Share

Bagian 6

Penulis: Zizizaq
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-11 17:17:06

Di rapat kali ini, Evan selaku investor utama yang memimpin. Rapat tiba-tiba diadakan karena ada perubahan besar-besaran. Evan menjelaskan, letak bangunan itu sangat strategis jika dijadikan sebagai hotel bintang lima, alih-alih menjadi pusat perbelanjaan dan sebagainya. Ia berbicara hingga akhir, setelah itu semua orang diminta mengeluarkan pendapatnya.

Celin mengacungkan tangannya,

"Ya, silahkan, Nona Celin!" Panitia rapat memberinya kesempatan.

"Terima kasih atas waktunya," ucap Celin berbasa-basi.

"Lahan di sekitar lokasi gedung masih sangat luas, bagaimana kalau rencana awal tetap diadakan dan mendirikan lagi sebuah bangunan, sepertinya hotel dan pusat perbelanjaan cukup baik jika disandingkan,"

"Ide yang bagus," sambut Evan, sepertinya ia cukup puas dengan ide Celin. Tampak Dev sangat tertarik dengan celin, ia tidak lepas memperhatikannya.

"Ada lagi?" Ucap panitia rapat.

Selain Celin ada beberapa orang lagi yang bersuara, poin akhirnya, semua setuju untuk mengadakan keduanya, Perhotelan dan pusat perbelanjaan.

Ditengah rapat, tiba-tiba ponsel Evan berdering, ia langsung berpamitan setelah menjawab telepon.

"Mohon maaf, saya harus pulang, sesuatu terjadi pada istri saya," ucapnya buru-buru dan sedikit panik.

Celin langsung melihat kearahnya seolah berkata di sini ada istrimu juga, dan Evan juga melihat ke arahnya, ia tidak bisa nembaca ekspresi Evan, apa laki-laki itu sedang mempertimbangkan perasaannya atau malah tidak peduli sama sekali, ia lalu menunduk sebelum orang lain memergoki, Evan juga langsung keluar dari ruangan, sementara panitia rapat menutup rapatnya.

"Dia memang sangat setia," puji Pak Yanto, disela prosesi penutupan rapat.

Celin diam saja, setelah rapat dibubarkan, Celin menjadi tidak mood untuk berada di kantor, jadi ia berbuat makan siang di luar.

"Kau tampak lesu sekali, kemana Celin yang bersemangat tadi?" Dev tiba-tiba berada di sampingnya, berhasil membuat Celin kaget.

"Pak Dev!"

"Telingaku sangat tidak nyaman kalau kau memanggilku seperti itu," protes Dev.

"Dan mulutku terasa sangat kurang ajar kalau hanya menyebut namamu," balas Celin, lalu keduanya tertawa.

"Apa kamu dekat dengan Evan?" Tanya Dev, Celin langsung berhenti.

"Kami cukup dekat semasa kuliah dulu," Celin merasa beruntung karena mengingat alasan itu, ia pun kembali melangkah.

"Oh, dia pasti populer, jangan-janga kamu termasuk mahasiswi yang tergila-gila padanya," tebak Dev.

"Benar lagi, tapi itu dulu," ucap Celin membuat Dev tertawa.

"Tadi aku sempat berpikir, kalau Evan mungkin menyukaimu,"

"Ah, mana mungkin, dulu dia menolakku secara terang-terangan di depan umum, sangat memalukan untuk mengingatnya, jadi jangan membahasnya lagi, "

"Baiklah," Dev menurut.

"Kamu punya rencana siang ini?" Tanya Dev.

"Aku berniat makan siang di luar,"

"Kalau begitu ayo makan siang bersama," tawar Dev.

"Sepertinya menyenangkan," Celin tidak menolak.

Dev tersenyum mendengarnya.

****

Saat jam kerja berakhir, Celin sengaja pulang larut malam, seandainya Evan peduli dengan itu, ia sudah menyiapkan alasannya. Tapi ketika memasuki rumah keadaan sangat sepi, bahkan pekerja rumah tangga juga tidak terlihat. Ia tidak keberatan, justru ia bisa bebas melenggang dengan santai.

