Share

FEW STEPS

Waktu terasa berjalan lebih cepat daripada biasanya bagi kedua manusia ini.

Hwan sedang disibukkan dengan persiapan peresmian anak perusahaan baru di New York, banyak sekali orang yang harus ia temui dan rapat yang dihadiri.

Begitupun dengan Ji Eun, ia harus menyiapkan berkas – berkas untuk audit tahunan dan pemeriksaan dari kementerian pajak. Belum lagi ada beberapa proyek pengembangan transportasi pemerintah yang memakai jasa konstruksi perusahaannya.

Mereka bahkan hampir tidak sadar kalau sudah beberapa minggu tidak bertemu.

Ji Eun merapikan sedikit rambutnya lalu meraih tas, sudah beberapa hari ini ia  menginap berpindah – pindah hotel karena beberapa rapat dan agenda lain diselenggarakan di luar Seoul.

Seperti hari ini, di Pohang.

“Eonnie, kau sudah siap ?,” Tanya Aera.

“Eoh, kau sendiri ?,” Ji Eun mengintip dari dressing roomnya.

“Aku sudah siap, ayo kita sarapan,” Ajak Aera.

“Ayo.”

Kedua wanita karir itu melangkah keluar dari kamar Ji Eun dan berjalan menuju restoran hotel. Tak sedikit orang yang memandang mereka karena kedua wanita yang tampak sangat anggun, elegan dan cantik ini.

Ji Eun memesan salad dan milkshake stroberi, sementara Aera memesan salad udang dan jus jeruk.

“Aku akan bacakan jadwalnya di mobil saja ya, kita harus menikmati sarapan dulu,” Ujar Aera.

“Eoh, baiklah,” Sahut Ji Eun pendek.

Ji Eun mengeluarkan ponselnya dari saku dan mengecek pesan masuk. Ada beberapa pesan masuk dari rekan kerja, kakaknya, ayah dan ibunya. Eoh, dan juga Hwan.

“Astaga, sudah berapa minggu aku tidak menelpon oppa ?,” Gumamnya.

“Kapan terakhir menghubunginya ?,” Tanya Aera.

“Entah sudah berapa minggu.”

“Minggu ?, bagaimana bisa kau tidak menghubunginya selama beberapa minggu ?, cepat telpon dia eonnie. Bagaimana bisa kalian lupa satu sama lain,” Omel Aera.

“Ya !, kenapa kau jadi mengomel ?.”

Aera terkekeh, “Bercanda, eonnie.”

Hwan mengirim pesan, “Kau baik – baik saja ?.” Sekitar dua mingu yang lalu dan baru saja Ji Eun balas dengan, “Oppa maaf aku terlalu sibuk. Aku baik – baik saja. Telpon aku kalau kau sedang senggang.”

“Sudah ?,” Tanya Aera.

Ji Eun mengangguk.

Usai sarapan, mereka langsung melangkah menuju lobi karena mobil Ji Eun sudah terparkir di pintu masuk.

“Hari ini adalah hari terakhir kita di Pohang, setelah rapat bersama pihak investor kau bisa menetapkan jam pulang ke Seoul.Kita harus sampai di Seoul sbelum pukul 18.00 karena kau ada janji makan malam dengan keluarga Lee Daepyo,” Ujar Aera Panjang lebar.

“Ah, benar. Kita juga harus mampir beli oleh – oleh. Enaknya apa ya ?,” Tanya Ji Eun.

“Ginseng liar, kukenal Pohang salah satu penghasil terbesarnya,” Jawab Aera.

“Baiklah, kita harus membelinya sebelum pulang.”

Setelah menyelesaikan masalah dengan pihak investor yang cukup keras kepala, Ji Eun keluar ruangan.

“Sudah selesai ?,” Tanya Aera tak percaya.

Ji Eun mengangguk, “ Dia hanya salah paham, ketika kutunjukkan semua bukti, termasuk rekaman CCTV, dia percaya dan meminta maaf.”

“Ah, syukurlah. Kalau begini kita punya banyak waktu sebelum kembali ke Seoul,” Ujar Aera.

