Share

Are You... My Destiny?
Are You... My Destiny?
Penulis: Milky

BAB 1

Setelah pulang kerja dari pabrik sepatu, Meida mampir ke supermarket untuk membeli bubur ayam instan yang akan ia gunakan untuk sarapan besok pagi.

"Duh, sudah larut malam. Aku harus cepat-cepat mencari barang yang kubutuhkan," kata Meida pada dirinya sendiri. Dia pun segera memarkirkan motornya, dan berlari menuju pintu supermarket.

Saat dia memasuki supermarket, dia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 11 malam. "Astaga, aku harus cepat!" ujar Meida yang tadinya berlari sekarang menjadi jalan cepat, dan merapikan rambut panjang sebahu miliknya yang diikat.

Meida berjalan ke arah rak yang memajang bubur ayam instan. Tetapi, dia menabrak seorang pria. Tabrakan tersebut membuat Meida terpental dan jatuh tersungkur sampai membuat kacamatanya jatuh ke lantai.

"Ah, ma-maafkan saya, saya tadi terburu-buru dan tidak sengaja menabrak Anda. Tolong, maafkan saya!" Meida meminta maaf dengan sopan sambil menundukan kepalanya yang menandakan ia tulus untuk meminta maaf. Kemudian Meida meraba-raba lantai untuk mengambil kacamatanya supaya penglihatannya normal kembali, dan bisa melihat sosok yang telah ia tabrak.

Sosok pria tersebut masih berdiri tanpa menjawab permintaan maaf Meida, lalu melihat Meida yang merangkak dan meraba-raba mencari kacamatanya selama kurang lebih 15 detik. Karena merasa kasihan dengan Meida, pria tersebut akhirnya mengambilkan kacamata milik Meida dan memberikannya padanya.

Ketika Meida masih meraba-raba, dia melihat ada tangan yang memberinya kacamata padanya, dan membuat ia berhenti meraba-raba lantai. "Ini kacamatamu," ucap pria tersebut dengan lembut sambil berposisi jongkok.

Tanpa ragu-ragu lagi, Meida mengambilnya dengan senang hati. "Terima kasih," kata Meida sambil memasang kacamatanya, dan dia melihat sosok pria tersebut dengan sangat jelas. Siapa dia?

Pria tersebut menjawab, "Sama-sama."

Meida hanya menatapnya dengan posisi berlutut dengan mulut setengah terbuka karena terkejut melihat pria tersebut. Pria tersebut sangat tampan dengan kulit berwarna sawo matang yang dimilikinya. Selain itu, dia juga memiliki rambut pendek berwarna hitam, dan juga badan atletis yang semakin menambah aura laki-laki miliknya. Meida masih menatapnya, dan dia juga melamun. Tetapi, dia disadarkan dari lamunannya oleh suara seseorang.

"Hei, kamu tidak apa-apa?"

Mata Meida berkedip dengan cepat saat mendengar suara tersebut menandakan dia sudah sadar dari lamunannya. "Saya ti-tidak apa-apa kok," jawab Meida sedikit tergagap. "saya mi-minta maaf ka-karena telah me-menabrak Anda." Meida meminta maaf lagi dengan menundukkan kepalanya.

"Haha, tidak apa-apa. Santai saja." Pria tersebut memafkan Meida lalu dia berdiri. "Ayo, berdiri." Pria tersebut menjulurkan tangan menawarkan bantuan kepada Meida agar berdiri.

Meida menatap uluran tangan pria tersebut beberapa detik, lalu menatap wajah pria tersebut dan menatap uluran tangannya lagi. Akhirnya, dia menerima tawaran bantuan pria tersebut untuk berdiri. "Te-terima kasih." Meida berterima kasih lagi.

"Sama-sama. Aku pergi dulu ya?" Pria tersebut pamit kepada Meida dan berbalik arah.

"Tu-tunggu sebentar," kata Meida menghentikan langkah pria tersebut. "si-siapa nama Anda?" tanya Meida dengan penuh penasaran.

"Morgan."

"Morgan?" Meida mengulangi apa yang dikatakan oleh pria tersebut.

"Iya. Itu namaku," jawab Morgan. "lalu, siapa namamu?" Morgan balik bertanya.

"Na-nama saya Meida," jawab Meida tergagap saat berhadapan dengan Morgan.

"Meida? nama yang unik," puji Morgan. "senang bertemu denganmu, Meida. Ngomong-ngomong, ini sudah malam. Tidak baik untuk gadis sepertimu di jam segini," jelas Morgan penuh perhatian kepada Meida.

Apa-apaan ini? Meida baru saja bertemu Morgan, tetapi Morgan bersikap baik pada Meida. Apakah dia juga bersikap baik seperti ini dengan orang lain? sungguh, dengan sifatnya ini, Morgan pasti banyak disukai wanita di luar sana. Apalagi dengan ketampanannya.