Saat pagi mulai menampakkan diri, Celin terbangun dan merasakan sesuatu di atas perutnya. Ia segera mengerjap-ngerjapkan matanya untuk melihat.

"Evan?" Gumamnya pelan, ia takut membangunkan Evan. Ia bangkit dengan sangat pelan sambil menggeser tangan Evan, ternyata Evan terbangun dan menariknya kembali.

"Apa mungkin kau salah mengira, aku adalah Jeni?" Tanya Celin yang tiba-tiba mendapatkan perlakuan hangat.

"Kau adalah Celin." Ternyata Evan membalas dengan nada seperti sedang mengigau. Celin terdiam dibuatnya.

"Aku harus bekerja," Celin tidak bisa terus berada di posisi ini, jantungnya bisa meledak kapan saja, meskipun sering berhubungan badan, ia belum pernah diperlakukan hangat seperti ini.

Evan tidak memberi respon.

"Kalau kau seperti ini, aku mungkin akan berpikir kau mencintaiku, Evan," Celin mengibaskan tangan Evan yang bertengger di tubuhnya. Ia bangun dan bersiap turun dari tempat tidur tapi Evan kembali menahannya.

"Tunggu dulu, hadiah apa yang cocok untuk wanita yang sedang koma? Hari ini Jeni ulang tahun,"

"Berikan saja sesuatu yang paling ingin kau berikan padanya, selesai. Kenapa kau bertanya padaku yang sudah dua kali berturut-turut tidak mendapatkan hadiah ulang tahun, " Celin terdengat mengomel, ia mengatakan itu secara naluriah. Evan tertegun mendengarnya ia sampai mengangkat kepalanya untuk melihat ekspresi Celin. Ia ingat semenjak menikahi Celin memang tidak pernah ada kejutan ulang tahun untuknya.

"Kenapa kau melihatku seperti itu? Aku sendiri yang tidak mengharapkannya," jelas Celin tidak ingin disalah pahami.

"Saat kamu ulang tahun, kamu tidak mengharapkan apapun dariku?"

"Tidak pernah," ucapnya sinis, Celin jelas berbohong, di hari ulang tahun pertamanya setelah menikah, ia menunggu Evan hingga larut malam, ketika Evan datang ia dengan antusias membukakan pintu untuknya, berharap Evan memberi kejuatan, nyatanya Evan langsung masuk kamar dan tidur. Keesokan harinya ia bertanya pada Evan tentang tanggal lahir untuk memancing, tapi Evan malah menjawab dengan sinis,

'Aku tidak tahu, pertanyaan yang sangat tidak penting,"

Ia sangat kecewa, dan sejak saat ia tidak pernah mengharapkan apapun, ia juga berubah bersifat lebih tenang setelahnya, saat itu ia pergi ke kantor membawa serta rasa kecewanya untuk merayakan sendiri ulang tahunnya.

"Kalau begitu, apa yang paling diinginkan wanita saat ulang tahun?"

"Kalau melihat karakter Jeni, sepertinya ia suka kemewahan, seperti tas branded, baju yang di desain khusus, atau sepatu kulit edisi terbatas," Celin asal menebak. Tapi semua itu benar.

"Kamu sebagai perempuan, akan meminta apa saat ulang tahun?"

"Aku? Mungkin perhiasan sudah cukup, tapi yang terpenting adalah ucapan selamat yang mengharukan dan kehadiran orang-orang terdekatku."

"Kapan ulang tahunmu?"

"Pertanyaan yang sangat tidak penting," Celin meniru gaya Evan waktu itu, Evan sepertinya mengingat itu, karena ia tiba-tiba membuang muka.

"Memangnya kamu mau memberiku hadiah? Sepertinya aku harus bangun dari mimpi," lanjut Celin. Ia berniat beranjak dari tempat tidur tapi Evan kembali menariknya, kali ini ia menindihnya.

'Oh, Tuhan apalagi ini? Aku sedang tidak mood,' ucap Celin dalam hati.

