"Bantu saya Mit," ucap Vano ketika mereka terdian agak lama. Mobil Mercedes-Benz GLB-Class melaju masih dengan kecepatan normal. Rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi lagi. Dan wiper pun bergerak untuk membantu membersihkan kaca dari air yang menghalangi jarak pandang Vano. Laki-laki yang sedang fokus menyetir itu pun menoleh sekilas pada asistennya dengan ekspresi yang penuh harap bercampur frustasi.
Sebuah ekspresi yang jarang diperlihatkan apalagi dengan Mita. Dan mungkin saja gadis itu semakin kebingungan dengan kepribadian Vano. Sebab bagaimana bisa Vano yang terkenal nyinyir dan angkuh meminta tolong dengan bawahan seperti Mita. Suatu hal yang seolah seperti mimpi dan nggak mungkin terjadi.
Namun nyatanya memang terjadi. Vano sangking frustasinya telah meminta bantuan Mita setelah melepas semua ego dan harga diri yang laki-laki itu selalu junjung tinggi jika bersama gadis itu.
Segitukah ingin lepas dengan Bunga? Lagi pula kenapa bisa seorang Vano yan
Masuk ke dalam kamar, Mita langsung membanting tasnya ke kasur, kemudian dia ikut merebahkan tubuhnya terlentang menatap langit-langit kamar. Kepalanya terasa sedikit pusing, tubuhnya lebih dari lelah. Sehingga ketika gadis itu baru masuk ke dalam rumah, Ibu Sri yang melihat kegontaian anaknya bertanya heran. "Pulang-pulang lemas, terus di anterin bos, habis ngapain?" "Mbak Mita lembur Bu," sahut Hansel yang sedang menonton acara televisi sendiri. Beruntung adiknya itu sedang pengertian, jadi Mita langsung izin untuk masuk ke dalam kamar karena lelah. "Langsung mandi, biar seger," peringat Ibu Sri sebelum Mita menutup pintu kamarnya. Gadis bermata sipit itu memang nggak pernah membahas pekerjaannya kepada Ibu dan Bapak. Dia lebih banyak curhat dengan Hansel. Walaupun mereka sering bertengkar, nyatanya karena hubungan darah antara kakak dan adik mereka tetap saling mendukung satu sama lainnya. Hansel kalau nggak kumat memang bisa diandalkan. Da
"Aku tuh jadi kesel sendiri gitu Bi, plin-plan banget kalo udah menyangkut urusan uang," curhat Mita semakin mengeluarkan uneg-unegnya. Rasanya dia bisa lega jika sudah membicarakan sesuatu yang mengganjal dengan Bianca. Sebab sahabatnya itu bisa menjadi pendengar yang sangat baik. Nggak menghakimi tapi nggak membela juga. Pokoknya Bianca the best menjadi tempat curhat. "Iya sih, tapi yang aku heranin ya Mit, kok bisa si bos minta bantuan mu? secara gimana ya ngomongnya, aneh aja gitu masa mau putus tapi minta bantuan orang lain." "Nah iya aku juga mikirnya gitu, mau heran tapi ini Pak Vano, kan dia memang begitu, nggak bisa apa-apa selain ngurusin perusahaannya," kata Mita yang sekarang sudah mengubah posisi menjadi duduk bersila memangku bantal tidurnya. Jam dinding di atas pintu sudah menunjuk angka sembilan malam. Mita sebenarnya sudah mandi di rumah Vano, hanya saja nggak ganti. Dia akan mengganti pakaiannya setelah sesi curhat selesai.
Dalam film Harry potter, kebahahagiaan dan kegundahan akan silih berganti. Kebahagiaan setelah menyelesaikan misi atau teka-teki, namun kembali gundah bahwa harus menyelesaikan suatu masalah besar yang akan datang. Seenggaknya itulah yang dirasakan oleh Mita. Dia merasa bahagia, namun secepat kilat menjadi gundah gulana yang menimbulkan kebingungan untuknya. Kini gadis bermata sipit itu sedang duduk di sebuah cafe depan kantor Miyora, duduk di bangku pojok sembari menatap luar dari balik jendela kaca. Dia sendirian dan sedang nggak berminat diajak berkumpul dengan Farhan dan kawan-kawan. "Lo makin hari, makin nggak asik deh Mit," kata Farhan begitu mereka bertemu saat Mita akan keluar gedung menuju cafe. Laki-laki itu seperti biasa, berpenampilan rapih dan modis dengan gaya penggoda yang kuat. Sebenarnya Mita memang merasakan perubahannya sendiri. Benar yang dikatakan Farhan bahwa dia semakin hari semakin nggak asik. Mita pun mengakui sendiri dan hal itu ngga
Hari sudah sore, rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi. Tetes demi tetes, rintik-rintik yang awalnya kecil menjadi besar bak pasukan yang menyerang dengan cepat. Sedangkan itu seseorang berbadan tegap dan macho hanya menatapnya lewat jendela kaca besar sembari menyesap kopi buatan asistennya yang sudah dingin. Jam di dinding sudah menunjuk pukul lima sore, tandanya sudah waktunya pulang ke rumah masing-masing. Namun di luar sedang hujan, beberapa karyawan pun terpaksa berdiam di kantor menunggu hujan sedikit reda. Seperti halnya Vano. Tuan muda itu tampak tenang ketika melihat hujan yang turun lewat jendela kaca ruangannya. Suasana yang mendamaikan itu menyeret kenangan masa kecilnya tentang hujan kembali dalam ingatan. ~Flashback~ "Van, main hujan sana." "Enggak Pah, nanti sakit." Pak Iskandar yang mendengar penolakan anaknya segera masuk ke dalam kamar sang anak. Vano sedang rebahan di kasurnya sembari membaca buku tentan
