Ashraf terkejut, benar-benar terkejut hingga dia sempat mematung beberapa detik. Jadi, Lizi sudah tahu siapa pelaku di balik hilangnya nyawa keluarga besar mereka?
Jika begitu, kenapa perempuan itu tidak memberitahukan hal itu padanya?"Apa yang sebenarnya Lizi rencanakan sekarang?" tanya Ashraf dalam hati.Xiao Jiang kemudian menghela nafas berat dan kembali berujar. "Kau sudah tahu semuanya bukan? jadi bekerjalah dengan baik dan habisi Lizi hari ini juga!"Setelah mengatakan hal itu Xiao Jiang segera berbalik badan, dia buru-buru keluar dari kamar hotel Ashraf dan kembali ke kamarnya sendiri. Pameran berlian itu akan dimulai kurang dari dua jam lagi, jadi perempuan itu juga harus bersiap.Tepat pukul sembilan pagi, Ashraf dan Xiao Jiang turun dari mobil mewah yang memang Tuan Kan siapkan sebagai kebutuhan mereka selama di Prancis. Blair Fulton tidak hanya diwakili oleh keduanya saja, Tuan Lan sudah mengirimkan setidaknya lima algojo lainnya untuk melindungi sang putri selama di tempat asing.Lobi hotel tempat pameran berlian itu cukup ramai oleh pengunjung yang memang berasal dari kalangan atas. Mereka semua tampak seperti orang berpengaruh, sekilas pameran itu tidak lebih dari acara kaum elit biasa.Ketika masuk ke dalam hotel tempat pameran, Ashraf sempat bersitatap dengan Yoriko. Sesuai dengan perintah yang dia berikan, perempuan itu benar-benar ada di sana. Dengan gerakan mata saja, Yoriko sudah memberitahu Ashraf kalau dia tengah bersama dengan Lizi."Ashraf, diluar topik tentang misi ini. Kenapa aku tidak melihat Yoriko di markas, apa ada misi yang sedang perempuan itu ikuti?" tanya Xiao Jiang ketika mereka sedang memperhatikan sekeliling.Ashraf sempat tersentak, tapi dia segera menetralkan ekspresinya menjadi datar. "Mungkin ada misi yang dia lakukan Nona, atau dia kembali ke rumah orang tuanya. Ku dengar dia memang sering kembali," jawab Ashraf yang semuanya berisi kebohongan. Karena dia sendiri yang sudah mengatur ke mana perginya Yoriko."Ah kau benar, diantara semua anggota Blair Fulton, hanya dia saja yang selalu ingat keluarga. Yoriko gadis yang baik," puji Jiang dengan tulus."Ku rasa juga begitu," jawab Ashraf dengan sopan, ini adalah bagian dari sandiwaranya yang sangat tidak dia sukai. Ashraf paling malas beramah-tamah."Tapi Ashraf, kenapa kau tidak mendekati Yoriko saja? Dia gadis baik dan cukup dekat denganmu, akan lebih baik jika kalian memiliki hubungan khusus." Xiao Jiang mengatakannya tanpa rasa berdosa sama sekali.Sedangkan Ashraf menahan diri, bagaimana mungkin dia menerima penghinaan seperti itu lagi dari perempuan yang dia cintai. Sikap Xiao Jiang ini adalah bentuk penolakan yang paling halus, menyuruh Ashraf mencintai perempuan lain. Padahal Xiao Jiang tahu kalau Ashraf menaruh hati padanya."Tapi nona, kau tahu kalau aku mencin--""Sst!"Belum selesai Ashraf berbicara, Xiao Jiang sudah lebih dulu menutup mulut pria itu dengan jari telunjuknya yang bertengger manis di bibirnya. Ashraf langsung diam, dia memperhatikan gerak-gerik Xiao Jiang."Diam Ashraf, aku melihat Lizi di tempat ini. Jadi kau bisa segera memulai misi membunuhnya," ucap Xiao Jiang sembari menatap lurus ke arah di mana Lizi berada.Pandangan Ashraf juga tertuju pada Lizi, adiknya itu tengah bercengkrama dengan beberapa orang pengunjung pameran. Dia tampak santai, dan tidak merasa di awasi. Padahal setidaknya ada enam orang anggota Blair Fulton di sana yang siap membunuhnya."Aku akan dekati perempuan itu dan membuatnya dipermalukan, saat itu juga kau bisa menembaknya. Apa kau mengerti?" tanya Xiao Jiang yang kini menghadap Ashraf.Pria itu mengangguk, setidaknya dia harus patuh dulu sekarang. "Baik Nona, serahkan saja padaku.""Hmm bagus," balas Xiao Jiang kemudian melenggang pergi mendekati Lizi.Di saat yang