Share

Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku
Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku
Author: Athena Hexa

Bab 1

Author: Athena Hexa
last update Huling Na-update: 2025-07-31 16:55:49

"Tidak ada yang cocok, Melda," ujarnya, suaranya serak. Ia memijat lehernya yang kaku.

Clara Arneta Wijaya menekan pelipisnya, pusing. Ruangan kantornya yang serba modern, dengan jendela kaca setinggi langit-langit yang menawarkan panorama gedung-gedung Jakarta, terasa sesak. Ruangan ini, yang ia warisi bersama dengan jabatan CEO dari mendiang ibunya, seharusnya menjadi tempat yang memberinya kekuatan, tetapi hari ini, ruangan itu terasa seperti sangkar emas yang pengap.

Di hadapannya, tumpukan berkas dari sepuluh kandidat asisten pribadi yang baru saja ia wawancarai teronggok tak tersentuh. Semua sama. Terlalu formal, terlalu kaku, terlalu ambisius dengan cara yang salah. Ia membutuhkan seseorang yang bisa membaca pikirannya, bukan sekadar pelayan. Ia butuh seorang partner.

Melda, manajer HRD yang setia dan sudah bekerja untuk ibunya, menghela napas maklum. Ia tahu betul standar tinggi Clara. "Maaf, Nona Clara. Kami sudah berusaha mencari yang terbaik."

"Yang terbaik itu bukan tentang nilai IPK tertinggi atau pengalaman terbanyak. Yang terbaik itu tentang chemistry," gumam Clara, lebih kepada dirinya sendiri. "Saya tidak ingin bekerja dengan robot."

Melda mengangguk. "Saya mengerti. Kami akan mencari lagi—"

"Tunggu!" Pintu ruang kerja Clara terbuka pelan. Riko, asisten Melda, muncul dengan ekspresi ragu. "Ada apa, Riko?" tanya Melda.

"Maaf mengganggu, Bu Melda, Nona Clara. Ada satu lagi kandidat yang datang. Pendaftarannya menyusul, tapi berkasnya luar biasa. Ia menelpon langsung ke saya dan berhasil meyakinkan saya untuk memberinya kesempatan wawancara."

Clara mengangkat alisnya, tertarik. "Menyusul? Berani sekali. Siapa namanya?"

"Dewa," jawab Riko, menatap berkas di tangannya. "Dewa Pradipta."

Nama itu terdengar familiar di telinga Clara. Ia mengangguk. "Baik. Suruh dia masuk."

Melda menoleh ke Clara dengan ekspresi kaget. "Nona, apa Anda yakin? Kita bisa menjadwalkannya untuk besok—"

"Tidak perlu. Suruh dia masuk sekarang," potong Clara tegas. Sebuah firasat aneh menggerogoti hatinya. Ada harapan kecil yang tiba-tiba membuncah.

Tak lama kemudian, pintu kembali terbuka. Clara menegakkan duduknya, pandangannya tertuju pada sosok yang memasuki ruangan. Waktu seolah berhenti. Detak jantungnya langsung berpacu tak terkendali.

Seorang pria berdiri di ambang pintu, tinggi semampai dengan bahu tegap. Ia mengenakan setelan jas berwarna abu-abu gelap yang pas di badannya, memancarkan aura profesionalisme tanpa kesan kaku. Kemeja putihnya bersih, dasinya diikat rapi, dan rambutnya yang hitam pekat ditata dengan rapi. Namun, yang paling menarik perhatian Clara adalah wajahnya. Wajah yang sama yang sering ia bayangkan dalam mimpinya, wajah yang tak pernah dilupakan sejak ia masih remaja.

Mata tajamnya yang berwarna coklat gelap menatap langsung ke arah Clara. Bibirnya tipis, tetapi lekuknya tegas. Ada karisma yang tak terlukiskan di wajahnya, semacam kekuatan yang tenang namun mendominasi.

"Clara?" Suara itu. Suara yang dalam dan serak, tetapi penuh otoritas. Suara yang sama yang dulu sering didengar saat pria itu memimpin upacara bendera di sekolah.

Clara menelan ludah. Ia mencoba menenangkan dirinya, tetapi gagal. "Dewa?" panggilnya, suaranya nyaris berbisik.

Pria itu tersenyum tipis. Senyum itu tidak menjangkau matanya, tetapi cukup untuk membuat Clara kembali ke masa lalu. Ia adalah Dewa, kakak kelasnya di SMP, ketua OSIS yang sangat dikagumi. Pria yang membuat hati kecilnya berdebar, pria yang ia kagumi dari jauh. Pria yang tiba-tiba pindah sekolah di kelas sembilan tanpa kabar, meninggalkan lubang kosong di hatinya.

"Ya. Maaf atas keterlambatan saya," kata Dewa, melangkah masuk dan menutup pintu dengan pelan. "Saya pikir saya harus mengambil kesempatan ini."

