Home / Romansa / Antara Misi Dan Hati / Bab 15 Terpisah Dalam Kegelapan

Share

Bab 15 Terpisah Dalam Kegelapan

Author: Fei Adhista
last update Last Updated: 2025-04-03 23:15:02

Tanah di lereng bukit mulai longsor, Reina dan kawan-kawan mulai panik.

"HATI-HATI!" teriak Reina sekuat tenaga.

Namun, sudah terlambat. Longsoran tanah dan bebatuan meluncur deras, memisahkan mereka dalam sekejap. Reina hanya bisa melihat sekilas bayangan teman-temannya sebelum semuanya tertelan oleh tanah dan lumpur.

Saat debu dan lumpur mereda, Reina merangkak keluar dari timbunan tanah. Napasnya terengah-engah, jantungnya masih berdebar kencang.

"Daniel? Malik? Adit?" serunya, namun hanya suara hujan yang menjawabnya.

Hutan terasa lebih mencekam dari sebelumnya. Reina berdiri perlahan, mencoba memahami situasinya. Ia sendirian.

Sementara itu, di sisi lain...

Malik dan Tio terbatuk-batuk, berusaha menghapus lumpur dari wajah mereka. "Sial! Rei? Daniel?" teriak Malik.

"Aku di sini!" sahut Daniel, muncul dari balik semak-semak dengan Adit yang masih gemetaran di belakangnya. "Tapi Reina tidak ada."

Mereka saling bertukar pandang dengan wajah penuh kecemasan.

Sementara itu, Reina ber
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 16 Titik Temu

    Satya menatap jalanan di depan mobilnya yang basah kuyup oleh hujan. Sejak menerima telepon darurat tentang bencana longsor di daerah latihan, hatinya tidak bisa tenang. Wajahnya tetap datar, tetapi di dalam, kekhawatirannya semakin membuncah.Ia hampir sampai di gerbang istana ketika suara telepon di tangannya kembali berbunyi, laporan terbaru dari pos pelatihan yang membuat jantungnya berdegup lebih kencang.“Mayor Satya, beberapa siswa masih terjebak di hutan. Ada yang belum ditemukan, dan kondisi medan semakin memburuk. Kami membutuhkan bantuan segera!”“Lanjutkan pencarian!” jawab Satya tegas. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa mereka tidak cukup cepat. Waktu telah terbuang terlalu banyak.Setibanya di pos pelatihan, Satya langsung meminta untuk turun dan bergabung dengan tim pencarian. Namun, komandan yang ada di sana menahannya dengan suara keras.“Mayor, ini bukan tugas Anda! Kami sudah menyiapkan tim profesional. Anda harus kembali ke istana. Ada masalah lain yang menunggu.”

    Last Updated : 2025-04-04
  • Antara Misi Dan Hati    Bab 17

    Hari mulai gelap dan hawa dingin semakin menusuk. Kabut tipis turun perlahan, bergulung di antara pepohonan, membawa udara lembah yang menggigit kulit. Reina memeluk dirinya sendiri, menggigil meski sudah mengenakan jaket tambahan yang diberikan Satya sebelumnya. Nafasnya terlihat samar dalam embusan dingin. Setelah menyusuri hutan lebih jauh, mereka akhirnya menemukan Malik dan Adit. Keduanya duduk meringkuk di bawah cekungan batu besar, wajah lelah dan mata nyaris tertutup karena kelelahan. Satya segera berlutut, mengecek kondisi mereka. “Kalian baik-baik saja?” tanyanya cepat. “Aku... kaki keseleo sedikit,” gumam Adit, sementara Malik hanya mengangguk lemah. “Tidak ada luka serius, syukurlah,” ujar Satya sambil membuka ransel. Ia mengeluarkan selimut termal, beberapa bungkus makanan darurat, dan radio kecil. “Kalian harus bertahan di sini malam ini,” katanya tegas. Ia menyerahkan selimut ke Malik, lalu beralih ke Reina, tatapannya serius dan dalam. “Tolong jaga mereka mala

