Share

Bab 6

Author: Beres
Setelah mengetahui Joey menyukai ikan, keesokan harinya Amalia pergi ke kolam ikan milik keluarganya. Dia bersiap untuk menangkap beberapa ekor guna berlatih memasak, agar kelak bisa memasakkannya untuk Joey.

Baru saja Amalia memilih ikan yang disukainya, begitu membalikkan badan, dia melihat Karina yang entah bagaimana bisa masuk dan sedang berjalan ke arahnya.

Dia memutar-mutar jari-jarinya dan memasang wajah sedih.

"Nona Amalia, apa kamu marah karena Hugo melukai tangannya saat melindungiku? Itu semua salahku. Kalau ingin menyalahkan, salahkan saja aku. Aku tahu kamu adalah tunangannya, sementara aku hanya anak seorang pembantu, aku nggak pantas membuatnya begitu mengkhawatirkanku..."

Mendengar nada bicaranya yang berpura-pura polos itu, Amalia mengernyitkan dan berbalik untuk pergi.

Namun, Karina tiba-tiba meraih tangannya. Di bawah tatapan bingung Amalia, dia memperlihatkan senyum menantang.

Sebelum Amalia sempat memahami perubahan sikap itu, dia melihat Karina mengangkat tangan dan menampar dirinya sendiri beberapa kali dengan keras, lalu menangis tersedu-sedu.

"Nona Amalia, kalau kamu mau memukul atau memakiku, aku nggak masalah. Aku hanya memohon padamu, bisakah kamu jangan marah lagi pada Tuan Muda? Asal kamu mau menjenguknya, apa pun yang kamu lakukan padaku, aku tidak akan melawan!"

Melihat tingkah lakunya yang aneh itu, Amalia merasakan firasat tidak enak.

Saat Amalia hendak menarik tangannya dan pergi, tiba-tiba Hugo muncul dengan wajah penuh amarah. Dia membawa sekelompok orang masuk dan langsung mengepung mereka.

"Amalia! Kenapa kamu menampar Karina? Aku sudah berjanji akan mengadakan upacara pernikahan denganmu, jangan tidak tahu diri!"

Amalia menatapnya dingin. "Aku nggak menamparnya. Di sana ada kamera pengawas, silakan lihat sendiri."

Selesai mengatakannya, Amalia hendak pergi. Namun, Hugo yang sedang dikuasai amarah tidak mau mendengarkan apa pun. Suaranya dingin seperti es.

"Dulu aku kira kamu hanya gadis manja yang terlalu keras kepala. Sekarang, ternyata kamu benar-benar nggak bisa diselamatkan!"

Usai berkata demikian, Hugo memerintahkan teman-temannya menahan Amalia, lalu menggenggam tangan Karina.

"Karina, aku nggak akan membiarkanmu dipermalukan. Balaslah tamparannya!"

Karina awalnya pura-pura terisak dan mengatakan tidak berani, tapi setelah semua orang memberi semangat, dia berhenti berpura-pura. Dengan seluruh kekuatannya, Karina menampar Amalia dengan keras.

Plak! Pipi Amalia langsung membengkak dan luka di dahinya yang belum sembuh mulai mengeluarkan darah.

Rasa panas yang menyengat menjalar di sepanjang sarafnya, membuat telinganya berdengung.

Saat tidak ada yang memperhatikan, Karina diam-diam mendorong Amalia yang belum pulih dari keterkejutannya ke dalam kolam, lalu berpura-pura hendak menolong.

Hugo hanya melirik dingin, lalu membawa rombongannya pergi.

"Nggak perlu mengurusnya. Airnya dangkal, dia nggak bakal tenggelam."

Amalia terombang-ambing sendirian cukup lama hingga seluruh tenaganya habis, barulah seseorang datang menyelamatkannya.

Sesampainya di rumah, malam itu juga Amalia terserang demam tinggi dan tidak kunjung sembuh sampai keesokan harinya.

Dia bermimpi tentang banyak hal di masa lalu. Air mata membasahi sudut matanya dan dia terus bergumam dalam tidurnya.

"Aku sakit sekali. Kak Hugo, bukankah kamu pergi membelikan kue kacang merah untukku? Kenapa belum juga kembali?"

"Itu salahku, maafkan aku, Kak Hugo. Aku janji, mulai sekarang aku nggak akan lagi menyembunyikan surat cinta yang diberikan gadis lain untukmu."

Kebetulan Hugo mendorong pintu dan masuk, dia mendengar semua itu dan tertegun sejenak. Kemudian, dia teringat masa-masa ketika Amalia selalu mengikutinya dan Hugo juga senang memanjakannya. Tanpa sadar, hatinya sedikit melunak.

"Semula semuanya baik-baik saja. Kalau bukan karena kamu memaksa ingin menikah denganku, aku pasti akan menganggapmu sebagai adik selamanya."

Dalam keadaan setengah sadar, Amalia mendengar kalimat itu dan terbangun.

Begitu Amalia membuka mata, Hugo kembali menunjukkan sikap dingin seperti beberapa hari lalu dan berkata dengan suara berat.

