evan.

"Karena kita sedang di luar dan tidak ada yang tau kalau aku istrimu, akan sangat terdengar tidak sopan kalau mereka mendengarku memanggilmu hanya nama," jelas Celin.

"Santai saja, kau boleh memanggilku dengan nyaman,"

"Baik, Pak!"

"Masih?"

"Karena dengan begitu aku baru merasa nyaman,"

"Terserah kau saja," Evan menyerah, lagi pula bukan itu tujuannya.

"Pulanglah!" Pinta Evan dengan suara dingin.

"Tidak mau, bukannya sudah ada Jeni?" Celin berterus terang, Evan sedikit canggung.

"Dia tidak bisa menggantikanmu, karena itu kau harus mendengarkankan dulu penjelasanku," ucap Evan.

"Aku yang tidak bisa menggantikannya, bukannya dia yang ada di dalam sini?" Celin menunjuk dada Evan.

"Maaf tentang itu, tapi aku akan berusaha," Evan hanya bisa jujur, ia memang masih sangat mencintai Jeni, ia masih hidup walaupun sangat tidak sehat.

"Kamu tidak perlu menjelaskan, kau semakin membuatku merasa lebih buruk lagi," Celin membuang muka.

"Terus sekarang bagaimana? Apakah sebaiknya kita bercerai saja," Meski Celin berusaha santai, suaranya masih terdengar bergetar, jelas hatinya sakit mengatakan itu, ia yang selalu tergila-gila pada Evan semasa kuliah, ia yang selalu aktif mendekati Evan, dan sangat bahagia saat akhirnya dua tahun lalu Evan datang sendiri melamarnya. Tapi malah berakhir seperti ini. Ia membuang muka karena demi menahan air mata.

"Omong kosong apa itu?"

"Aku serius, memangnya kamu masih ingin mempertahankan pernikahan yang tidak normal ini? Terus terang aku tidak bisa berbagi walaupun aku juga tidak tau tentang apa yang harus aku bagi, kau mencintaiku saja tidak." Celin sangat berusaha menahan emosinya.

"Tapi aku masih memperlakukanmu dengan baik, aku memenuhi semua kewajibanku sebagai suami,"

"Dan dengan bodohnya aku bertahan karena itu, ada baiknya kita berpisah saja, aku menyerah, aku tidak bisa bertahan lagi,"

"Jangan seperti ini," Evan tampak serius.

"Lalu aku harus bagaimana?" Celin memberontak suaranya meninggi bersamaan dengan air mata yang tidak dapat dibendungnya lagi.

"Cukup seperti biasanya saja." Suara Evan agak melemah.

"Aku selalu mati-matian memikirkan cara agar kau mencintaiku, aku mati-matian menghadapi sikap dinginmu, membunuh pikiran tentang ada wanita lain di sisimu, itulah diriku yang biasanya, aku selalu dihantui rasa takut dan gelisah, aku tidak mau lagi," Celin berterus terang.

Evan terdiam memperhatikan Celin yang tampak berapi-api, namun itu belum membuat hatinya tersentuh sama sekali. Ia malah berkata,

"Dia lebih dulu menjadi istriku, Celin,"

"Lalu kenapa kau menikahiku juga?" Suara Celin meninggi.

"Karena aku tau kau sangat terobsesi padaku, kau cantik dan aku laki-laki normal,"

"Jadi kau memanfaatkan perasaanku agar aku bisa menjadi pelampiasan nafsumu, begitu?"

"Bukan begitu, sebaiknya kita bicarakan ini di rumah," Evan meraih tangan Celin, ie hendak menariknya agar mengikutinya.

"Kita sedang di luar, bahkan di rumah pun kau tidak pernah melakukan ini, kecuali kalau kamu mau tubuhku," Celin mulai sinis, membuat Evan melepaskan tangannya.

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak ada waktu berbicara denganmu, semua sudah jelas." Celin langsung pergi.

"Celin!" Evan hendak mengejar tapi urung ketika melihat rombongan yang keluar dari tempat makan tadi.

"Pak Evan, apakah Anda baik-baik saja? Anda pergi cukup lama," tanya Pak Seto.

"Aku baik-baik saja, Pak. Hanya masalah pencernaan," jawab Evan.

"Syukurlah,"

"Oh, iya kemana Nona Celin?" Tanya salah satu tamu yang tampak sepantaran dengan Evan.

"Wah, Anda cepat juga Pak Dev, langsung tau yang mana bibit unggul," goda yang lain.

"Saya hanya ingin menyapa, " Dev tampak malu-malu.

"Awalnya menyapa, lama-lama tersapa," goda yang lainnya.

"Nah, itu dia," seru Pak Yanto begitu melihat Celin, ternyata ia habis mengambil barang-barangnya, Dev langsung menyambutnya dengan senyum.

"Nona Celin, Pak Dev mencari Anda," ucap Pak Yanto segera, dengan tatapan yang menggoda.

"Ah, ada apa Pak Dev, maaf saya terlambat," ucap Celin dengan ramah dan sopan.