Mendengar pujian dan perhatian Morgan membuat pipi Meida memerah karena malu. "Te-terima kasih untuk pujian dan perhatiannya." Meida tidak bisa berhenti mengucapkan terima kasih. "Iya, benar. Saya baru pulang kerja dan hanya mau membeli bubur ayam instan untuk sarapan besok," lanjut Meida.

"Bubur ayam instan? haha, aku juga beli itu." Morgan menunjukkan bubur ayam instan yang ia beli. Itu sama seperti yang akan dibeli oleh Meida.

Meida tersenyum tipis sebagai tanggapan. "Nah, itu dia bubur ayamnya," kata Meida sambil menunjuk ke arah bubur ayam instan milik Morgan.

"Haha, baiklah. Aku pergi dulu ya? sampai jumpa, Meida. Hati-hati di jalan." Morgan berpamitan kepada Meida untuk kedua kalinya, dan berjalan menuju kasir.

"Baik," jawab Meida singkat.

Melihat Morgan dari belakang membuat Meida kagum dengan pria sekeren Morgan. Ia belum pernah menemui yang seperti Morgan. Ada apa ini? apakah Meida jatuh cinta dengan Morgan? ini membuat pikiran Meida penuh dengan tanda tanya di kepalanya.

Setelah Morgan selesai membayar di kasir dan keluar melewati pintu keluar, Meida ingat bahwa dia sedang terburu-buru. "Astaga, aku lupa harus pulang cepat malam ini," kata Meida pada dirinya sendiri. Lalu Meida mengambil bubur ayam instan sebanyak 5 bungkus, dan dia membawanya ke kasir untuk membayar barang yang ia beli. Setelah selesai membayar, ia keluar dari supermarket dan melihat Morgan sudah pergi dari area supermarket tersebut. 

"Kenapa aku tadi kagum dengan Morgan?" ujar Meida. "dan juga tadi aku merasakan sesuatu yang aneh saat menatapnya. Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya ketika aku masih berpacaran dengan laki-laki lain. Hal ini belum pernah terjadi, apalagi sampai membuatku melamun," lanjut Meida, masih berdiri di teras supermarket, dan bingung apa yang telah terjadi tadi.

Ketika melihat jam tangan, Meida terkejut. "Oh, tidak! sudah jam 11 lebih 20 menit." Meida langsung berlari ke motor matic miliknya, dan segera meninggalkan supermarket.

***

Dalam perjalanan pulang, pikiran Meida melayang kemana-mana. Seketika ia dibangunkan oleh suara bel dari truk dari arah yang berlawanan karena Meida tidak sadar sudah melawati jalur lawan arah di jalan malam yang sepi tersebut.

TIIIIINNN!

Mendengar bel truk tersebut membuat Meida sadar, dan segera kembali ke jalurnya. Dia masih deg-degan karena suara bel truk tadi. Untung saja tidak terjadi tabrakan.

"Ah! ayolah, Meida. Kamu harus fokus saat berkendara." Meida memarahi dirinya sendiri.

Jarak rumah Meida dengan supermarket sekitar 4 km. Sebenarnya bukan rumah milik Meida, tetapi hanya rumah orang yang telah ia sewa, dan harganya cukup murah, yaitu 5 juta pertahun.

Lalu Meida melihat bulan di atasnya ketika ia melintasi area persawahan yang luas. "Indahnya, bulan purnama di malam hari," gumam Meida, merasa bahagia melihat bulan purnama. Suasana di sekitar sangat sepi karena sudah larut malam. Kemudian, mata Meida melihat tanaman padi yang terlihat jelas saat terkena cahaya rembulan. "Wah... indah sekali. Aku belum pernah melihat indahnya pemandangan waktu malam hari seperti ini," kata Meida mengagumi keindahan pemandangan malam hari. Kemudian, dia fokus berkendara menuju rumahnya.

***

Sesampainya di rumah, Meida masuk rumahnya dan mengunci pintu depan. Kemudian ia mengambil gelas kecil, lalu mengisinya dengan air dan meminumnya untuk menghilangkan rasa haus di dalam tubuhnya. Meida mulai mengganti pakaian kerjanya menjadi piyama, dan dia langsung menghantamkan seluruh tubuhnya ke kasurnya yang empuk guna menghilangkan rasa lelahnya saat bekerja tadi.

Tiba-tiba, ia merasakan perasaan aneh itu lagi saat bertemu dengan Morgan. "Lagi? ayolah... aku mau tidur. Jangan membuatku terjaga malam ini, aku sudah lelah," keluh Meida terhadap perasaan aneh tersebut.

Perlahan-lahan mata Meida tertutup pelan-pelan, dan dia merasakan kenyamanan di dalam dirinya. Beberapa detik kemudian, Meida sudah tertidur menuju dunia mimpi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status