    Last Updated : 2025-04-05
  • Antara Misi Dan Hati    Bab 18 Evakuasi

    Reina dan Satya saling pandang. Langkah mereka terhenti sejenak di antara kabut yang menyelimuti hutan. Hening. Hanya napas mereka yang terdengar berat.Reina merasa detak jantungnya berpacu tak karuan. “Tio...” tanyanya hati-hati. “Kamu... tadi denger apa, ya?”Tio yang dipapah Satya dan duduk setengah nyandar di tanah, tersenyum miring meski wajahnya masih pucat. “Hmm... nggak banyak sih. Cuma... aku sempat denger Pak Satya bilang sesuatu kayak... ‘istri’?”Reina langsung membeku. “Itu... mungkin kamu salah denger,” ujarnya cepat, terlalu cepat.Satya menoleh pelan. Tatapannya ke Tio datar tapi ada kilat waspada. “Kamu lagi luka, jangan terlalu mikir yang nggak penting.”Tio menaikkan alis, kepalanya sedikit miring. “Ooo... rahasia ya? Wah, aku suka nih suasana kayak sinetron malam Jumat.”Reina memukul pelan lututnya. “Tio! Fokus ke kakimu, bukan drama hidup orang.”Satya menapaki lereng perlahan, membawa Tio di punggungnya. Nafasnya teratur, langkahnya mantap meski medan masih lic

    Last Updated : 2025-04-06
  • Antara Misi Dan Hati    Bab 19 Hati-hati Jangan Ketahuan

    Helikopter kembali berguncang halus sebelum akhirnya stabil. Di dalam kabin, suasana mulai sedikit tenang. Beberapa perawat memeriksa kondisi para peserta, sementara Satya duduk diam di sisi Reina, matanya tetap waspada. Tio duduk tidak jauh dari mereka, berbalut selimut dan infus di tangan. Ia melirik ke arah Reina... untuk kesekian kalinya. Reina mencoba menghindari tatapan itu, memalingkan wajah ke jendela kecil helikopter, pura-pura tertarik pada lanskap hutan yang kini terlihat seperti guratan hijau kelam di bawah awan. Namun Tio tetap memperhatikan. Akhirnya, ketika perawat meninggalkan sisi mereka sebentar, Tio bersuara—pelan, hanya untuk Reina. "Rei." Reina menoleh sedikit. “Apa?” Tio menyipitkan mata. “Aku cuma mau tanya... kamu tuh sebenernya... cowok kan?” Reina terdiam. Napasnya sempat tertahan. “Kenapa nanyanya gitu?” suaranya nyaris normal, tapi ada ketegangan halus. Tio mengangkat bahu, masih dengan senyum santainya. “Gak tahu. Feeling aja. Pas kamu jatuh tadi

    Last Updated : 2025-04-07
  • Antara Misi Dan Hati    Bab 20 Tak Ada Yang Perlu

    Di aula utama istana kerajaan Ghana, deretan kursi dipenuhi oleh para pejabat tinggi negara. Dinding-dinding marmer putih dipenuhi lambang kerajaan, dan di ujung ruangan, Raja Mahesa duduk dengan tenang di singgasananya, namun aura ketegangan jelas terasa.“Pangeran Ardian sudah bergerak terlalu jauh,” ujar Menteri Dalam Negeri dengan nada serius. “Aliansi mereka dengan negeri Malaca tak bisa dianggap remeh.”“Dia bukan lagi seorang pangeran,” sahut Menteri Pertahanan, Jenderal Wiratma. “Dia pengkhianat. Kita tidak bisa terus menahan diri.”Suara-suara mulai meninggi. Sebagian besar pejabat sepakat bahwa langkah tegas harus segera diambil.Kepala Badan Keamanan Nasional, Marsekal Raka, maju ke tengah ruangan dan memberi hormat. “Paduka, dengan segala hormat, kami meminta izin agar Mayor Satya segera diturunkan ke garis depan. Hanya dia yang cukup cakap dan disegani di medan seperti ini.”“Apakah Mayor Satya sudah kembali dari misi penyelamatan?” tanya Raja Mahesa, nadanya tetap tenang