"Jauhi Dev!" Ucap Evan tiba-tiba.

"Kenapa tiba-tiba membahas Pak Dev?"

"Cukup jauhi saja, kulihat kamu selalu menempel padanya,"

"Kapan kau melihatki menempel pada Pak Dev, kami selalu bergaul sewajarnya dan hanya membahas pekerjaan, Apa kau melihat kami kemarin siang?"

Evan tidak bisa menjawab, ia malah mengulum bibir Celin dengan lembut, Celin hanya bisa pasrah di bawah kungkungannya. Tentu saja disertai dengan sentuhan-sentuhan tangan nakal Evan yang berakhir dengan penuh gairah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 78

    "Ya, kamu pantas menertawakan kebodohanku," Evan merasa kesal dengan dirinya yang dulu. "Tidak apa-apa, semua sudah berlalu," Celine berucap sambil mendekati Evan. "Terimakasih," Evan menatapnya penuh perhatian. "Untuk?" "Untuk semuanya, kalau dipikir-pikir sebenarnya cintaku sangat besar untukmu," "Oh iya?" "Aku sudah ditahap hampir gila demi mempertahankan hubungan pernikahan yang kamu tidak inginkan lagi, sampai Danil yang jelas-jelas rival bisnisku, aku mintai tolong untuk mengawasimu dan sempat-sempatnya aku cemburu setiap kali kamu mengobrol dengannya," "Mengawasiku?" "Aku menjadi sepecundang itu karena cinta, aku takut kamu pergi jadi aku menyuruhnya memberimu pekerjaan agar kamu tetap berada di sekitarku," "Kamu melakukan itu?" "Iya," "Ternyata kamu berjuang untukku?" Celine merasa terharu. "Aku melakukannya, bodoh ya?" "Aku suka," Celine tiba-tiba mencium pipi Evan lalu bersikap malu-malu. "Kamu yang memancingku Celine," Evan langsung memeluk Celin

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 77

    Evan dan Celine akhirnya pulang ke rumah, Evan terlihat begitu segar dan kembali mendapatkan aura berwibawa yang selalu menjadi ciri khasnya, sebelumnya ia seperti pria yang selalu takut kehilangan dan tidak pernah tenang. Sekarang apalagi yang ia takutkan? apa yang ia benar-benar inginkan sudah berada di tangannya, sementara Celine terkesan lebih pemalu dan mudah tersenyum tidak seperti sebelumnya, ia selalu memaksa dirinya untuk tegas dan terkesan dingin, ia sungguh memaksakan diri untuk menahan semua perasaannya. Bi Asih yang melihat keduanya datang bersama sambil bergandengan tangan sampai tersenyum-senyum sendiri, ia juga bisa menilai perubahan dari sikap dan ekspresi keduanya. "Ada apa ini?" goda Bu Asih. "Bi, bantu Celine mengangkat barang-barangnya ke kamar," ucap Evan, sebelumnya mereka sudah ke kost tempat tinggal Ciline untuk mengambil barang-barang Celine, tentu saja setelah perdebatan panjang dan negosiasi yang tidak ada habisnya. "Bu Celine kembali tinggal di

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 76

    "Kamu bisa menomorsatukan aku, Van?" Celine ingin meyakinkan dirinya. Evan meraih tangan Celine dan menggenggamnya untuk membuatnya yakin, kemudian ia mulai bercerita, "Sekarang di hatiku cuma kamu, Celine. Jenny sudah menjadi kenangan, Mita hanya kesalahan. Kamu yang memenuhi hatiku sekarang, misiku tentang cinta saat ini dan seterusnya cuma ingin denganmu, aku ingin membalas semua kesalahan yang aku lakukan padamu. Oke dulu aku salah, dulu aku memanfaatkan perasaanmu, waktumu, tubuhmu bahkan menyebabkan anak kita meninggal, tolong biarkan aku memperbaikinya. Kalau perlu, kamu hukum aku, tapi jangan hukum aku dengan pergi meninggalkanku lagi, itu berat, rasanya sepi, saat Jenny pergi rasa sakit yang aku terima tidak begitu dalam, saat Mita mengatakan ingin ke luar negeri, aku juga tidak terlalu mempermasalahkannya, tapi saat kamu pergi, aku merasa sakit yang tidak bisa disembuhkan, aku merasa kosong sepanjang waktu, ternyata aku butuh kamu, aku cinta kamu, Celine." "Kamu terlal