Mita nggak pernah menyangka akan terjebak dengan Vano di ruangan yang sama dan disaat hujan turun deras di luar. Gadis itu kebingungan atas pertanyaan yang dilayangkan bosnya. Kalimat menuntut itu membuat Mita melirik kanan dan kiri dengan gelagat yang gugup. Tentu saja dia memikirkan isi pesan Bunga yang memintanya untuk membantu berbaikan dengan Vano. Si Bunga nggak tau saja kalau pacar yang dia sayangi itu ingin mencampakkan dirinya dengan tega. Lalu apakah Mita juga akan tega berkhianat dengan membantu memisahkan sepasang kekasih itu. Bahkan hanya memikirkan saja membuat kepala Mita mendadak nyeri. Dia berkhianat tapi kan itu demi kebaikan Bunga. Nggak dosa kan ya kalau Mita membantu Bunga berpisah dengan laki-laki nggak layak seperti Vano. Namun semakin memikirkan tentang hal itu semakin membuat kepala Mita kliyengan. Akhirnya gadis itu pun menghela nafas mencoba tenang dengan suasana yang menuntut. Mita berdiri dengan tegak untuk mengimbangi gestur inti
Malam semakin larut. Dinginnya udara sehabis hujan membuat siapapun merasakannya dan bergidik ingin masuk ke dalam selimut saja. Cuaca demikian sangat mendukung untuk tidur nyenyak. Namun disaat banyak warga yang sudah terlelap di balik selimut tebal, Mita malah dipaksa Ibu Sri untuk membantu membuat kue yang akan disajikan esok hari. Setelah tau Mita sudah mendapatkan gaji, Ibu Sri sangat semangat dan langsung woro-woro di grub what*app ibu-ibu arisan komplek kalau acara kumpul yang rutinitas dilakukan seminggu sekali akan dilaksanakan di rumah ini. Mita sih nggak akan merasa kesal apabila dia nggak dilibatkan, toh acara seperti itu memang diselenggarakan oleh ibu-ibu gosip di kompleknya. Namun yang menjadi masalah, Mita diseret dengan paksa oleh Ibu Sri untuk membantu membuat kue. Sudah Mita bilang sebelumnya, lebih baik kue nanti bisa beli saja, namun emak-emak jawa tulen itu tetap ngeyel ingin membuat kue demi memamerkan keahliannya kepada ibu-ibu yang na
Misi pertama untuk menyadarkan Bunga agar membatalkan perjodohan dengan suka rela adalah dengan berkomunikasi dan harus menjadi pendengar yang baik. Orang seperti Bunga merupakan tipe orang yang suka berbicara dan memamerkan sesuatu. Memang menyebalkan tapi dibalik kepamerannya itu pasti tersimpan sesuatu yang bisa dibilang sisi baik dan ingin didengarkan. Mungkin alasan mengapa dia suka pamer adalah karena ingin di puji dan ingin menonjolkan diri. Baik ingin di puji serta ingin menonjolkan diri itu muncul karena kekurangan kepercayaan diri atau sebagai tameng dalam bersosialisasi. Di sisi yang terdalam orang-orang seperti itu merupakan seseorang yang kurang di dengar dan menginginkan satu sosok teman yang tulus dan memberikan arahan tanpa menjudge. Dan di sisi paling dalamnya lagi ada perasaan kesepian yang mana pasti akan luluh jika ada yang mendekat dan memberikan ketulusan. Mita mengangguk-angguk, cukup spesifik penjabarannya tentang Bunga. Gadis itu kini sedang
Mita nggak perlu menunggu lama. Sebab setelah dia mendudukkan diri sekitar lima menit, seorang perempuan tinggi langsing, berpenampilan anggun serta wajahnya yang terlalu mencolok sebagai bintang iklan menghampiri tempat duduknya di pojok dekat jendela kaca. Mita menampilkan senyumnya, jiwa insecure ketika bersanding dengan Bunga bergejolak menggebu. Gadis bermata sipit itu hanya selayaknya wanita kantoran dengan setelan pakaian formal yang kaku. Sedangkan Bunga tampak santai, dress merumbai tanpa lengan serta topi baret dan sepatu hak sebagai penunjang penampilan yang cetar. Mita kemudian mempersilahkan Bunga untuk duduk dan langsung memesankan kopi latte untuk sang pacar bosnya itu. Cafe dengan nama DEE'ana di depan kantor Miyora masih lenggang karena belum waktunya jam istirahat para pekerja. Dari jendela kaca yang langsung terpampang ke jalan raya, Mita dapat melihat berbagai gedung perkantoran dimana salah satunya kontor kerjanya yaitu Miyora. Lalu setelah sadar