"Bukan apa-apa, Nona Celin, saya hanya ingin menyapa,"

"Oh, begitu! Senang bertemu anda, Pak Dev." Ucap Celin ramah, Dev belum sempat membalas saat Evan berbicara,

"Mohon maaf, saya masih ada urusan jadi saya akan pamit duluan, " Evan sebenarnya merasa tidak nyaman melihat adegan ini, tapi ia juga merasa tidak harus peduli dan memilih pergi, setelah Evan pergi yang lainnya juga ikut pamit, hingga tersisa Celin dan Dev. Mereka tampak akrab mengobrol bahkan sempat bertukar nomor.

Sementara itu, ternyata Evan belum benar-benar pergi, karena masih ingin menyelesaikan masalahnya dengan Celin, karena itu secara otomatis ia menyaksikan semua keakraban yang terjalin antara Dev dan Celin.

Beberapa saat kemudian mereka menyudahi obrolan mereka, Dev menawarkan diri untuk mengantar Celin tapi Celin cukup tau diri untuk menolak, ia masih mengingat statusnya sebagai istri orang, ia pun beralasan sudah membawa kendaraan sendiri, tapi kenyataannya mobilnya sedang terparkir manis di garasi kantornya.

Ia tampak menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya seolah membuang sesak yang sudah lama menumpuk, ia lalu pergi meninggalkan tempat itu, Celin berhenti di halte bus, ia duduk di kursi panjang yang telah disiapkan, ia melamun sebentar lalu menutup wajahnya, tubuhnya tampak sedikit bergetar. Celin menangis setelah memastikan tidak ada orang di sekitarnya, ia menangis tergugu-gugu, sepertinya ia tidak bisa berpura-pura lagi, ia tidak seramah dan sesantai saat mengobrol dengan Dev. Ia sedang sakit.

Ia membuka tangannya perlahan saat merasakan sentuhan hangat di kulitnya.

"Evan? Kau masih di sini?" Suara Celin terdengar serak. Ia berusaha memalingkan wajahnya dengan bingung sambil mengusap pipinya dengan asal.

"Ada apa?" Tanya Evan penasaran, Celin menggeleng.

"Aku tau kau tidak baik-baik saja?"

"Jangan pedulikan aku, pergi saja sana! " Celin tidak ingin diintrogasi.

"Kau seperti ini karena aku memberitahumu tentang Jeni?"

"Sudahlah, Evan. Pergi saja!"

"Aku akan belajar mencintaimu."

Celin menatap Evan lalu berkata,

"Aku yang akan belajar melupakanmu."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 78

    "Ya, kamu pantas menertawakan kebodohanku," Evan merasa kesal dengan dirinya yang dulu. "Tidak apa-apa, semua sudah berlalu," Celine berucap sambil mendekati Evan. "Terimakasih," Evan menatapnya penuh perhatian. "Untuk?" "Untuk semuanya, kalau dipikir-pikir sebenarnya cintaku sangat besar untukmu," "Oh iya?" "Aku sudah ditahap hampir gila demi mempertahankan hubungan pernikahan yang kamu tidak inginkan lagi, sampai Danil yang jelas-jelas rival bisnisku, aku mintai tolong untuk mengawasimu dan sempat-sempatnya aku cemburu setiap kali kamu mengobrol dengannya," "Mengawasiku?" "Aku menjadi sepecundang itu karena cinta, aku takut kamu pergi jadi aku menyuruhnya memberimu pekerjaan agar kamu tetap berada di sekitarku," "Kamu melakukan itu?" "Iya," "Ternyata kamu berjuang untukku?" Celine merasa terharu. "Aku melakukannya, bodoh ya?" "Aku suka," Celine tiba-tiba mencium pipi Evan lalu bersikap malu-malu. "Kamu yang memancingku Celine," Evan langsung memeluk Celine

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 77

    Evan dan Celine akhirnya pulang ke rumah, Evan terlihat begitu segar dan kembali mendapatkan aura berwibawa yang selalu menjadi ciri khasnya, sebelumnya ia seperti pria yang selalu takut kehilangan dan tidak pernah tenang. Sekarang apalagi yang ia takutkan? apa yang ia benar-benar inginkan sudah berada di tangannya, sementara Celine terkesan lebih pemalu dan mudah tersenyum tidak seperti sebelumnya, ia selalu memaksa dirinya untuk tegas dan terkesan dingin, ia sungguh memaksakan diri untuk menahan semua perasaannya. Bi Asih yang melihat keduanya datang bersama sambil bergandengan tangan sampai tersenyum-senyum sendiri, ia juga bisa menilai perubahan dari sikap dan ekspresi keduanya. "Ada apa ini?" goda Bu Asih. "Bi, bantu Celine mengangkat barang-barangnya ke kamar," ucap Evan, sebelumnya mereka sudah ke kost tempat tinggal Ciline untuk mengambil barang-barang Celine, tentu saja setelah perdebatan panjang dan negosiasi yang tidak ada habisnya. "Bu Celine kembali tinggal di