sama, Ashraf sedikit mengindari dari kerumunan. Dia mengeluarkan ponselnya, dan memberi sandi pada Yoriko agar melindungi sang adik."Arah jam sembilan Yoriko, lima serigala dan 1 ratu mendekati lilin." Ashraf langsung mengatakan hal itu begitu sambungan telepon terhubung.Setelah yakin Yoriko mendengar semua kode yang dia berikan. Ashraf naik ke lantai dua hotel berbintang tersebut, dari lantai dua dia bisa melihat venue pameran dengan sangat jelas.Dari kejauhan Ashraf bisa melihat bagaimana Xiao Jiang menjalankan aksinya. Dia tampak mencoba berbicara dengan Lizi dan mulai membuatnya malu. Di saat itu juga, saat ruangan itu mulai riuh penuh suara Ashraf mengeluarkan pistolnya, Glok 45 Gap dari balik jas hitam yang dia kenakan.Dor!Satu tembakan dari Ashraf mengenai guci besar dekat Lizi. Mendengar suara tembakan tentu orang-orang segera berhamburan keluar. Kesempatan itu Ashraf gunakan untuk melepaskan berapa tembakan lain. Dan di saat itulah orang-orang yang bersama Lizi menyadari adanya serangan.Perkelahian antara lima anggota Blair Fulton dan bodyguard Lizi tidak dapat dihindarkan. Suasana semakin kacau balau, dan di saat itulah Yoriko menarik tangan Lizi agar menjauh dari kerumunan yang ada."Syukurlah Lizi dan Yoriko selamat," gumam Ashraf.Di saat situasi tidak terkendali itulah Ashraf keluar dari bangunan hotel. Dia menuju bagian belakang hotel dan bertemu dengan Lizi juga Yoriko."Masuklah Ashraf!" Perintah Yoriko yang berdiri di samping mobil hitam.Ashraf mengangguk paham dan ketiganya segera pergi dari tempat itu. Dengan kecepatan tinggi, Yoriko membawa kakak-beradik itu pergi dari sana.Sebelum benar-benar pergi, Yoriko melepaskan granat terlebih dahulu dan melemparkannya tepat ke dalam hotel. Saat mobil yang mereka kendari menjauh, ledakan keras pun terjadi."Bagaimana kakak bisa tahu aku di sini?" tanya Lizi begitu merasa keadaan mereka telah aman."Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu Lizi Baehaqie Anand!" Suara Ashraf meninggi dengan nada yang tidak ramah sama sekali. Jelas dia sangat marah atas kecerobohan Lizi, padahal Ashraf sudah bersusah payah menyembunyikan identitasnya dari para mafia.Yoriko yang merasakan ketegangan diantara kakak beradik itu mulai berdehem, dia tidak mau ada keributan. Saat ini yang terpenting adalah bagaimana cara mereka kembali ke Gangnam secepatnya, sebelum anggota Blair Fulton mencari keberadaan Ashraf."Ekhem! Bisakah kalian tenang dulu? Saat ini kita harus segera kembali ke Gangnam, jangan sampai Blair Fulton tahu keberadaan kita." Yoriko menjelaskan sambil terus fokus pada kemudi."Hmm ya, lakukan saja sesukamu Yoriko!" Lizi mengerucutkan bibirnya dan bersidekap.Sementara di markas besar Blair Fulton, suasana gaduh pun tidak dapat dihindarkan. Sebuah surat kaleng masuk ke halaman depan markas dan jatuh tepat didekat kaki Tuan Lan yang hendak masuk ke mobil."Siapa yang berani-berani melempar sampah ke tempat ku!" Geram Tuan Lan, akan tetapi dia masih tetap mengambil surat kaleng tersebut dan membacanya dengan seksama.Mata pria sipit itu terbelalak saat membaca pesan yang ada di dalamnya.[Waspadalah karena putra sulung pemimpin El Abro masih hidup. Dia ada di sekitar kalian, dia adalah Ashraf.]"Ti-tidak mungkin Ashraf si bodoh itu anak pemimpin kelompok mafia terbesar se-Asia!"Selepas membaca surat kaleng itu Tuan Lan buru-buru masuk ke ruang kerjanya. Dia mengurungkan niat untuk pergi dari markas. Dengan gerakan cepat Tuan Lan menutup pintu. Dan segera menelfon sang putri, Xiao Jiang yang memang saat ini berada di satu kota yang sama dengan Ashraf. "Xiao Jiang, angkat telfonnya!" Tuan Lan menggeram tidak sabaran. Dia benar-benar cemas sekarang. Berulang kali dia berusaha menghubungi Xiao Jiang tapi belum juga ada balasan sama sekali. Karena kesal, dia membanting ponselnya ke lantai hingga hancur berkeping-keping. "Pemimpin El Abro harus benar-benar berakhir, jika mereka masih memiliki keturunan akan sangat sulit mengalahkan El Abro sebagai kelompok mafia terkuat di Asia." Tuan Lan bergumam atas kekhawatirannya. Sedangkan di sisi lain, tepatnya di hotel tempat gelaran pameran berlian itu berlangsung. Xiao Jiang sedang duduk bersembunyi di balik vas bunga besar yang ada di ruangan. Nafasnya terengah-engah, karena sebelumnya gadis itu ikut bertarung mengh
