"Kerajaan kalian menyerang salah satu desa pemukiman kami! Anggap saja ini balasan dan peringatan untuk Raja kalian!" jawab Sang Jenderal.
Semua mata prajuritnya menatap penuh hasrat pada wanita yang ada di hadapannya. Jenderal melihat jelas hal itu dan mengerti, karena dirinya juga sangat terpengaruh akan kehadiran sosok cantik ini.
Sang Jenderal melepaskan jubah miliknya dan meletakkan jubah itu di atas kepala wanita itu dan mengikatnya di bawah leher.
"Siapa namamu?"
"Aranjo!"
Aranjo, nama yang asing, tetapi enak di dengar. Jenderal tidak bisa menyerahkan wanita ini ke penjagaan prajurit, jadi dirinya yang akan menjaga wanita itu dan membawanya sebagai hadiah untuk Sang Raja.
Jenderal mengangkat tubuh Aranjo dan mendudukkannya di atas kuda putih, lalu Jenderal juga naik dan duduk di belakangnya.
"Kita kembali!" seru Sang Jenderal kepada prajuritnya. Semua prajurit patuh dan menaiki kuda masing-masing untuk kembali ke Kerajaan Qiyang.
"Apakah kamu akan menyerahkan diriku kepada Raja Kerajaan Qiyang?" tanya Aranjo yang duduk bersandar di dada bidang yang terlapisi baju zirah.
"Ya!" jawab Jenderal itu singkat.
Aranjo memalingkan wajahnya menatap Sang Jenderal. Wajah mereka sangat dekat, Aranjo dapat merasakan hembusan napas hangat pria itu di wajahnya. Sesuatu menggelitik tubuhnya, tanpa sadar Aranjo mendekatkan bibirnya ke bibir pria itu.
Sang Jenderal terkejut dengan kelakukan wanita itu. Wanita itu terlihat akan mencium bibirnya, tetapi dirinya juga tidak dapat memalingkan wajah dan juga membuka sedikit bibirnya.
Aranjo tersadar akan perbuatannya, dirinya memalingkan wajahnya kembali. Mengapa dirinya seperti ini? Dirinya belum pernah berhubungan dengan pria manapun baik di kehidupan sebagai Dewi dan kehidupan sekarang. Namun, mengapa dirinya memiliki hasrat sebesar ini? Apakah ini juga bagian dari hukumannya?
Sang Jenderal terlanjur mengharapkan ciuman itu dan merasa kecewa saat wanita itu memalingkan wajahnya. Jenderal menghela napas berat dan kembali fokus melihat ke depan.
Langit sudah mulai gelap, akhirnya mereka berhenti di tanah lapang, letak Kerajaan Qiyang masih cukup jauh. Sang Jenderal turun dari kuda dan memerintahkan para prajurit untuk membangun tenda.
Lalu, Sang Jenderal mengulurkan kedua tangannya ke arah wanita itu.
Aranjo yang masih tertutup jubah pria itu menyambut kedua tangan kokoh itu dan melompat turun. Sang Jenderal menggandeng tangannya dan membawanya ke sisi tanah lapang itu. Mereka memperhatikan bagaimana para prajurit dengan cekatan mendirikan tenda."Jenderal! Tenda sudah siap!" lapor seorang prajurit yang datang menghampiri mereka.
Lalu, Jenderal yang masih menggandeng tangannya, berjalan ke arah tenda yang paling besar dan mereka masuk ke dalam.
Tenda ini begitu luas dan tanah di dalam tenda dilapisi dengan kulit hewan. Bahkan ada meja kecil dan kasur yang juga terbuat dari kulit hewan di dalamnya. Cahaya lilin menerangi tenda ini.
Sang Jenderal melepaskan tangannya dan berjalan ke arah meja. Di atas meja ada baskom kuningan berisi air. Jenderal mencuci wajahnya dan perlahan membuka baju zirah yang begitu berat.
Aranjo melihat bagaimana Jenderal melepaskan baju zirah itu dan ada bekas darah pada lapisan pakaian di dalamnya. Apakah pria itu terluka? batinnya.
Aranjo menghampiri Sang Jenderal dan bertanya, "Anda terluka?"
Sang Jenderal menatap ke bawah, tepatnya ke dada miliknya. Bekas luka panah pada pertempuran sebelumnya mengeluarkan darah, mungkin karena dirinya terlalu banyak bergerak.
"Bukan masalah besar!" jawab Sang Jenderal mundur dan menjauhi dirinya.
Aranjo menghampirinya dan membuka pakaian pria itu. Sang Jenderal berusaha menghindar, tetapi Aranjo menarik kuat pakaian pria itu.
"Lukamu cukup dalam! Apakah Anda membawa obat untuk luka ini?" tanya Aranjo menatap luka yang masih basah itu.