"Kakek mendengar kamu sakit dan memaksaku datang menjenguk. Jangan terlalu percaya diri. Aku datang karena terpaksa. Kalau bukan karena paksaan, aku sama sekali nggak akan datang!"

Sesaat kemudian, Karina masuk dengan langkah ragu-ragu, lalu buru-buru meminta maaf.

"Nona Amalia, mengenai kejadian kemarin, itu salahku. Tolong maafkan aku."

Amalia baru saja mulai pulih dari rasa sakit akibat tamparan dan didorong ke danau, tapi dia sudah tidak punya tenaga lagi untuk berdebat.

Dengan tubuh lemas, dia menopang dirinya untuk bangun dan hendak mengusir mereka. Namun, Amalia mendapati Karina menatap lekat-lekat ke arah lehernya.

Secara refleks, Amalia menyentuh lehernya. Di sana tergantung sebuah kalung, hadiah dari Hugo pada hari ulang tahun kedewasaannya.

Hugo pun menyadarinya. Dia tahu betapa pentingnya kalung itu bagi Amalia, tatapannya pun sedikit mengeras. "Karina, nanti aku buatkan yang baru untukmu..."

Kalimat itu terputus di tengah.

Amalia langsung melepas kalung itu dan melemparkannya. Lalu, dia memaksakan diri untuk berdiri dan membawa kotak yang sudah dia siapkan sebelumnya ke depan Hugo.

Melihat sikapnya yang dingin, hati Hugo menegang.

"Apa maksudmu ini?"

Amalia langsung menyodorkan kotak itu ke pelukan Hugo, lalu berkata pelan, "Aku akan menikah. Kalau suami masa depanku melihat semua barang pemberianmu ini, dia bisa salah paham. Hugo, aku kembalikan semuanya padamu. Mulai sekarang, kita nggak ada hubungannya lagi."

Hugo mengira Amalia menggila lagi. Dia langsung menumpahkan isi kotak itu dan menatapnya dengan wajah menggelap.

"Awalnya, memang kamu duluan yang menampar Karina. Kenapa sekarang malah marah-marah? Bukankah aku calon suamimu? Nggak ada hubungannya lagi? Kita lihat saja, di hari upacara pernikahan nanti kamu masih bisa pura-pura atau tidak!"

Setelah meluapkan semua amarahnya, Hugo menggandeng Karina dan pergi dengan geram.

Melihat lantai yang berantakan, Amalia hanya tersenyum kecil, lalu memanggil pelayan dengan pelan.

"Buang semua barang-barang rongsokan ini ke tempat sampah."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 10

    Meskipun Amalia tahu akan perasaan Joey, tetapi karena dalam dua kehidupan mereka hampir tidak pernah berinteraksi. Jadi saat benar-benar berdua saja, dia tetap merasa sedikit canggung.Joey pun menyadari suasana hatinya, lalu berbicara dengan suara lembut."Semua orang memanggilmu Amalia?"Amalia tidak menyangka Joey tiba-tiba berbicara, dia pun mengangguk pelan dan menanggapi perkataannya."Ada juga Nenek dan Kakek yang memanggilku Bintang. Kamu juga boleh memanggil begitu…"Kalimatnya belum selesai, tapi wajah Amalia seketika memerah. Amalia tiba-tiba teringat tumpukan surat cinta yang hanya sempat dia lihat sekilas. Dia pun menundukkan kepala dengan sedikit rasa bersalah.Entah karena teringat sesuatu, seberkas cahaya melintas di mata Joey, sudut bibirnya membentuk senyum yang hangat."Bintang? Maksudnya seperti bintang di langit malam? Tebakanku nggak salah, 'kan?"Entah mengapa, Amalia bisa mendengar secercah kegembiraan dalam nada suara Joey.Amalia tidak bisa menahan rasa penas

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 9

    Di hadapan seluruh anggota keluarga dari kedua belah pihak, Amalia menanggapi Hugo dengan tenang dan percaya diri."Mulai sekarang, kita adalah satu keluarga."Setiap katanya seperti batu berat yang mengganjal di dada Hugo.Hugo mengepalkan tangan erat-erat dan menatap Amalia tanpa berkedip.Amalia bisa merasakan ketidakrelaan dan amarah dalam diri Hugo, tapi dia tidak memedulikannya.Amalia menggandeng tangan Joey, lalu tersenyum dan bertanya tentang rencana selanjutnya.Joey melihat jam, kemudian menatapnya kembali. Untuk pertama kalinya, sorot mata yang biasanya dingin menunjukkan kelembutan."Karena pesawat sempat tertunda saat transit, upacara meminta restu orang tua pagi tadi dibatalkan. Menurut adat, seharusnya tetap dilakukan di kediaman lama, tapi kamu sudah lelah seharian ini. Upacara seperti itu kita undur sampai besok saja. Kita pulang dan beristirahat dulu, bagaimana?"Mendengar ucapan itu, para sesepuh Keluarga Lewis pun tertawa kecil sambil menggoda."Wah, kalau menikah