Ashraf dan Lizi sedang berada di kabin pesawat pribadi milik keluarga mereka. Keduanya hanya diam dan masih sibuk dengan pikiran masing-masing. Sementara Yoriko yang ada di antara keduanya hanya bisa menunggu, dia tidak mungkin mengusik dua kakak-beradik itu begitu saja. "Ashley, kapan kita akan sampai di Gangnam?" tanya Yoriko yang mulai bosan, dia bertanya pada co-pilot yang ada di pesawat pribadi itu. "Sekitar tengah malam kita sudah bisa sampai Yoriko. Lebih baik kau beristirahat saja sebelum sampai," jawab Ashley dengan senyuman yang ramah di wajahnya. Yoriko menghela nafas kasar, kemudian dia sedikit melirik ke arah dimana Ashraf dan Lizi duduk. keduanya memang duduk berhadapan, tapi tidak ada yang mau berbicara lebih dulu. Itu membuat Yoriko tidak nyaman sama sekali. Gerak-gerik Yoriko itu ditangkap oleh Ashley, dia tahu kalau rekannya itu tidak bisa berlama-lama dalam situasi yang canggung. "Kau sangat bosan? jika iya lebih baik memisahkan diri dari kabin mereka," usul As
Mendengar pertanyaan dari Lizi, Ashraf hanya bisa diam dan tidak menjawab atau memberikan alasan apa-apa. Pria tiga puluh tahun itu malah meninggalkan Lizi dan Yoriko begitu saja menuju sisi kabin yang lain. Lizi sangat kesal karena tak mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Sedangkan Yoriko lebih memilih untuk bungkam, dia sudah tahu apa alasan yang ada di dalam hati Ashraf. "Kenapa kakak terlihat lemah seperti itu setelah kembali dari Blair Fulton? apa yang terjadi padanya?" Lizi bertanya pada Yoriko. "Aku tidak tahu, mungkin Ashraf sedang lelah saja. Atau dia tengah memikirkan strategi yang tepat," jawab Yoriko yang berusaha meyakinkan Lizi. "Hmm ya, anggap saja aku percaya akan hal itu." Lizi menanggapinya dengan tidak minat. Yoriko tahu kenapa Ashraf seperti itu, dia paham dan sangat mengerti apa saja yang terjadi pada Ashraf selama berada di Blair Fulton. "Kau tidak akan rela menyerang Blair Fulton karena di sana ada Xiao Jiang, benarkan Ashraf?" Yoriko membatin sembari me
Ashraf masih saja fokus pada sasarannya dalam latihan tembak, berkali-kali peluru di lepaskan dan semuanya meleset. Tidak ada satupun yang tepat mengenai titik target dengan benar. Padahal biasanya Ashraf bisa mendapatkan skor yang sempurna. Selain itu keterampilannya dalam menggunakan senjata api sudah tidak perlu diragukan lagi. Tapi entah kenapa malam ini dia tidak bisa fokus sama sekali. "Ashraf, kau butuh istirahat. Bukannya berlatih menembak tengah malam begini."Ashraf yang memang tidak fokus pun meletakkan pistolnya di atas meja. Dia melepaskan kacamata latihannya dan menoleh pada sumber suara. Rupanya dia tidak sadar jika sedari tadi Yoriko sudah ada di satu ruangan bersamanya. "Kau juga tidak seharusnya ada di sini Yoriko, kau juga perlu istirahat." Ashraf berkata dingin. Yoriko mengangguk mengiyakan, "Aku tahu. Tapi saat ini ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu.""Kalau begitu katakanlah dengan cepat," tandas Ashraf yang memilih duduk di salah satu kursi di ruangan