Clara masih terpaku, memandangi setiap inci perubahan pada Dewa. Pria remaja yang ia kenal kini telah tumbuh menjadi seorang pria dewasa yang memancarkan pesona maskulin yang kuat. Wajahnya yang dulu sedikit tirus kini lebih tegas, dengan rahang yang kokoh dan sorot mata yang lebih dalam.

Melda, yang menyadari suasana canggung itu, berusaha memecah keheningan. "Baiklah, Bapak Dewa, silakan duduk."

Dewa menoleh ke Melda, mengangguk sopan, lalu duduk di kursi yang tersedia di hadapan meja kerja Clara. Clara, berusaha mengumpulkan kembali keberaniannya, menarik napas dalam-dalam. Ia harus bersikap profesional.

"Jadi, Anda Dewa Pradipta," ujar Clara, mencoba membuat suaranya terdengar tegas. "Saya tidak melihat berkas Anda di tumpukan sebelumnya."

Dewa menyandarkan punggungnya, menatap Clara dengan santai. "Seperti yang Riko katakan, saya baru mengirimkannya hari ini. Ada beberapa hal yang harus saya urus."

"Hal-hal apa?" tanya Clara, langsung ke intinya.

Dewa hanya tersenyum tipis. "Hal-hal pribadi. Saya yakin Anda tidak ingin tahu."

Clara merasa tergelitik oleh nada santai Dewa. Dulu, ia selalu bersikap tegas, tetapi juga hangat. Clara masih ingat bagaimana Dewa selalu membela anak-anak yang tertindas, bagaimana ia berbicara dengan lembut kepada mereka yang membutuhkan, meski di depan umum ia selalu menampilkan wajah serius dan karismatik.

"Anda tahu saya?" Tanya Clara.

Dewa mengangguk. "Clara Arneta Wijaya. Putri Bapak David Wijaya..."

Clara menegang saat nama lengkapnya disebut secara fasih, bahkan nama ayahnya pun Dewa tahu. Ia tidak menyangka Dewa mengetahuinya. Ia selalu berpikir Dewa tidak menyadari kehadirannya. "Jadi, Anda tahu siapa saya."

"Tentu," jawab Dewa. "Saya tahu, Anda adalah CEO di sini." Clara terkesiap. Setidaknya, ia kini sadar bahwa Dewa tak mengingatnya dulu sebagai adik kelas yang begitu mengaguminya. Clara menegakkan punggung dan mengangkat dagunya.

"Dan Anda ingin menjadi asisten pribadi saya," ujar Clara, nadanya sedikit tidak percaya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 29

    "Aku tahu, Dewa," suara itu kembali terdengar. "Aku tahu kau rela melakukan apa saja untuk wanita ini. Kau rela mengorbankan segalanya, bahkan nyawamu." Suara itu berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Kau tahu, aku sangat suka menonton drama. Dan sekarang, aku akan menciptakan sebuah drama untukmu. Kau tahu, satu tepuk, dua nyamuk tertangkap. Kamu dan dia akan segera mati.""Apa maumu?" tanya Dewa, suaranya dingin."Mudah saja. Aku ingin kau berlutut di hadapanku," kata suara itu. "Jika kau berlutut, aku akan melepaskan wanita ini. Dan kau... kau akan mendapatkan hadiah dariku."Dewa membeku. Ia tidak pernah berlutut di hadapan siapa pun. Bahkan di hadapan kakeknya sendiri. Berlutut di hadapan orang yang tidak ia kenal, itu adalah sebuah penghinaan. Namun, ia tidak peduli. Ia akan berlutut. Ia akan melakukan apa saja untuk Clara.Clara, yang mendengar perkataan itu, langsung menggelengkan kepalanya. Air matanya mengalir deras. Ia tidak ingin Dewa berlutut.

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 28

    Clara merasa takut. Apalagi membayangkan jika penculiknya tidak akan segan-segan untuk mencelakai Dewa. Ia pun mencoba berteriak lagi, memanggil nama Dewa."Jangan khawatir," lanjut suara itu. "Aku akan memastikan dia datang kemari. Dan dia akan melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana kami memperlakukan wanita yang dicintainya."Clara membelalakkan matanya. Jantungnya berdebar kencang. Suara itu tertawa, lalu melanjutkan, "Kalian tahu apa yang harus dilakukan."Para pria berpakaian hitam itu mulai mendekat. Clara merasa panik. Ia mencoba berteriak, mencoba melarikan diri, tetapi ia tidak bisa. Ia tidak berdaya. Ia merasa sangat takut. Salah satu dari mereka menunduk, lalu menarik kerah gaunnya. Kain satin yang ia kenakan robek, memperlihatkan pundaknya yang mulus. Clara menangis, air matanya membasahi lakban yang menutup mulutnya."Jangan takut, Nona. Ini hanya akan menyakitkan sebentar," bisik salah satu dari mereka, dengan suara serak. "Tuan kami hanya ingin bersenang-senan