    Last Updated : 2025-04-08
  • Antara Misi Dan Hati    Bab 21 Perlindungan yang Terluka

    Di ruang perawatan rumah sakit militer, Reina duduk di ranjang sambil memegang buku catatan medis yang sebenarnya tak ia pahami isinya. Rambutnya masih disembunyikan di balik topi rajut, wajahnya tampak lesu. Di sisi lain ruangan, Ditto bersandar santai di kursi dengan kaki disilangkan, mengenakan seragam ajudan, tampak terlalu tenang untuk seseorang yang sedang menjalankan tugas."Ini udah hari keberapa ya?" gumam Reina."Dua," jawab Ditto cepat, tanpa menoleh. "Tapi kalau kamu tanya 'udah berapa kali kamu ngeluh hari ini', itu udah lima kali.""Lucu banget." Reina pun mendengus. Ditto akhirnya menoleh, tersenyum jahil. "Kamu nggak biasa diurusin orang ya? Biasanya kamu nyamar dan kabur sebelum sempat luka, gitu?""Satya... dia ke ibu kota untuk urusan apa?""Saranku, lebih baik kamu jalanin tugasmu sebagai istri bayaran tanpa harus tahu apa yang dia lakukan. Ini lebih baik untuk dirimu."Reina terdiam. Baru akan menjawab, ketika pintu kamar terbuka sedikit—cukup untuk seorang kepal

    Last Updated : 2025-04-09
  • Antara Misi Dan Hati    Bab 22 Pernikahan Membawa Bencana

    Suara langkah sepatu hak tinggi memecah keheningan lorong. Para pelayan menunduk dengan gugup saat Putri Nayla, putri dari Menteri Militer tertinggi, melangkah cepat dengan wajah menegang. Kabar pernikahan diam-diam Mayor Satya telah sampai ke telinganya. Dan Nayla—yang pernah menjadi tunangannya—tak akan membiarkan harga dirinya diinjak begitu saja. Ia mendorong pintu paviliun tanpa mengetuk, hingga dua penjaga di luar bereaksi kaget. Satya berdiri di dalam, baru saja melepaskan sarung tangan kulit dan menaruhnya di atas meja. Tatapannya langsung bertemu dengan mata Nayla yang berkobar emosi. “Kau sudah menikah?” Suaranya tegas namun bergetar. “Tanpa izin, tanpa pengumuman, tanpa... penjelasan apa pun?” Satya tidak bergeming. “Pertunanganku denganmu telah dibatalkan sejak dewan kerajaan memilih calon pengantin dari Negeri Malaca. Bukankah kau sendiri yang mundur dari perjanjian itu?” Nayla tertawa getir. “Aku mundur karena aku tahu ini demi rakyat! Tapi bukan berarti aku bisa

    Last Updated : 2025-04-10
  • Antara Misi Dan Hati    Bab 23 Liburan

    Sudah seminggu sejak Satya pergi tanpa kabar, dan Reina merasa ada sesuatu yang aneh. Meskipun pernikahan mereka hanya pernikahan kontrak, namun di mata hukum dan agama, mereka sah sebagai suami istri. Tapi yang lebih mengejutkan adalah perasaan yang tumbuh di dalam dirinya, sesuatu yang lebih dari sekadar kewajiban. Kadang-kadang, Reina akan tersenyum sendiri, merasa aneh dengan dirinya yang semakin terikat pada Satya, meskipun mereka hanya sepasang suami istri di atas kertas.Saat itu, di atas ranjang, Malik tampak sedang tidur terbalik dengan kepala di bawah, benar-benar tampak seperti tidak tahu arah. Reina hanya memandangi tubuh Malik yang tergantung terbalik, agak gelisah. Dia tahu, selama seminggu ini, mereka sudah cukup dekat dalam hal percakapan, meskipun terkadang Malik bisa membuat suasana jadi canggung.Tiba-tiba, tanpa diduga, kepala Malik melongok dari atas ranjang, seperti kelinci keluar dari lubang. Reina yang sedang melamun langsung terkejut dan ha

