Share

11. Author

PoV. Author

Azka yang baru saya membeli sate dipersimpangan menatap sebuah mobil yang baru saja pergi melewatinya, ia juga melihat Putri turun dari dalam mobil itu. Ia berusaha bersikap biasa saja saat melewati Putri yang menatapnya sinis.

Mereka berjalan berdua memasuki gedung apartemen dengan Putri yang berjalan di belakang Azka. Sampa di dalam lift mereka masih tidak berbicara satu kata pun. Sampai di dalam apartemen Azka berbalik menatap Putri dengan alis terangkat sebelah. "Tadi siapa?" Tanya Azka.

"Ada deh, kamu nggak perlu tahu," jawab Putri, berlalu masuk kedalam kamar. "Aku cuma tanya ya, takut nanti Om kamu nanyain ke aku!" Seru Azka yang di acuhkan Putri.

***

Keesokan harinya, Azka bolak-balik melihat jam di dinding. Sudah pukul sepuluh malam tapi Putri belum juga pulang. Ia mencoba menghubungi. Nomor bunga dan terdengar suara dering ponsel dari arah sofa ruang TV. Azka pun melangkah ke sana mendekati sumber suara itu. Rupanya putri lupa membawa ponselnya. Ponsel itu terselip diantara bantal-bantal sofa. Az(kardus) calling.. tertera di layarnya. Sial! Gadis itu memang jago membuatnya kesal sampai ke ubun-ubun.

Putri membuka pintu apartemen dengan wajah lelah. Tadi dia sudah mulai bekerja di cafe milik Dimas. Lebih cepat lebih baik, karena ia membutuhkan uang banyak. Setelah dari sana, Putri juga menemani Mitha untuk acara ulang tahun perusahaan besok malam. Jadilah Putri semakin lelah.

"Aku udah bilang sebelum pukul sepuluh. Kamu dari mana aja?!" Azka mendekati Putri dengan raut kesal yang terlihat.

"Bukan urusan kamu," Putri menjawab ketus hendak berlalu.

"Putri.." panggil Azka dengan nada tidak sukanya.

"Apa lagi si? Malas tau ngomong sama kamu. Aku tuh udah sial terus karena kamu, mikir kenapa si!" Putri menghentakkan langkahnya. Berbalik menatap suaminya yang teramat menyebalkan.

"Jaga sikap kamu! Aku heran kalian saudara tapi kamu bisa beda banget sama Rubbi," tegur Azka yang kini melayangkan tatapan tajamnya.

"Jadi mau kamu apa, Azka!" Putri mengangkat dagunya. Ia sungguh tidak terima dibanding-bandingkan terus dengan orang-orang bermuka dua.

"Cukup! Aku jauh lebih tua dari kamu. Jadi, jangan pernah lagi panggil namaku tanpa sopan santun!" Azka mengacungkan telunjuknya tepat di depan wajah Putri dengan tatapan mata yang semakin menajam.

Putri menghela napas lelah. Lalu beranjak masuk kedalam kamar, meninggalkan Azka yang masih tenggelam oleh amarahnya. Setelah membersihkan diri dan berganti baju dengan baju tidur yang paling ia benci, Putri kembali lagi ke ruang tengah sambil membawa selimutnya. Dilihatnya Azka yang masih setia menonton televisi yang menampilkan acara berita.

"Aku mau tidur, kamu ke kamar aja!" Putri mendekat lalu mengambil tempat duduk di samping Azka, sofa yang sudah menjadi tempat istirahatnya sejak mereka menikah. "Aku masih nonton," jawab Azka tanpa memutus perhatiannya pada layar televisi. Putri sangat lelah. Ia malas beradu mulut dengan Azka yang tak ada habisnya. Tak berapa lama, Putri pun tertidur pulas dengan posisi meringkuk sementara kepalanya bersandar di lengan sofa. Putri kelihatan begitu lelah.

Azka menoleh kearah Putri yang sudah tertidur lelap. Mesiki pun istrinya itu menyebalkan, tapi ia masih punya sedikit hati. Pelan-pelan Azka mengangkat Putri, menyelipkan lengannya di bawah lutut  dan punggung Putri. Membaringkannya di sofa, lalu diraihnya selimut untuk menyelimuti Putri hingga sebatas leher. Napas Putri terdengar teratur, pertanda gadis itu benar-benar pulas. Azka mematikan televisi, kemudian mematikan lampu utama sebelum menyalakan lampu tidur. Azka melipat kedua tangannya di depan dada sambil memandangi Putri yang terlihat begitu damai dalam tidurnya, tidak mengesalkan seperti saat gadis itu sedang sadar. Azka pun tersenyum sebelum masuk ke dalam kamarnya.

