Share

Bagian 7

Author: Zizizaq
last update Last Updated: 2024-06-11 17:49:49

Dua minggu telah berlalu. Hari spesial Celin masih sama seperti tahun sebelumnya, ia menginap di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tersisa sambil menunggu jam dua belas malam untuk merayakan hari ulang tahunnya sendiri, ia sudah menyiapkan cupcake dan lilin, sama seperti yang ia lakukan tahun lalu. Ia berdoa yang terbaik untuk dirinya sendiri, ia juga akan memberikan hadiah untuk dirinya sendiri.

Tepat sepuluh menit sebelum jam dua belas, Celin sudah mempersiapkan semuanya, ia sudah menyalakan lilin di atas cup cake kecil yang tadi dibelinya. Ia sangat fokus memperhatikan api lilin yang sedang meliuk-liuk seolah menertawakan kesendiriannya, saat tinggal hitungan detik, air matanya tidak terasa luruh begitu saja, ada banyak hal yang berseliweran di kepalanya, ia mengasihani dirinya yang mampu bertahan di pernikahannya selama dua tahun, ia juga mengingat bagaiman Evan menanyakan hadiah untuk Jeni yang berulang tahun dua minggu yang lalu ia tidak pernah merasa sesedih ini sebelumnya, setelah tau benar-benar ada nama orang lain di hati Evan, hatinya menjadi lebih cengeng dan matanya menjadi sangat sensitif.

Ia menutup matanya yang masih terus mengeluarkan air mata sambil menghitung mundur angka sepuluh hingga satu, tepat di hitungan ke lima ia merasakan kehadiran seseorang tapi ia tidak menggubris karena ia berpikir itu pasti halusinasinya saja, begitu membuka mata di hitungan terakhir, sosok Evan berada tepat di hadapannya. Ia bengong tidak percaya.

"Aku pasti sudah gila," lirihnya sambil memastikan apakah ia bermimpi? Evan bahkan membantunya menghapus air matanya.

"Ini mustahil, aku mungkin benar-benar sudah gila," Ia malah menjadi bingung dan semakin menangis karena terlalu tidak percaya dengan imajinasinya sendiri.

"Waktu terus berjalan, cepat tiup lilinnya, jangan lupa sebutkan harapanmu." Suara Evan benar-benar nyata di telinganya. Celin menutup matanya lalu berucap,

"Aku berharap ini bukan mimpi," Celin kembali membuka mata kemudian meniup lilinnya.

"Selamat ulang tahun, Celin," ucap Evan dengan tulus, tidak lupa mendaratkan ciuman hangat di bibir Celin.

"Evan? Kau benar-benar ada di sini?" Semakin luruh air matanya, ia sangat terharu.

***

Dua jam sebelumnya, Evan buru-buru pulang, ia sudah tahu tentang ulang tahun Celin, begitu tiba di rumah ia kelabakan mencari Celin, ia mengingat kemana Celin akan pergi di hari pentingnya, satu-satunya yang terbesit di pikirannya adalah kantor, ia bergegas menuju kantor dan menemukan Celin yang tampak kasihan merayakan ulang tahunnya sendirian, ia berjanji akan menebus kesalahannya kali ini.

Ia benar-benar gemas melihat tingkah Celin yang tidak bisa mempercayai kehadirannya, karena itu ia inisiatif mencium Celin agar ia percaya bahwa dia benar-benar ada.

"Kalau ini mimpi tolong jangan bangunkan aku, kalau ini nyata tolong hentikan waktu," ucapnya terdengar melantur. Rasa bersalah di hati Evan semakin besar, meskipun Celin berubah akhir-akhir ini, ia tahu Celin masih sangat mencintainya.

"Kamu suka perhiasan 'kan? Coba lihat ini,"

Celin menggeleng lalu berkata, "Aku tidak butuh apa-apa, ada orang yang menemaniku malam ini saja sudah cukup," Ia ingin melanjutkan lagi tapi sedikit malu.