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 8

    Di tengah tatapan ribuan pasang mata, Joey muncul mengenakan setelan jas hitam yang pas di tubuhnya.Dia merapikan kacamata berbingkai emasnya, lalu mengangguk ringan kepada seluruh hadirin.Tatapannya yang dingin dan dalam menyapu seluruh ruangan, memancarkan aura yang sangat kuat dan menekan.Seluruh aula mendadak sunyi, tidak ada suara sedikit pun.Para tamu undangan yang hadir terdiam kaget, tidak ada satu pun yang menyangka dalam pernikahan antara Keluarga Lewis dan Moore, mempelai prianya ternyata adalah Joey!Orang-orang yang menyaksikan di layar, semula menunggu untuk menertawakan kejadian ini, kini membeku seperti patung.Hugo menggertakkan gigi, urat di pelipisnya menegang dan suaranya penuh dengan kemarahan."Paman? Tidak mungkin!""Pasti ada yang salah!"Setelah mengatakannya, semua orang di ruangan pun kembali tersadar dan mulai bergumam tidak percaya."Benar, benar! Pembawa acaranya pasti sudah melakukan kesalahan! Mana mungkin Tuan Joey menikahi Amalia? Mereka jelas beda

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 7

    Sehari sebelum upacara pernikahan, Amalia menerima sebuah pesan singkat.Isinya hanya satu kalimat. [Aku sudah kembali, sampai jumpa besok.]Tanpa nama pengirim dan tanpa catatan apa pun, tapi Amalia tahu.Itu darinya.Joey.Hati Amalia yang sebelumnya gundah tiba-tiba merasa tenang. Malam itu, dia tidur dengan nyenyak.Keesokan harinya pukul sepuluh, iring-iringan mobil pengantin dari Keluarga Lewis tiba di rumah Keluarga Moore, diikuti dengan kamera-kamera yang merekam.Pernikahan antar keluarga konglomerat ini akan disiarkan secara langsung di seluruh kota.Hugo membuka pintu mobil dan naik ke lantai atas. Saat melihat Amalia dalam balutan gaun putih, matanya seketika memancarkan kekaguman.Entah mengapa, Hugo merasa begitu familier dengan adegan ini sebelumnya dan sempat melamun sebentar.Setelah diingatkan oleh orang di sampingnya, barulah Hugo mengulurkan tangan kepada Amalia.Namun, Amalia tidak menyambutnya. Dia memandang Hugo dengan tenang, lalu berkata dengan datar, "Hugo, ka

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 6

    Setelah mengetahui Joey menyukai ikan, keesokan harinya Amalia pergi ke kolam ikan milik keluarganya. Dia bersiap untuk menangkap beberapa ekor guna berlatih memasak, agar kelak bisa memasakkannya untuk Joey.Baru saja Amalia memilih ikan yang disukainya, begitu membalikkan badan, dia melihat Karina yang entah bagaimana bisa masuk dan sedang berjalan ke arahnya.Dia memutar-mutar jari-jarinya dan memasang wajah sedih."Nona Amalia, apa kamu marah karena Hugo melukai tangannya saat melindungiku? Itu semua salahku. Kalau ingin menyalahkan, salahkan saja aku. Aku tahu kamu adalah tunangannya, sementara aku hanya anak seorang pembantu, aku nggak pantas membuatnya begitu mengkhawatirkanku..."Mendengar nada bicaranya yang berpura-pura polos itu, Amalia mengernyitkan dan berbalik untuk pergi.Namun, Karina tiba-tiba meraih tangannya. Di bawah tatapan bingung Amalia, dia memperlihatkan senyum menantang.Sebelum Amalia sempat memahami perubahan sikap itu, dia melihat Karina mengangkat tangan d

  • Arti Kata Penyesalan   Bab 5

    Barulah saat itu Amalia menoleh dan menatapnya sejenak. Nada bicaranya yang selama ini selalu dingin, kini terselip kegembiraan yang sulit disembunyikan."Pamanmu sudah kembali ke negara ini?"Melihatnya kembali seperti biasa, Hugo tersenyum samar dan tampak sudah menduganya."Ya. Kamu segitu nggak sabarnya ingin menikah denganku? Tenang saja, aku pasti akan datang ke upacara pernikahan itu. Namun, setelah ini, jangan lagi bersikap seperti tadi. Permainan tarik-ulur sesekali masih bisa ditoleransi, tapi kalau terlalu sering, aku juga muak."Sambil berbicara, Hugo membuka pintu mobil.Amalia tahu percuma saja menjelaskan karena Hugo tidak akan percaya. Jadi kali ini, dia memilih untuk tidak repot-repot menjelaskan. Begitu duduk di kursi penumpang depan, Amalia langsung berkata, "Aku mau pulang dulu, berdandan, dan ganti baju."Melihat betapa seriusnya Amalia mempersiapkan diri untuk acara malam ini, Hugo mengira itu semua karena Amalia terlalu mencintainya dan ingin tampil sebaik mungki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status