"Tidak! Besok kita akan tiba di Kerjaan Qiyang, aku akan mengobatinya di sana!" ujar Sang Jenderal sambil melepaskan diri dari Aranjo dan mundur ke sudut tenda yang paling jauh dari wanita itu.
Aranjo mengeluarkan botol giok kecil dari lengan pakaiannya. Sebenarnya, Aranjo mengambil obat itu dari ruang dimensi miliknya, tetapi jika tiba-tiba botol itu muncul begitu saja, Aranjo yakin Sang Jenderal yang perkasa itu pasti akan ketakutan.
"Kemarilah!" perintah Aranjo.
"Ti-tidak perlu," ujar Sang Jenderal kembali mundur.
"KEMARI!" perintah Aranjo dengan galak.
Pria itu datang menghampirinya perlahan, lalu berdiri di hadapannya.
Aranjo kembali membuka pakaian pria itu dan mengoleskan obat di atas luka dengan perlahan. Ini adalah obat spiritual dari Alam Langit, yang artinya akan sangat mujarab bagi manusia. Aranjo yakin luka itu akan kering besok.
"Obat apa itu?" tanya Sang Jenderal. Dirinya merasakan sensasi dingin saat obat itu dioleskan dan kemudian luka itu tidak lagi berdenyut karena sakit.
"Resep obat rahasia keluargaku!" jawab Aranjo asal dan menyimpan kembali obat itu ke balik lengan pakaiannya, tepatnya keruang dimensi miliknya.
Aranjo merapikan pakaian pria itu, tetapi gerakan tangannya terhenti, saat melihat begitu banyak bekas luka di tubuh pria itu. Bukan menutup pakaian pria itu, Aranjo malah melepaskannya dan berjalan ke belakang Sang Jenderal.
Tangan Aranjo menyusuri punggung Sang Jenderal yang penuh bekas luka. Sentuhan ringan, tetapi mengirimkan getaran yang membangkitkan hasrat Sang Jenderal.
"Bu-bukankah mereka mengatakan, Jenderal Kerajaan Qiyang sangat hebat, bahkan tidak ada pedang dan panah yang mampu menembus baju zirah itu!" ujar Aranjo. Banyak hal yang didengarnya tentang kehebatan Sang Jenderal ini.
Jenderal maju selangkah, melepaskan sentuhan wanita itu dari punggungnya. Dirinya bukan pria suci, dirinya sudah begitu berusaha menjaga jarak dengan wanita itu.
"Hanya bekas luka!" jawab Sang Jenderal dan merapikan pakaiannya kembali.
Entah apa yang mendorong Aranjo, dirinya berlari menghampiri pria itu dan memeluk pinggangnya erat.
Tubuh Sang Jenderal membeku, dirinya dapat merasakan lekukan tubuh indah wanita itu yang menempel erat di punggungnya."Lepaskan!" ujar Sang Jenderal dingin.
Aranjo menginginkan pria itu, dirinya tidak tahu perasaan apa yang sedang menyelimuti dirinya. Jantungnya berdebar kencang, begitu juga dengan tubuh bagian bawahnya berdenyut keras, bahkan Aranjo juga merasakan payudaranya mengeras.
Aranjo mengabaikan perkataan pria itu dan mempererat pelukannya.
Sang Jenderal menyentuh tangannya yang melingkari pinggangnya. Sang Jenderal membuka pelukan tangannya perlahan dan membalikkan tubuh menghadap wanita itu.
Aranjo menengadah, pria itu sangat tinggi, dirinya hanya mencapai dada pria itu.
Sang Jenderal menatap ke arah wanita yang menatapnya dengan mata sayu dan bibir sedikit terbuka.
"K-kau yakin?" tanya Sang Jenderal.
Dirinya juga tidak lagi mampu menahan hasrat yang menderanya.
Aranjo maju dan menempelkan tubuhnya ke tubuh pria itu."Uh..." lenguh Sang Jenderal.
Sang Jenderal merengkuh tubuh indah Aranjo dan mengangkat sedikit tubuh itu. Kemudian, keduanya mulai berciuman.
Jenderal Ming Hao, pria beristri dan memiliki dua orang anak. Dirinya pria setia dan menghormati norma-norma yang ada. Namun, semua itu tidak lagi berlaku saat berhadapan dengan wanita ini, Aranjo.
Hasrat mengalahkan akal sehatnya, dirinya ingin memiliki wanita itu sepenuhnya.
Aranjo memeluk leher pria itu dan mulai mengaitkan kedua kakinya di pinggang pria itu.