"Apalagi itu adalah kamu,",

"Terus harus kuapakan benda ini?" Ia mengayunkan kalung yang sangat cantik di hadapan Celin.

"Akan sangat cocok kalau dipakai Jen... " Ucapan Celin terpotong karena Evan tiba-tiba meletakkan ujung jari telunjuknya di bibir Celin.

"Di sini hanya ada aku dan kamu, tidak ada yang lain,"

"Kalau kau seperti ini, aku bisa salah paham bahwa kau mungkin mencintaiku,"

Evan tidak bisa membalas. Ia ada di sini hanya karena merasa bersalah, ia pun langsung berdiri dan memakaikan kalung itu ke leher Celin.

"Sangat cantik... " Puji Evan, Celin hampir salah tingkah sampai Evan kembali bersuara.

"Kalungnya," lanjutnya terdengar bercanda. Ingin sekali Celin menonjok mukanya.

"Terima kasih, Evan. Kau harusnya tidak perlu memberiku benda yang sangat mewah, akan terlihat aneh di tubuhku, meski aku tidak kekurangan uang, aku masih belum cukup percaya diri untuk membeli ini, "

Celin menyupi Evan sepotong cup cake, awalnya Evan menghindar tapi Celin memaksanya. Mereka lalu tertawa bersama untuk pertama kalinya di sepanjang pernikahannya. Beberapa saat kemudian Celin tertidur di atas meja di saat Evan sedang ke toilet.

"Celin, bangun! Ayo pulang. " Evan menggoncang pelan tubuh Celin.

"Aku sangat mengantuk, pulang duluan saja." Celin kembali terpejam.

Evan malah duduk sambil memperhatikannya, ia benar-benar tidak mengenal Celin, ia berniat akan memperlakukan Celin lebih baik. Evan menunggu Celin hingga benar-benar lelap, ia lalu menggendongnya menuju mobil untuk membawanya pulang.

Keesokan harinya, Celin terbangun dan menemukan dirinya di atas tempat tidur bersama Evan.

"Bagaimana aku bisa berada di sini?" Ucapnya sedikit shok. Evan terbangun karena suaranya.

"Semalam aku tidur di kantor, kau yang membawaku pulang?" Celin sangat berharap.

"Jangan terlalu percaya diri, kau sendiri yang mengurus dirimu, kau berjalan seperti mayat hidup," Evan merasa gengsi untuk jujur.

"Apa aku seperti itu? Kenapa Aku tidak mengingatnya sama sekali," ucap Celin memegangi kepalanya untuk mengingat-ingat.

"Ayo tidur lagi, aku pun masih sangat mengantuk," Evan menarik selimutnya yang sedikit melorot.

"Aku harus bekerja hari ini," Celin bersiap-siap turun dari tempat tidur.

"Tidak perlu," Evan menarik Celin untuk kembali berbaring.

"Tidur saja, kamu kurang tidur gara-gara semalam," ucap Evan.

"Sejak kapan kamu seperhatian ini?"

"Hari ini adalah hari spesial, jadi aku sedikit perhatian."

Celin tersenyum mendengarnya. Ia berpikir untuk melakukan sesuatu pada Evan. Ia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Evan yang matanya sedang tertutup lalu mengecup lembut bibirnya. Evan seketika membuka mata dan mengamati wajah Celin tanpa ekspresi.

"Karena ini hari spesialku, maka aku bebas melakukan apapun," ucap Celin sambil tersenyum malu-malu. Evan langsung mengubah posisinya, ia merengkuh tubuh Celin dan menindih di bawah tubuhnya.

"Kamu yang memancingku," Evan menyeringai penuh minat.

"Aku sama sekali tidak bermaksud," Celin gelagapan, ia berusaha melepaskan diri, tapi Evan tampaknya sangat menikmati pemberontakannya.