    Last Updated : 2025-04-11

Latest chapter

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 50

    Langit mendung. Cahaya lampu hanya separuh menerangi lorong batu tua. Satya melangkah cepat, jubah panjang digulung ke lengan, sepatu botnya dibungkam kain hitam.Dua pengawal berjaga di depan kamar Reina. Ia menghentikan langkah di balik pilar batu.Isyarat tangan. Tiga jari.Satu napas. Dua langkah.Gerak cepat—pengawal pertama dihantam dengan bokong belati ke tengkuk. Satya menangkap tubuhnya sebelum jatuh. Pengawal kedua menoleh, sempat mengangkat senjata—Braak!Satya menjatuhkannya dengan hantaman lutut ke dada. Pistol terlepas. Ia hempaskan tubuh si penjaga ke dinding tanpa suara.Napasnya masih stabil. Ia buka pintu pelan-pelan.Di atas ranjang, seseorang duduk membelakanginya. Rambut digelung rapi, mengenakan gaun tidur tipis khas bangsawan Ghana. Reina menoleh kaget.“Mas Satya?”Dia berdiri setengah, bingung. “Bagaimana kau bisa di sini? Kau tak bisa—”Satya melangkah cepat, menutup pintu dan menguncinya.“Kita bicara sekarang,” katanya tegas.Reina beringsut mundur. “Apa y

  • Antara Misi Dan Hati    bab 49 Rebut Dia

    Pintu terbuka cepat. Ditto masuk tanpa diizinkan.Satya, yang sedang mengikat sarung pedangnya, menoleh tajam. “Berani sekali masuk tanpa laporan," ucap Satya tersenyum bercanda .”“Maaf, Yang Mulia. Ini darurat,” kata Ditto cepat, napasnya masih belum teratur.Satya diam sejenak, lalu menaruh pedangnya ke meja. “Bicara.”Ditto menelan ludah. “Ada kemungkinan penyamaran Nyonya terbongkar.”Satya berhenti sejenak. “Sejak kapan?”“Tiga bulan lalu. Keluarga aslinya menghilang dari wilayah perbatasan. Rumah mereka dibakar habis. Tapi baru kemarin laporan lengkapnya sampai ke tangan saya.”Suara Satya turun dua oktaf. “Kenapa baru sekarang kau laporkan?”“Saya baru temukan salinan catatan pengungsi dari distrik timur. Sebelumnya... data itu disembunyikan oleh petugas lokal.”Satya mengepalkan tangan. Napasnya berat.“Dia tahu?”Ditto menggeleng. “Sepertinya tidak, Mayor. Dia terus jalankan tugas. Tidak ada tanda dia curiga.”Satya membalik badan, mengambil mantel, lalu melangkah cepat ke a

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 48 Surat Rahasia

    Suara tongkat kerajaan menjejak marmer, memantulkan gema yang membuat ruang balairung terasa makin hening. Raja Mahesa berdiri tegak di hadapan para penasihat dan bangsawan istana."Sudah cukup waktu kita beri pada Pangeran Satya," katanya dengan suara yang dalam dan tenang, tapi menyiratkan ultimatum. "Musim perjanjian akan datang. Tanpa pernikahan kerajaan, persekutuan dengan Malaca terancam."Beberapa penasihat saling pandang, tapi tak ada yang berani menyela."Ayahanda," suara tegas menyela dari sisi ruangan.Satya melangkah masuk. Rambutnya masih agak basah, jelas ia datang terburu-buru. Setengah wajahnya masih tertutup topeng perak."Apa maksud Ayahanda ingin menikahkan saya tanpa persetujuan saya?" tanyanya dingin, tapi sopan. "Tidakkah itu melanggar hak saya sebagai putra mahkota?"Raja Mahesa menatapnya tajam. “Kau telah menolak Salima. Kau tidak memberi pilihan pada kami. Jika kau tidak bertunangan dengan Salima dalam tiga hari, maka aku yang akan menentukan pernikahan tanpa