“Eoh, benar juga. Ayo kita belanja !.”

Mengandalkan internet dan bertanya kepada beberapa penduduk sekitar, mereka akhirnya menemukan produsen ginseng liar terbaik di Pohang. Cukup jauh dari pusat kota.

“Semua khasiat yang ada pada ginseng budidaya tentu saja ada pada ginseng liar, perbedaannya adalah ginseng liar ini memiliki khasiat dan rasa yang lebih kuat. Bekerja lebih cepat dan kuat. Seperti contohnya untuk obat kuat, ini sangat manjur,” Ujar salah seorang wanita yang melayani mereka di toko tersebut.

“Ah ne,” Potong Ji Eun.

“Aman untuk orang tua kan ?,” Tanya Ji Eun.

“Tentu saja, Agassi (nona).”

“Kalau begitu aku beli 4 box ya.”

Aera menelan ludah dan melirik Ji Eun, harga per boxnya bisa untuk membayar setengah uang sewa apartmennya sebulan.

“Ne, kamsahamnida.”

Aera dan supir membantu Ji Eun membawa keempat box itu kedalam mobil, dan dimulailah perjalanan pulang menuju Seoul.

“Aku beli empat box, satunya kirimkan pada orangtuamu ya,” Ujar Ji Eun.

“Ne ?, orangtuaku ?. Ah, tidak perlu. Itu mahal sekali eonnie,” Ujar Aera.

“Aih, ambil saja atau kupecat.”

Aera tersentak, “Ne..eonnie,” Jawabnya dengan suara bergetar.

Ji Eun terkekeh dan menepuk pundah Aera, “Bercanda, kau harus bawa pulang ginseng tu, aku tidak mau.”

“Ne.., gomawo eonnie.”

Mereka sampai di Seoul pukul 16.45 setelah perjalanan sekitar 4 jam. Ji Eun menurunkan semua barang bawaannya dan merapikannya. Memindahkan baju – baju kotor ke ruang cuci lalu mengosongkan semua tasnya.

Ia berbaring sebentar di kasur untuk melepas lelah.

“Ah, aku lelah sekali. Sepertinya aku butuh spa, pijatan lembut akan mengendurkan otot – ototku yang tegang, ah apa aku ajak oppa juga ya ?,” Gumam Ji Eun.

Ji Eun meraih ponsel yang tergeletak tak jauh darinya, Hwan belum menjawab pesannya.

“Coba langsung aku telpon saja,” Gumamnya.

Ia pun menelpon Hwan.

“Yeoboseyo (halo) ?.”

“Suara perempuan ?.”

“Yeoboseyo ?, dimana Lee Daepyo ?,” Tanya Ji Eun.

“Ah, Lee Daepyo masih ada urusan dengan kliennya, dengan siapa aku berbicara ?, Tanya suara di seberang.

“Choi Ji Eun,” Jawab Ji Eun.

“Ada pesan yang ingin disampaikan ?.”

“Yuri-ya !, kau taruh dimana celanaku ?.”

Ji Eun terdiam dan mendengarkan suara di seberang, itu jelas - jelas suara Hwan.

“Aku menaruhnya di tas oppa !.”

“Yuri-ya ?, oppa ?.”

“Maaf, kami harus bersiap untuk pertemuan berikutnya. Akan kusampaikan kalau kau mencari Daepyonim. Selamat sore.”

Panggilan diakhiri.

“Yuri-ya ?, oppa ?.”

Bahkan sekretaris ayahnya yang sudah bekerja hampir 30 tahun tidak memanggil ayah Ji Eun dengan sebutan “Hyung (panggilan kakak untuk sesama laki – laki).”

Tapi apa, Hwan memanggil sekretarisnya dengan panggilan Yuri-ya ?.

Dan si sekretaris memanggilnya Oppa ?.

“Ah Choi Ji Eun !, kau mulai lagi. Biasakan untuk selalu berpikir positif !,” Ujar Ji Eun pada dirinya sendiri.

Ji Eun menghela napas, “Tidak, oppa tidak akan berbohong.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status