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 27

    "Sebelum lanjut kita ke markas dulu!" Seru Dewa penuh antisipasi. Dewa tiba di markasnya, sebuah bangunan minimalis di kawasan elit Jakarta. Ruangan itu dipenuhi dengan monitor yang menampilkan berbagai grafik dan data. Begitu ia melangkah masuk, semua orang langsung berdiri, menyambutnya dengan hormat. Dewa tidak membuang waktu. Ia berjalan ke meja utama. "Cek semua CCTV di kota ini yang dilewati mobil itu," perintah Dewa, suaranya dipenuhi otoritas yang tak terbantahkan. "Aku ingin kalian lacak pergerakannya dengan teliti!"Kevin dan timnya segera bekerja. Jari-jari mereka menari di atas keyboard komputer, mata mereka fokus pada monitor yang menampilkan ribuan rekaman CCTV dari berbagai sudut kota. Suara klik tombol dan bisikan-bisikan pelan memenuhi ruangan.Dewa menatap monitor, hatinya berdebar kencang. Ia tahu, Clara dalam bahaya. Ia tahu, ia harus menemukannya secepat mungkin. Rasa bersalah dan penyesalan menggerogoti hatinya. Ia seharusnya tidak membiarkan Clara sendirian.

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 26

    Dewa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan Jakarta yang ramai di pagi hari. Hatinya dipenuhi tekad, ia harus menemui Clara dan meluruskan semua kesalahpahaman. Ia tahu, foto-foto itu adalah kebohongan yang disebarkan untuk menghancurkan mereka.Sesampainya di kantor Clara, Dewa langsung berlari ke dalam gedung. Ia tidak memedulikan satpam yang berteriak padanya. Ia masuk ke dalam lift, menekan tombol lantai Clara, hatinya berdebar kencang. Ia berharap Clara masih berada di ruangannya, menunggu Dewa. Namun, saat pintu lift terbuka, Dewa langsung menuju ruangan Clara. "Clara...?!"Ia menemukan ruangan Clara kosong. Komputer Clara mati, dan tidak ada tanda-tanda Clara di sana.Dewa segera berbalik dan berlari ke meja keamanan. Ia menemui satpam yang berada di sana, satpam yang tadi berteriak padanya. "Di mana Nona Clara?" tanya Dewa, suaranya dipenuhi rasa panik."Nona Clara? Tadi pagi, keluarga Wijaya datang menjemputnya untuk persiapan pertunangan," jawa

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 25

    Dewa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan Jakarta yang ramai di pagi hari. Namun, pandangannya kosong, dan hatinya terasa hancur berkeping-keping. Ucapan Clara terngiang-ngiang di telinganya. Silakan ajukan resign. Aku akan mencari asisten lain yang lebih profesional. Lupakan saja. Semalam tidak pernah terjadi. Kata-kata itu begitu tajam, begitu dingin, begitu berbeda dari Clara yang ia kenal semalam.Sambil mengemudi, Dewa mengambil ponselnya, lalu menghubungi seseorang. "Halo, Tunda acara lamaran siang ini," katanya dengan suara tegas. "Aku ingin kau selidiki siapa di balik penyerangan tadi malam. Aku mau tahu siapa dalangnya."Ia lalu menghubungi nomor lain, nomor kakeknya. "Kakek... maaf, aku harus membatalkan acara lamaran siang ini.""Apa?! Kenapa?!" Suara kakeknya terdengar kaget dan marah. "Semua sudah siap! Kenapa kamu batalkan, Dewa?!""Ada hal yang harus aku selesaikan, Kek," jawab Dewa, suaranya dipenuhi rasa frustrasi. "Maafkan aku."Ia meng

  • Asisten Pribadiku Lelaki Pilihanku   Bab 24

    Clara menatap Dewa dengan mata yang dingin, menyembunyikan badai di dalam hatinya. Dewa merasa hatinya sangat sakit, ia menatap dalam ke arah Clara mencoba menggali kebenaran dalam tatapan dingin itu. Dewa perlahan meraih tubuh ramping Clara dan memeluknya perlahan. sebuah pelukan yang terasa rapuh, tak bertenaga, dan begitu lembut. Clara diam. Ia tak menolak. Anggap saja ini pelukan terakhir kita, batin Clara. Dewa yang merasa Clara tak menolaknya namun juga tak membalas pelukannya, menatap Clara sekilas. Wajah cantik itu masih sedingin es, Dewa memeluk Clara semakin erat. di telinga Clara, Dewa berbisik, "Bahkan kamu bisa menghukumku jika aku salah, asal Kamu tidak menikahi orang lain. " Suara Dewa terdenga bergetar. tidak seperti suaranya yang selalu lantang dan tegas saat presentasi. atau sikapnya yang selalu profesional. Dewa kini memperlihatkan sisi rapuhnya. Pelukan itu sudah lebih dari lima menit, semakin lama memeluk Clara, Dewa semakin hancur karena Clara seperti

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status