"Evan, aku harus bekerja," Celin belum menyerah.

"Oke, aku akan melepaskanmu, silahkan pergi bekerja, tapi setelah aku mengerjaimu terlebih dahulu," Evan langsung beraksi di atas tubuh Celin. Ia selalu bisa membuat Celin menyerah begitu saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 78

    "Ya, kamu pantas menertawakan kebodohanku," Evan merasa kesal dengan dirinya yang dulu. "Tidak apa-apa, semua sudah berlalu," Celine berucap sambil mendekati Evan. "Terimakasih," Evan menatapnya penuh perhatian. "Untuk?" "Untuk semuanya, kalau dipikir-pikir sebenarnya cintaku sangat besar untukmu," "Oh iya?" "Aku sudah ditahap hampir gila demi mempertahankan hubungan pernikahan yang kamu tidak inginkan lagi, sampai Danil yang jelas-jelas rival bisnisku, aku mintai tolong untuk mengawasimu dan sempat-sempatnya aku cemburu setiap kali kamu mengobrol dengannya," "Mengawasiku?" "Aku menjadi sepecundang itu karena cinta, aku takut kamu pergi jadi aku menyuruhnya memberimu pekerjaan agar kamu tetap berada di sekitarku," "Kamu melakukan itu?" "Iya," "Ternyata kamu berjuang untukku?" Celine merasa terharu. "Aku melakukannya, bodoh ya?" "Aku suka," Celine tiba-tiba mencium pipi Evan lalu bersikap malu-malu. "Kamu yang memancingku Celine," Evan langsung memeluk Celine

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 77

    Evan dan Celine akhirnya pulang ke rumah, Evan terlihat begitu segar dan kembali mendapatkan aura berwibawa yang selalu menjadi ciri khasnya, sebelumnya ia seperti pria yang selalu takut kehilangan dan tidak pernah tenang. Sekarang apalagi yang ia takutkan? apa yang ia benar-benar inginkan sudah berada di tangannya, sementara Celine terkesan lebih pemalu dan mudah tersenyum tidak seperti sebelumnya, ia selalu memaksa dirinya untuk tegas dan terkesan dingin, ia sungguh memaksakan diri untuk menahan semua perasaannya. Bi Asih yang melihat keduanya datang bersama sambil bergandengan tangan sampai tersenyum-senyum sendiri, ia juga bisa menilai perubahan dari sikap dan ekspresi keduanya. "Ada apa ini?" goda Bu Asih. "Bi, bantu Celine mengangkat barang-barangnya ke kamar," ucap Evan, sebelumnya mereka sudah ke kost tempat tinggal Ciline untuk mengambil barang-barang Celine, tentu saja setelah perdebatan panjang dan negosiasi yang tidak ada habisnya. "Bu Celine kembali tinggal di

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 76

    "Kamu bisa menomorsatukan aku, Van?" Celine ingin meyakinkan dirinya. Evan meraih tangan Celine dan menggenggamnya untuk membuatnya yakin, kemudian ia mulai bercerita, "Sekarang di hatiku cuma kamu, Celine. Jenny sudah menjadi kenangan, Mita hanya kesalahan. Kamu yang memenuhi hatiku sekarang, misiku tentang cinta saat ini dan seterusnya cuma ingin denganmu, aku ingin membalas semua kesalahan yang aku lakukan padamu. Oke dulu aku salah, dulu aku memanfaatkan perasaanmu, waktumu, tubuhmu bahkan menyebabkan anak kita meninggal, tolong biarkan aku memperbaikinya. Kalau perlu, kamu hukum aku, tapi jangan hukum aku dengan pergi meninggalkanku lagi, itu berat, rasanya sepi, saat Jenny pergi rasa sakit yang aku terima tidak begitu dalam, saat Mita mengatakan ingin ke luar negeri, aku juga tidak terlalu mempermasalahkannya, tapi saat kamu pergi, aku merasa sakit yang tidak bisa disembuhkan, aku merasa kosong sepanjang waktu, ternyata aku butuh kamu, aku cinta kamu, Celine." "Kamu terlal