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 47 Malam di Bukit Aeloria

    Angin malam berembus lembut di puncak Bukit Aeloria. Lampu lentera bergoyang pelan menggantung di dahan-dahan pohon, menerangi jalan setapak menuju sebuah tempat duduk kayu beratapkan bunga anggrek liar. Di kejauhan, danau tampak berkilau tertimpa cahaya bulan. Tempat itu sunyi, damai, dan nyaris seperti lukisan.Reina berdiri dengan jubah panjang, gugup. Ia melirik ke kiri dan ke kanan. "Kenapa Salima belum datang juga..." gumamnya. Ia menyiapkan semuanya agar Salima bisa berbicara dari hati ke hati dengan Pangeran Satya. Tapi sudah hampir satu jam berlalu.Langkah kaki terdengar dari arah belakang.Reina buru-buru berdiri. "Salima?" tanyanya.Yang muncul... bukan Putri Salima.Melainkan sosok tinggi menjulang dengan mantel gelap dan topeng separuh wajah yang hanya bisa dimiliki oleh satu orang.Pangeran Satya.Reina langsung menunduk sopan. “Yang Mulia… mohon maaf, seharusnya ini—”"Tempat yang sangat romantis untuk pertemuan rahasia," potong Satya dengan nada rendah namun menggoda.

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 46 Dia ingin Menikahiku

    Ketika Reina mengetuk pintu kamar Putri Salima, ia tidak menyangka akan mendengar suara lemari dibanting dan koper terbuka.“Putri Salima?” Reina memanggil hati-hati.Pintu terbuka dengan cepat, menampilkan wajah Putri Salima yang memerah, bukan karena bedak, tapi amarah.“Aku sedang sibuk! Kalau kau mau bergosip tentang pangeran sialan itu, lebih baik—”“Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi,” potong Reina cepat, mencoba tetap tenang.Matanya terarah pada beberapa koper besar di ranjang. Gaun-gaun, sepatu, kotak perhiasan, dan semuanya berantakan. Jelas bukan sekadar ingin ganti baju.“Kamu mau pergi?” tanya Reina, menutup pintu perlahan.Salima menoleh, matanya basah. “Apa gunanya aku di sini kalau hanya dijadikan bahan lelucon?”Reina mendekat hati-hati. “Apa yang dia katakan?”Salima langsung duduk, napasnya berat. “Kemarin malam... dia datang ke kamarku. Setelah semua orang menyuruhku memilih dia, dia malah—” suara Salima tercekat, lalu berkata dengan penuh rasa sakit, “dia bilan

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 45 Aku bukan pawang Birahi

    Angin malam berembus lembut lewat jendela yang terbuka separuh. Reina duduk di kursi dekat meja rias, menatap kosong bayangan dirinya di cermin. Matanya kosong, pikirannya kacau.Apa yang kulihat tadi...? Mereka sedekat itu... Ia mendesah pelan, lalu menggigit bibir bawahnya. Kenapa aku peduli...?Pintu kamar mengeluarkan bunyi halus—nyaris tak terdengar. Tapi langkah kaki itu... Reina terlalu tenggelam dalam pikirannya untuk menyadari.Satya masuk diam-diam, mengenakan pakaian malam biasa berlengan panjang, wajahnya tak tertutup topeng. Kali ini bukan Pangeran Satya yang masuk ke kamar itu. Tapi seorang suami.Matanya menemukan Reina. Duduk diam. Membisu.Dan Satya mengira... istrinya sedang cemburu.Ia mendekat perlahan, langkahnya tenang, lalu berhenti tepat di belakang Reina.“Reina,” bisiknya rendah.Tak ada jawaban.Satya tersenyum samar. Ia menyentuhkan tangannya perlahan ke bahu Reina. Lalu—tanpa aba-aba—ia memeluknya dari belakang. “Aku minta maaf.”Tubuh Reina menegang seke

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 44 Dia mengkhianati ku.

