Beranda / Romansa / Antara Misi Dan Hati / Bab 16 Titik Temu

Share

Bab 16 Titik Temu

Penulis: Fei Adhista
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-04 23:04:47

Satya menatap jalanan di depan mobilnya yang basah kuyup oleh hujan. Sejak menerima telepon darurat tentang bencana longsor di daerah latihan, hatinya tidak bisa tenang. Wajahnya tetap datar, tetapi di dalam, kekhawatirannya semakin membuncah.

Ia hampir sampai di gerbang istana ketika suara telepon di tangannya kembali berbunyi, laporan terbaru dari pos pelatihan yang membuat jantungnya berdegup lebih kencang.

“Mayor Satya, beberapa siswa masih terjebak di hutan. Ada yang belum ditemukan, dan kondisi medan semakin memburuk. Kami membutuhkan bantuan segera!”

“Lanjutkan pencarian!” jawab Satya tegas. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa mereka tidak cukup cepat. Waktu telah terbuang terlalu banyak.

Setibanya di pos pelatihan, Satya langsung meminta untuk turun dan bergabung dengan tim pencarian. Namun, komandan yang ada di sana menahannya dengan suara keras.

“Mayor, ini bukan tugas Anda! Kami sudah menyiapkan tim profesional. Anda harus kembali ke istana. Ada masalah lain yang menunggu.”
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 67 Bisik Yang Mengiris

    Matahari belum sepenuhnya naik ketika suara derit pintu kamar itu memecah kesunyian lorong utama sayap timur istana. Seorang pria bertubuh tegap keluar dengan langkah pasti, rambutnya masih sedikit acak, dan seragam militernya belum sepenuhnya rapi. Tapi siapa pun bisa mengenalinya—Mayor Satya, adik Pangeran Arvid. Atau, bagi sebagian kecil dari mereka yang tahu, satu-satunya pangeran yang masih memiliki hak pewaris yang sah.Tiga pelayan wanita yang baru saja membawa nampan sarapan untuk tamu-tamu bangsawan sontak menghentikan langkah. Mata mereka membelalak. Satu di antaranya terperangah melihat dari kamar mana sang Mayor keluar. Bukan dari ruang dinas. Bukan dari ruang sidang militer. Tapi dari kamar... Putri Aliya.“Y-Yang Mulia Satya... keluar dari kamar itu?” bisik salah satu pelayan dengan napas tercekat.“Dia menginap di situ? Atau… jangan-jangan…?” gumam yang lain, menatap dua temannya dengan mata penuh spekulasi.Satya melirik sekilas ke arah mereka, namun tak berkata apa-ap

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 66 Racun Dalam Cinta

    Istana terasa sunyi malam itu. Jamuan makan malam yang digelar secara pribadi oleh Putri Salima untuk Satya tampak mewah. Anggur merah dalam gelas kristal, lilin beraroma rempah menyala lembut, dan musik klasik mengalun pelan. “Terima kasih sudah datang,” kata Salima lembut, mengenakan gaun merah anggun yang menonjolkan lekuk tubuhnya. “Aku hanya ingin kita bicara… sebagai dua calon pasangan masa depan Ghana.” Satya diam. Tatapannya dingin. Tapi ia tetap duduk, menjaga sopan di hadapan utusan kerajaan asing. Salima menuangkan minuman untuknya, matanya penuh rencana. “Cobalah ini. Anggur spesial dari tanah Malaka. Konon bisa meredakan beban dan luka,” katanya. Satya menyesap sedikit. Rasanya manis, lebih manis dari biasanya. Tapi ia terlalu lelah untuk curiga… hingga kepalanya mulai berat. Napasnya melambat. Dunia berputar pelan. Ia sadar, ada yang tidak beres. “Apa yang kau—” gumamnya, setengah bangkit dari duduk. Salima mendekat. Tangannya menyentuh dada Satya. “Tenang saja...