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 75

    Evan tidak menghubungi Celine seharian, sepertinya Celine juga tidak berniat melakukannya. Evan sudah merasakan perpisahan berkali-kali tapi kenapa kali ini cukup menyiksanya, jadi ia datang ke kantor Siregar, alasannya sudah jelas. "Apa yang kalian bicarakan?" suara itu membuat Danil yang baru saja ingin berbalik pergi dan juga Celine menoleh. "Kami membicarakanmu," Danil berlalu sambil menepuk pundak Evan. Sementara Celine langsung berpura-pura sibuk dengan pekerjaannya. Evan tidak mengatakan apapun, ia menarik sebuah kursi kosong lalu duduk di depan meja Celine sambil memperhatikannya. "Ayo pergi ke suatu tempat," "Aku sedang bekerja dan kamu seorang bos kamu tidak pantas duduk di sini," "Kalau Danil pantas?" "Dia bos aku, dia ke sini untuk bertanya pekerjaan dan dia tidak duduk sama sekali" "Aku tidak peduli, lagi pula aku sedang duduk di hadapan istriku." "Lakukan saja sesukamu, Evan." Celine tidak peduli lagi, ia kembali fokus dengan pekerjaannya. Evan memaj

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 74

    Evan sangat senang bisa mendampingi Celine pergi ke rumah sakit, berbanding terbalik dengan sebelumnya, kali ini ia tidak ingin melewatkan waktu sedetik pun, ia menanti di depan pintu kamar rumah sakit karena Celin melarangnya ikut masuk, reflek mendekati Celine saat melihatnya keluar bersama seorang dokter obgyn. "Bagaimana hasilnya?" Evan bertanya penuh harap. Celine diam saja dengan wajah tanpa ekspresi. "Bu Celine hanya masuk angin, Pak Evan." Evan tampak kecewa, ia lalu berkata, "Yakin sudah memeriksanya dengan baik, Dok?" "Sudah, Pak. Yang sabar ya, Pak. Masih banyak kesempatan kok, kebetulan Bu Celine sedang di masa suburnya, semangat Pak Evan!" ucap dokter. Celine tampak santai sementara Evan diam saja, ia tahu kesempatan itu pasti akan sulit ia dapatkan. "Mohon maaf masih ada pasien, saya lanjut bekerja dulu," "Silahkan, Bu." ucap Celine lalu pergi mendahului Evan. Evan hanya memandangi punggung Celine yang semakin menjauh tapi ia segera menyusul dengan lang

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 73

    Evan terbangun karena merasakan pegal di punggungnya, ia mencoba membuka pintu kamar Celine yang ternyata tidak di kunci, ia memandang punggung istrinya beberapa saat, ia melangkah begitu saja seolah suasana di dalam kamar itu mengundangnya untuk masuk. Ia naik ke tempat tidur lalu meringkuk di atasnya tanpa berani menyentuh Celine. Ia selalu berhati-hati semenjak menyukai Celine, tapi Celine bergerak dan membalikkan badan ke arahnya, Evan secara tiba-tiba meluruskan tubuhnya untuk menyambut uluran tangan Celine yang akan memeluknya, selain tangan, kakinya juga bertengger nyaman di atas paha Evan, seluruh tubuh mereka menempel satu sama lain. Celine membuka mata sambil mengigau, "Kamu tampan sekali, Evan," ia menatap wajah Evan sebentar lalu menutup matanya kembali. "Kalau kamu begini, aku bisa memangsamu kapan saja," gumam Evan yang merasakan sensasi aneh di tubuhnya dan ia sangat mengerti apa itu. Ia mencoba menarik tubuhnya untuk melepaskan diri, untungnya ia berhasil. Ia m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status