    Langit siang cerah di balik jendela kaca patri, tapi suasana meja makan istana jauh dari hangat. Pembicaraan diplomatik berlangsung tegang, tapi perhatian Reina terpusat pada satu hal—satu orang. Pangeran Satya. Pria itu duduk di ujung meja panjang, mengenakan topeng perak yang menutup sisi kiri wajahnya. Tegap, diam, penuh aura gelap. Dari tadi tak banyak bicara. Suaranya berat, datar, nyaris tanpa emosi. Dan itu membuat Reina... penasaran setengah mati. “Katanya dia diserang, Beruang” bisik Salima pelan. “Atau semacam kutukan. Lihat saja topengnya. Mereka bilang, wajahnya setengah hancur.” Reina menoleh, nyaris tersedak anggur. “Beruang? Yang benar saja…” “Dan konon,” Salima menambahkan dramatis, “wajah buruknya mencerminkan hatinya. Dingin. Kejam. Sempurna untuk jadi suamiku, kalau aku mau bunuh diri.” Reina hampir meledak tertawa, tapi buru-buru mengatup mulut. Wajah buruk. Dingin. Kejam. Jangan-jangan... dia cemburuan juga? Hah. Mirip seseorang... Matanya kembali m

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 43 Beri Alasan

    Cahaya mentari menyelinap masuk melalui tirai tipis kamar Putri Alliya. Udara pagi membawa aroma bunga lavender dari taman istana, namun ketenangan itu tidak mampu menenangkan hati Reina yang duduk di tepi ranjang, memandangi jendela dengan mata kosong.Ia masih memikirkan kejadian semalam—kehadiran Satya yang tiba-tiba muncul di kamarnya dengan penyamaran dan ekspresi yang tak biasa. Dingin. Mencurigai. Dan diam-diam melindungi.Reina menggigit bibirnya. Ia tahu Satya menahan banyak hal—pertanyaan, rasa penasaran, dan mungkin… kekhawatiran. Tapi ia tidak bisa menjelaskan apapun. Misinya sebagai Putri Alliya adalah perintah langsung dari raja dan Kolonel Bram. Rahasia negara. Bahkan kepada suaminya sendiri, ia tak boleh membocorkannya.Suara ketukan di pintu menyentaknya dari lamunan.“Putri Alliya,” suara Malik dari luar, “Putri Salima meminta Anda menemaninya sarapan pagi.”Reina menutup mata sejenak, menghela napas panjang. Sudah dimulai lagi, pikirnya.Dengan cepat, ia mengenakan

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 42 Dia masih Satya-ku

    Suasana hening saat Satya berdiri di hadapan Raja Mahesa. Pilar-pilar marmer menjulang, sementara tirai berat warna emas bergoyang perlahan tertiup angin dari balkon. Mata Raja Mahesa tajam menatap putranya.“Kau sudah terlalu lama bersembunyi di balik status perwira, Satya.”Nada suaranya tenang, tapi mengandung tekanan yang tak bisa ditawar.“Besok malam, kau akan hadir sebagai pangeran Ghana dalam jamuan makan malam kenegaraan. Aku sudah muak menunggu. Ini perintah."Satya menunduk hormat, tapi rahangnya mengeras."Pa, jika boleh saya—"“Tidak ada jika. Satya, ini bukan tentangmu lagi. Ini tentang kerajaan. Tentang perdamaian dengan Malaca. Hadiri jamuan itu. Duduk di samping Putri Salima. Dan tunjukkan bahwa Ghana tidak bermain-main.”Raja Mahesa berdiri. Suaranya turun satu oktaf.“Atau… kau lepaskan gelar pangeranmu.”Satya menggertakkan gigi. Ia tahu, ini bukan sekadar tekanan. Ini ultimatum. Sebenarnya dia ingin melepas gelar itu, namun urusannya belum selesai. Satya duduk di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status