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 75

    Evan tidak menghubungi Celine seharian, sepertinya Celine juga tidak berniat melakukannya. Evan sudah merasakan perpisahan berkali-kali tapi kenapa kali ini cukup menyiksanya, jadi ia datang ke kantor Siregar, alasannya sudah jelas. "Apa yang kalian bicarakan?" suara itu membuat Danil yang baru saja ingin berbalik pergi dan juga Celine menoleh. "Kami membicarakanmu," Danil berlalu sambil menepuk pundak Evan. Sementara Celine langsung berpura-pura sibuk dengan pekerjaannya. Evan tidak mengatakan apapun, ia menarik sebuah kursi kosong lalu duduk di depan meja Celine sambil memperhatikannya. "Ayo pergi ke suatu tempat," "Aku sedang bekerja dan kamu seorang bos kamu tidak pantas duduk di sini," "Kalau Danil pantas?" "Dia bos aku, dia ke sini untuk bertanya pekerjaan dan dia tidak duduk sama sekali" "Aku tidak peduli, lagi pula aku sedang duduk di hadapan istriku." "Lakukan saja sesukamu, Evan." Celine tidak peduli lagi, ia kembali fokus dengan pekerjaannya. Evan memaj

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 74

    Evan sangat senang bisa mendampingi Celine pergi ke rumah sakit, berbanding terbalik dengan sebelumnya, kali ini ia tidak ingin melewatkan waktu sedetik pun, ia menanti di depan pintu kamar rumah sakit karena Celin melarangnya ikut masuk, reflek mendekati Celine saat melihatnya keluar bersama seorang dokter obgyn. "Bagaimana hasilnya?" Evan bertanya penuh harap. Celine diam saja dengan wajah tanpa ekspresi. "Bu Celine hanya masuk angin, Pak Evan." Evan tampak kecewa, ia lalu berkata, "Yakin sudah memeriksanya dengan baik, Dok?" "Sudah, Pak. Yang sabar ya, Pak. Masih banyak kesempatan kok, kebetulan Bu Celine sedang di masa suburnya, semangat Pak Evan!" ucap dokter. Celine tampak santai sementara Evan diam saja, ia tahu kesempatan itu pasti akan sulit ia dapatkan. "Mohon maaf masih ada pasien, saya lanjut bekerja dulu," "Silahkan, Bu." ucap Celine lalu pergi mendahului Evan. Evan hanya memandangi punggung Celine yang semakin menjauh tapi ia segera menyusul dengan lang

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 73

    Evan terbangun karena merasakan pegal di punggungnya, ia mencoba membuka pintu kamar Celine yang ternyata tidak di kunci, ia memandang punggung istrinya beberapa saat, ia melangkah begitu saja seolah suasana di dalam kamar itu mengundangnya untuk masuk. Ia naik ke tempat tidur lalu meringkuk di atasnya tanpa berani menyentuh Celine. Ia selalu berhati-hati semenjak menyukai Celine, tapi Celine bergerak dan membalikkan badan ke arahnya, Evan secara tiba-tiba meluruskan tubuhnya untuk menyambut uluran tangan Celine yang akan memeluknya, selain tangan, kakinya juga bertengger nyaman di atas paha Evan, seluruh tubuh mereka menempel satu sama lain. Celine membuka mata sambil mengigau, "Kamu tampan sekali, Evan," ia menatap wajah Evan sebentar lalu menutup matanya kembali. "Kalau kamu begini, aku bisa memangsamu kapan saja," gumam Evan yang merasakan sensasi aneh di tubuhnya dan ia sangat mengerti apa itu. Ia mencoba menarik tubuhnya untuk melepaskan diri, untungnya ia berhasil. Ia m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status