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 65

    Aula pertemuan pribadi itu dibuka paksa. Satya baru saja melangkah masuk ketika suara sepatu hak tinggi menghantam lantai marmer. “Bagus. Akhirnya kau datang juga.” Putri Salima berdiri di tengah ruangan, tubuhnya tegang. Gaun resmi diplomatiknya yang penuh lencana kebangsawanan Malaka berkilau saat ia berputar cepat menatap Satya. Satya menghentikan langkah, berdiri lurus. Raja Mahesa ada di belakangnya, duduk di kursi pengamat. Tidak bicara, tidak memberi aba-aba. Ini jelas ujian. “Kau mempermalukan kerajaanku,” ucap Salima tanpa basa-basi. Suara tamparannya menyusul satu detik setelah kata-katanya habis. Satya tidak bergerak. Tidak melawan. Tidak mundur. “Kau pikir aku boneka politik yang bisa disingkirkan hanya karena kau tergila-gila pada wanita berkasta rendah itu?” Salima maju dua langkah, tangan kanannya kembali terangkat. Satya menangkap pergelangan tangannya kali ini. Cengkramannya dingin. “Cukup.” “Seluruh Malaka sudah tau, Foto kita terpajang di med

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 64 Sumpah Darah

    Gerbang istana terbuka perlahan di bawah cahaya lampu sorot yang menusuk malam. Hujan masih turun gerimis, menetes dari ujung helm para penjaga yang berdiri berjajar. Setiap langkah kendaraan lapis baja yang mengangkut Reina dan Satya diiringi tatapan tajam para petinggi, bangsawan, dan pasukan elit istana yang berkumpul di halaman utama.Pintu belakang terbuka.“Turun!” bentak seorang penjaga, menarik borgol di pergelangan Reina.Ia terhuyung turun, mengenakan pakaian sederhana berlumur lumpur, wajahnya basah dan kusut. Namun di balik kelelahan itu, matanya tetap tegak, menyimpan harga diri yang tak bisa dipatahkan oleh borgol logam.Di sisi lain, Satya turun dari kendaraan kedua. Tubuh tegapnya sedikit tertunduk. Bajunya basah kuyup, rambutnya menempel di dahi. Tapi matanya, tajam seperti elang yang enggan tunduk.Tatapan mereka bertemu.Tak ada kata.Hanya diam yang panjang... dan dalam.Beberapa bangsawan mulai berbisik-bisik. Nama Satya disebut pelan di antara mulut-mulut yang ta

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 63 Tertangkap

    Dari celah tirai, Reina melihat sosok Kolonel Bima berdiri bersama lima tentara bersenjata lengkap. Sorotan lampu menyilaukan halaman kecil, menciptakan bayang-bayang panjang di antara rerimbun pohon. Satya tak bergerak. Tubuhnya menjadi benteng, menghalangi siapapun yang mencoba masuk.Reina mundur perlahan. Nafasnya mulai tak beraturan. Tak tahu siapa sebenarnya musuh yang datang, namun satu hal jelas—Satya sedang mempertaruhkan segalanya.Ia berlari ke dapur. Tangannya meraba laci-laci sampai menemukan sebilah belati. Tak tajam, tapi cukup untuk bertahan. Ia menggantungkan jubah tipis di bahu, hendak keluar dari pintu samping ketika suara teriakan keras menghentikannya.“Jangan keluar, Reina!!”Suara Satya menembus derasnya hujan, menggetarkan udara malam. Reina berhenti. Kakinya tergantung di ambang pintu, tak bisa bergerak maju maupun mundur.Ia menggigil. Bukan karena dingin, tapi karena perasaan yang menggelegak dalam dirinya. Cinta. Takut. Marah. Dan rasa ingin melindungi bali

  • Antara Misi Dan Hati    bab 62 Senyap Sebelum Badai

    Langit di atas rumah tua itu memudar menjadi jingga. Udara lembab mengendap di sela pepohonan dan embusan angin sore membuat dedaunan bergoyang tenang. Di dalam rumah, suara kayu tua berderit pelan, seolah ikut mengamati dua sosok yang tengah bersandar di ambang jendela.Satya duduk di kursi kayu, satu kaki disilangkan di atas yang lain, matanya menatap lekat wajah Reina yang sedang tertawa kecil karena leluconnya."Kamu tahu," ujar Reina, menyuapkan potongan apel ke mulut Satya, "kalau saja tidak ada perang, aku bisa hidup seperti ini selamanya."Satya hanya tersenyum samar. "Kalau tidak ada perang, aku tidak akan pernah bertemu denganmu."Reina terdiam sejenak. Senyumnya memudar. Ia menatap mata pria itu dalam-dalam, mencoba membaca sesuatu yang selama ini tak pernah benar-benar ia mengerti."Kamu masih menyembunyikan sesuatu dariku, ya?" bisiknya.Satya membelai rambut Reina pelan, lalu menunduk mencium keningnya. "Apa pun itu, aku hanya ingin kamu percaya."Reina tak menjawab. Ia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status