Aranjo mencium dalam Sang Jenderal. Tangan Aranjo yang awalnya memeluk leher pria itu berpindah ke belakang kepala Sang Jenderal. Aranjo menarik lembut rambut panjang yang terikat ke belakang kepala pria itu.Sang Jenderal dengan Aranjo yang berada dalam gendongannya, berjalan ke arah meja tadi. Lalu, mendudukkan wanita itu di atas meja. Sang Jenderal membuka kaki Aranjo dan berdiri di antara kedua kaki itu.Sang Jenderal melepaskan ciumannya, akal sehat yang tinggal sedikit kembali mengingatkan dirinya, bahwa dirinya telah berkeluarga dan wanita itu adalah hadiah untuk Raja.Aranjo merasa kehilangan saat pria itu melepas ciumannya. Perlahan Aranjo membuka mata dan menatap ke arah Jenderal yang berada tepat di hadapannya. Wajah Sang Jenderal terlihat ragu, di samping hasrat yang telah menggelora.Aranjo mendekatkan wajahnya dan dirinya kembali mengulum bibir tipis Sang Jenderal. Ciumannya tidak dibalas, pria itu hanya berdiri membeku. Aranjo tidak peduli, dir
Setelah percintaan yang begitu panas, Aranjo tertidur di dalam pelukan Ming Hao, Sang Jenderal.***Keesokan paginya, Aranjo terbangun dan mendapati dirinya sendirian di atas ranjang bulu hewan. Aranjo turun dan mengenakan pakaiannya kembali.Area intimnya terasa sedikit sakit, tetapi hal tersebut membuatnya teringat kembali permainan cinta mereka yang begitu panas.Hanya dengan memikirkannya, Aranjo sudah mulai menginginkannya kembali.Aranjo berjalan ke arah meja dan membasuh wajahnya dengan air yang sudah tersedia di dalam baskom kuningan. Lalu, mengeringkan wajahnya dengan kain yang sudah tersedia di sana. Di mana Sang Jenderal? batinnya.Jenderal Ming Hao masuk ke dalam tenda bersama dengan seorang prajurit. Aranjo tersenyum dan ingin memeluk pria itu, tetapi raut wajah Sang Jenderal sangat buruk dan hal itu membuat Aranjo mengurungkan niatnya. Apakah ada sesuatu yang terjadi?"Jenderal Ming Hao terima titah Raja!" ujar prajurit itu sam
"Buka gerbang!"Aranjo mendengar teriakan prajurit dan membuka tirai tandu untuk melihat apakah dirinya sudah tiba di Kerajaan Qiyang? Apakah Kerajaan itu sama hebatnya dengan rumor yang tersebar?Gerbang raksasa adalah hal pertama yang dilihatnya. Banyak prajurit berzirah lengkap menjaga gerbang masuk ke dalam Kerajaan Qiyang. Setiap orang yang hendak masuk di periksa dengan amat teliti.KLANGGG!!!Suara besi beradu memekakkan telinga, gerbang raksasa perlahan terbuka. Tandu di mana Aranjo duduk, kembali melaju perlahan ditarik oleh sepasang kuda hitam.Aranjo menutup tirai tandu dan membuka tirai jendela kecil di sampingnya. Aranjo terpana melihat keramaian kota ini. Semua warga terlihat berkecukupan dan begitu banyak toko-toko, yang Aranjo tidak tahu apa yang dijual di setiap toko itu.Suasana sangat berbeda dengan tempat di mana Aranjo berasal.Aranjo dibesarkan di desa kecil yang merupakan bagian dari Kerajaan Danzou. Kerajaan Danzou sendi
Raja menatap seorang wanita yang baru memasuki kamarnya. Raja terpana dengan kecantikan wanita di hadapannya itu."Tidak disangka, ternyata dirimu sama persis yang dikatakan oleh si pembawa pesan." Raja berkata sambil menghampiri Aranjo.Jantung Aranjo berdebar, saat Sang Raja menghampirinya. Raja adalah pria yang sangat tampan, usia Raja di atas Jenderal Ming Hao.Namun, kata tua tidak pantas untuk menggambarkan Sang Raja. Pria itu begitu dewasa dan matang, tatapan matanya mematikan. Pria penuh percaya diri sangatlah menarik.Postur tubuh Raja bahkan lebih tinggi dan kekar dibandingkan dengan Jenderal Ming Hao. Siapa yang menyangka, Raja yang selalu berada di singgasananya akan memiliki tampilan seperti itu. Mata seperti rubah dengan alis hitam, tulang hidung yang tinggi sedikit bengkok dan bibir tipis. Semua itu diperindah dengan pahatan wajah yang sempurna.Raja mengenakan hanfu putih sederhana dan terbuka, pria itu tidak repot mengikat pakaian