Yoriko menghela nafas kasar kemudian dia mengatur duduknya agar lebih nyaman. Jujur saja dia masih bingung harus menjawab apa. "Aku memang cukup dekat dengan Ashraf Tuan, tapi tidak sampai aku tahu bagaimana latar belakangnya. Kau tahu bukan, kalau di kelompok mafia dilarang untuk saling berbagi informasi pribadi." Yoriko memberikan jawaban yang paling aman. Ada jeda yang cukup lama dari Tuan Lan untuk memberikan tanggapan atas jawaban Yoriko. ["Benarkah?"]"Iya Tuan, bukankah itu juga peraturan yang anda tetapkan pada kami saat pertama kali masuk ke Blair Fulton?" Yoriko malah membalikkan situasi. Dia tidak mau menjadi orang yang terkesan sedang disudutkan. ["Kau benar Yoriko, kau memang anggota yang bijak dan pintar. Kau mengingat semua hal tentang Blair Fulton dengan baik,"] tanggap Tuan Lan. Akan tetapi perasaan Yoriko tidak enak, dia kemudian memilih diam. Menunggu Tuan Lan melanjutkan kalimatnya yang terkesan sengaja di berikan jeda. ["Tentunya kau tidak akan lupa tentang
Pagi-pagi sekali Lizi sudah turun ke lapangan tempat para anggota El Abro berlatih. Pagi ini Kizi sendiri yang turun tangan dalam latihan para anak buahnya. "Semuanya kalian harus berlatih dengan keras, karena dalam waktu dekat kita akan melakukan serangan besar!" Seru Lizi dihadapan lima puluh orang anggota El Abro. Lima puluh orang ini adalah anggota yang tinggal satu kawasan dengan kediaman keluarga Choi. Sedangkan sebagian besar anggota yang lain, yang jumlahnya mencapai ratusan itu berada di markas besar. Tidak jauh dari kediaman keluarga Choi yang ada di pinggir kota Gangnam. "Baik Nona!" Jawab para anggota dengan sangat lantang. Pagi ini mereka semua berlatih gulat, dan juga keterampilan bela diri yang lain. Lizi mengawasi mereka semua dengan seksama, perempuan dua puluh satu tahun itu memperhatikan bagaimana anak buahnya berlatih. "Nona Lizi!"Satu panggilan membuat Lizi menolehkan kepalanya ke sumber suara. Seorang pria muda dengan kemeja hitam dan celana panjang senada
Kim Dohan pun menarik lengan Lizi, dia khawatir kalau terjadi sesuatu pada perempuan muda itu. Karena keselamatan dan keamanan Lizi adalah tanggungjawab yang diberikan Ashraf padanya. "Jangan Nona, biarkan aku atau anggota lain yang memeriksanya." Kim Dohan berusaha menghentikan langkah Lizi. "Tidak! biarkan aku juga ikut masuk. Aku penasaran apa yang sebenarnya terjadi," tolak Lizi dengan tegas. Kemudian dengan gerakan cepat dia melepaskan tangan Kim Dohan yang bertengger di lengannya. Dengan langkah yang cepat dia memasuki sel tahanan itu. Tanpa menunggu lama Kim Dohan juga ikut masuk untuk memastikan keamanan Lizi. Di dalam sel tahanan dengan penerangan yang sangat minim itu. Lizi dan Dohan harus memperhatikan dengan seksama apa yang ada dan terjadi di dalamnya. Karena memang di kondisi seperti itu, membuat siapa saja tidak bisa melihat dengan jelas semua objek yang ada di dalam sel tahanan. "Kenapa ada dua orang di dalam sana?" tanya Lizi pada dirinya sendiri. Perempuan mud
Ashraf masih duduk menunggu beberapa tenaga medis menyelesaikan perkejaan mereka. Dari kejauhan dia bisa melihat para tenaga medis itu sibuk mengurus Wang Yihan yang tampak lemah. Ashraf juga tidak menunggu sendirian, dia masih bersama dengan sang adik. Lizi duduk disampingnya, tetapi perempuan dua puluh satu tahun itu malah berkutat dengan iPad ditangannya. Tidak berselang lama seorang dokter yang menangani Wang Yihan mendekati Ashraf. sebelumnya dokter tersebut membungkukkan badannya dan menunduk memberi salam pada Ashraf dan Lizi dengan sopan. "Tuan muda, ada yang ingin saya sampaikan mengenai kesehatan tahanan atas nama Wang Yihan." dokter tersebut berkata sopan. Ashraf pun mengangguk, "Ya silahkan." Dokter tersebut juga dipersilahkan untuk duduk di single sofa yang memang ada di depan Ashraf duduk. Dokter itu menurut dan duduk dengan tenang sebelum memulai menjelaskan. "Jadi, bagaimana keadaan tahanan itu?" Tanya Lizi yang kini ikut dalam pembicaraan. "Tidak ada luka yang