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 76

    "Kamu bisa menomorsatukan aku, Van?" Celine ingin meyakinkan dirinya. Evan meraih tangan Celine dan menggenggamnya untuk membuatnya yakin, kemudian ia mulai bercerita, "Sekarang di hatiku cuma kamu, Celine. Jenny sudah menjadi kenangan, Mita hanya kesalahan. Kamu yang memenuhi hatiku sekarang, misiku tentang cinta saat ini dan seterusnya cuma ingin denganmu, aku ingin membalas semua kesalahan yang aku lakukan padamu. Oke dulu aku salah, dulu aku memanfaatkan perasaanmu, waktumu, tubuhmu bahkan menyebabkan anak kita meninggal, tolong biarkan aku memperbaikinya. Kalau perlu, kamu hukum aku, tapi jangan hukum aku dengan pergi meninggalkanku lagi, itu berat, rasanya sepi, saat Jenny pergi rasa sakit yang aku terima tidak begitu dalam, saat Mita mengatakan ingin ke luar negeri, aku juga tidak terlalu mempermasalahkannya, tapi saat kamu pergi, aku merasa sakit yang tidak bisa disembuhkan, aku merasa kosong sepanjang waktu, ternyata aku butuh kamu, aku cinta kamu, Celine." "Kamu terlal

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 75

    Evan tidak menghubungi Celine seharian, sepertinya Celine juga tidak berniat melakukannya. Evan sudah merasakan perpisahan berkali-kali tapi kenapa kali ini cukup menyiksanya, jadi ia datang ke kantor Siregar, alasannya sudah jelas. "Apa yang kalian bicarakan?" suara itu membuat Danil yang baru saja ingin berbalik pergi dan juga Celine menoleh. "Kami membicarakanmu," Danil berlalu sambil menepuk pundak Evan. Sementara Celine langsung berpura-pura sibuk dengan pekerjaannya. Evan tidak mengatakan apapun, ia menarik sebuah kursi kosong lalu duduk di depan meja Celine sambil memperhatikannya. "Ayo pergi ke suatu tempat," "Aku sedang bekerja dan kamu seorang bos kamu tidak pantas duduk di sini," "Kalau Danil pantas?" "Dia bos aku, dia ke sini untuk bertanya pekerjaan dan dia tidak duduk sama sekali" "Aku tidak peduli, lagi pula aku sedang duduk di hadapan istriku." "Lakukan saja sesukamu, Evan." Celine tidak peduli lagi, ia kembali fokus dengan pekerjaannya. Evan memaj

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 74

    Evan sangat senang bisa mendampingi Celine pergi ke rumah sakit, berbanding terbalik dengan sebelumnya, kali ini ia tidak ingin melewatkan waktu sedetik pun, ia menanti di depan pintu kamar rumah sakit karena Celin melarangnya ikut masuk, reflek mendekati Celine saat melihatnya keluar bersama seorang dokter obgyn. "Bagaimana hasilnya?" Evan bertanya penuh harap. Celine diam saja dengan wajah tanpa ekspresi. "Bu Celine hanya masuk angin, Pak Evan." Evan tampak kecewa, ia lalu berkata, "Yakin sudah memeriksanya dengan baik, Dok?" "Sudah, Pak. Yang sabar ya, Pak. Masih banyak kesempatan kok, kebetulan Bu Celine sedang di masa suburnya, semangat Pak Evan!" ucap dokter. Celine tampak santai sementara Evan diam saja, ia tahu kesempatan itu pasti akan sulit ia dapatkan. "Mohon maaf masih ada pasien, saya lanjut bekerja dulu," "Silahkan, Bu." ucap Celine lalu pergi mendahului Evan. Evan hanya memandangi punggung Celine yang semakin menjauh tapi ia segera menyusul dengan lang

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 73

    Evan terbangun karena merasakan pegal di punggungnya, ia mencoba membuka pintu kamar Celine yang ternyata tidak di kunci, ia memandang punggung istrinya beberapa saat, ia melangkah begitu saja seolah suasana di dalam kamar itu mengundangnya untuk masuk. Ia naik ke tempat tidur lalu meringkuk di atasnya tanpa berani menyentuh Celine. Ia selalu berhati-hati semenjak menyukai Celine, tapi Celine bergerak dan membalikkan badan ke arahnya, Evan secara tiba-tiba meluruskan tubuhnya untuk menyambut uluran tangan Celine yang akan memeluknya, selain tangan, kakinya juga bertengger nyaman di atas paha Evan, seluruh tubuh mereka menempel satu sama lain. Celine membuka mata sambil mengigau, "Kamu tampan sekali, Evan," ia menatap wajah Evan sebentar lalu menutup matanya kembali. "Kalau kamu begini, aku bisa memangsamu kapan saja," gumam Evan yang merasakan sensasi aneh di tubuhnya dan ia sangat mengerti apa itu. Ia mencoba menarik tubuhnya untuk melepaskan diri, untungnya ia berhasil. Ia m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status