***

"Putri, aku aneh ya?" Tanya Mitha setelah mereka memasuki ballroom salah satu hotel berbintang. Mitha memakai gaun berwarna abu-abu berlengan panjang dengan panjang gaun sebatas mata kaki. Tak ketinggalan kacamata besarnya yang masih setia menghiasi wajah kecil itu. Malam ini adalah malam perayaan ulang tahun perusahaan Pratama Group yang memang selalu di rayakan setiap tahun. "Enggak, cantik kok, ini sudah ke sepuluh kali nya kamu nanya gitu, Mith" Putri menatap Mitha dengan jengkel.

Sebelum ke acara tersebut mereka mampir ke salon. Ternyata harga make up saja dua ratus ribu. Kalau dihitung-hitung sisa uang nya setelah membeli gaun kemarin karena di paksa Mitha, uang Putri saat ini tinggal empat ratus ribu lagi dari gajinya di perusahaan Azka. Jadi orang jujur memang susah, tapi ia harus tetap sabar. Takut dosa!

"Hai..," sapa Rama menghampiri mereka. Rama langsung memandang takjub pada Putri yang berubah sangat cantik. Putri memakai gaun berwarna hitam tanpa lengan dengan panjang di bawah lutut. Sedang di bagian atas gaunnya dihias oleh silver pearl yang membuatnya jadi semakin mempesona.

"Hai, Pak," sapa mereka dengan kompak. Putri tidak memanggil Rama mas didepan karyawan kantor. Lalu tiba-tiba semua karyawan yang ada di sekitarnya berbisik-bisik menatap kearah yang sama. Membuat Putri penasaran, ia pun ikut menoleh mengikuti arah pandang mereka. Ternyata, yang menjadi pusat perhatian di acara itu adalah Azka yang datang bersama Rubbi. Para karyawan yang ada di sekitar Putri itu kini berbisik-bisik memuji keduanya serasi, membuat Putri mencebik kesal. "Aku kesana dulu," kata Rama lalu beranjak menghampiri Azka dan Rubbi. 

"Yang aku tahu, Pak Azka itu baru nikah," ucap Mitha.

"Hemm.." hanya itu yang keluar dari bibir Putri. Kini mereka sama-sama memperhatikan Azka, Rama, dan Rubbi yang berdiri di depan sana. Rubbi cantik seperti biasanya. Sesekali Putri melirik ke arah Rubbi menyentuh lengan Azka sambil menyunggingkan senyum manis.

"Apa istrinya Pak Azka itu Bu Rubbi ya? Kalo iya bener-bener pasangan yang cocok banget," Putri cepat menoleh ke arah Mitha yang berdiri di sampingnya. "Kamu tahu dari mana?" Putri mengernyit heran. 

"Nebak aja, soalnya aku cukup sering lihat Bu Rubbi ke kantor dan makan siang bersama di ruangan Pak Azka..." Putri malas mendengarnya. Ya, harusnya memang Rubbi yang menikah dengan Azka bukan dirinya. Putri tersenyum kecut sambil menatap Azka dan Rubbi didepan sana yang kini tengah menebar senyum satu sama lain.

***

Azka sudah mulai berdansa dengan Rubbi, begitupun karyawan lain yang ikut menikmati alunan musik yang romantis. Entah kenapa Putri merasa panas di ruangan full AC itu. Ia sepertinya butuh udara segar di luar. Namun niatnya untuk keluar ruangan ia urungkan, karena Rama lebih dulu datang menghampirinya.

"Ayo!" Rama mengulurkan tangannya mengajak Putri berdansa. "Aku? Tapi aku nggak bisa." Putri berusaha menolak. "Udah santai aja, ayo!" Rama langsung menarik Putri ketengah lantai dansa.

Rama menuntun kedua lengan Putri untuk mengalungi lehernya, sementara kedua lengannya ada di pinggang Putri. Mereka pun mulai berdansa meski Putri sangat-sangat kaku melakukannya. Azka yang sedari tadi sibuk berdansa dengan Rubbi sambil sesekali tersenyum menoleh dan mendapati si gadis pencopetnya tengah berdansa dengan sahabatnya. Meski yang terlihat gadis itu kesusahan dan sering tak sengaja menginjak kaki Rama, tapi justru itu malah yang membuat mereka tertawa dan terlihat begitu akrab. Azka baru sadar selama ini ia tidak pernah melihat Putri tertawa lepas. Yang sering ia tahu gadis itu selalu berwajah galak, sinis dan judes padanya. Menyadari itu raut wajah Azka perlahan berubah datar. 

"Mas? Kamu kenapa?" Tanya Rubbi yang menyadari perubahan mood Azka.

"Nggak papa, kok" jawab Azka dengan senyum terpaksanya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Supraptini Supraptini
gimana tdk bisa di buka selanjutnya ?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status