Aranjo dan Sang Raja mencapai klimaks bersamaan dan itu membuat tubuh mereka seakan meledak karena rasa nikmat yang menggetarkan jiwa.Sang Raja yang perkasa, terkulai lemas di pelukan Aranjo. Perlahan, Aranjo merasakan kekuatan sihirnya meningkat, bahkan lebih banyak dibandingkan dengan saat bercinta dengan Jenderal Ming Hao.Saat inilah, Aranjo merasa bahwa menjalani kehidupan di dunia fana dan menjalani penderitaan cinta, tidaklah buruk. Selain dapat merasakan kenikmatan bercinta, kekuatan sihirnya juga meningkat pesat.Akhirnya, Aranjo tertidur dengan wajah yang tersenyum.Satu hal yang tidak disadari Aranjo, jiwanya juga akan terikat dengan pria yang bercinta dengannya.Walau saat ini Aranjo tidak merasakan cinta terhadap kedua pria itu, tetapi perlahan dan pasti Aranjo akan mencintai kedua pria itu. Jadi, saat kedua pria itu tersakiti dan mati, Aranjo juga akan merasakan sakit yang teramat sangat di dalam hatinya.***Keesokan pagi, terse
Kabar tentang Aranjo yang masuk ke ruang kerja Sang Raja, tersebar luas di kalangan Istana. Orang-orang tidak peduli apa alasan Aranjo dapat masuk ke ruangan itu. Mereka mengatakan Aranjo keterlaluan, karena kasih sayang Sang Raja menjadikan dirinya tidak tahu batasan.Namun, tidak ada yang mampu menemui Aranjo, karena Aranjo masih tinggal di kamar Sang Raja. Ratu sendiri, sudah sangat murka dan ingin segera melihat seperti apa tampang wanita istimewa itu.Ratu tidak mengambil langkah apapun, dirinya tidak ingin mendapatkan masalah. Begitu juga harem Istana, sangat kacau dan semua selir merasa Sang Raja tidak adil.Sudah hampir satu bulan, Aranjo berada di dalam Istana Qiyang.Dirinya dimanjakan penuh oleh Sang Raja. Mereka berdua lebih sering bercinta dibandingkan berbicara, tetapi hal itu membuat mereka berdua seakan tidak terpisahkan. Sampai pada suatu hari, Raja meminta Aranjo dipindahkan ke Paviliun Selatan."Kenapa?" tanya Aranjo."Karena
Brakkk!!Tubuh Aranjo menabrak meja kayu yang berada tepat dibelakang. Aranjo menyentuh wajahnya, untuk memastikan apakah berdarah atau tidak. Beruntung hanya sedikit lecet karena tancapan kuku tajam Sang Ratu.Yun tidak membantu dirinya dan Aranjo mengerti, siapa yang mau mengambil resiko menolong seorang wanita yang tidak jelas statusnya untuk menentang Ratu.Aranjo berhasil mempertahankan keseimbangannya dan perlahan maju kembali tepat di hadapan Sang Ratu."CEPAT KATAKAN!!!"Teriak Sang Ratu, layaknya orang yang sudah kehilangan kewarasannya. Siapa yang tidak akan seperti wanita itu, jika menduduki posisi penting, tetapi tidak diperlakukan dan dihargai sebagaimana mestinya."Sihir apa yang kamu gunakan?" desis Sang Ratu tepat di depan wajah Aranjo.Aranjo menatap penuh rasa iba kepada wanita yang begitu cantik dengan hiasan emas menghiasi rambut indahnya. Hanfu indah berbahan sutra dengan sulaman benang emas, membalut tubuh wanita itu. N
Dengan tatapan masih terpusat pada tubuh Aranjo, Raja perlahan melepaskan pakaian zirahnya yang begitu berat dan meletakkannya pelan di atas lantai. Lalu, Raja melepaskan seluruh pakaiannya. Telanjang, Raja bersujud di samping ranjang dengan tatapan yang lapar.Tangan Raja diletakkan di sisi ranjang, tidak menyentuh tubuh Aranjo. Mulut Sang Raja mulai mengulum salah satu puncak payudara yang memang sudah mengeras. Awalnya, sentuhan pelan dengan ujung lidah, Raja tidak tega membangunkan kekasihnya itu.Namun, hasrat sudah menguasai seluruh akal dan tubuh Raja. Jilatan pelan berubah menjadi isapan kuat yang bermain di puting Aranjo.Dalam tidurnya, Aranjo bermimpi memiliki seorang bayi dan dirinya dengan senang hati menyusui bayinya itu. Bayi tampan, miliknya dengan Raja. Namun, isapan bayi itu begitu kuat dan membuatnya merasa sakit dan bergairah. Apakah ini benar?"Uughhh...." lenguhan Aranjo dalam tidurnya.Suara lenguhan Aranjo semakin membuat R