Share

Part 8

“Makasih ya, Dok. Kalau begitu, kami pamit dulu.”

Starla memberikan senyuman yang manis kepada Dokter Aldo setelah konsultasi selesai. Aldo yang memang memiliki sifat ramah tinggi, membalas senyuman wanita itu dan mengangguk sekilas.

“Sama-sama. Hati-hati di jalan, La.”

“Bahkan lo tau nama dia?” ucap Agaf tiba-tiba.

Dokter Aldo terkekeh pelan. “Jake udah ngasih tau gue. Lagian, lo juga gak kenalin dia sama gue. Ya udah, sih. Informasi dari Jake berguna juga buat gue.”

Agaf hanya memberikan respon cueknya. Sementara itu, Starla yang menjadi bahan pembicaraan saat ini, melihat Dokter Aldo dan Agaf secara bergantian.

“Loh. Kalian temen deket?” tanya Starla dengan wajah penasaran.

“Hahaha! Memangnya ada temen yang gak pake gue-lo saat ketemuan?” Dokter Aldo memperlihatkan sederet gigi putihnya. Untuk sesaat Starla terkesima. Mengapa begitu banyak lelaki tampan yang berada di sekitarnya. Namun! Setampan apapun lelaki itu, tetap Pak Agaf yang paling tampan menurutnya. Dasar Starla bucin.

“Ooh. Gitu, ya. Soalnya, tadi saya nanya ke Pak Agaf soal Dokter Aldo temen Bapak apa enggak. Eh, saya malah dibilang terlalu banyak tanya,” jelas Starla.

Dokter Aldo kembali tertawa. Tatapannya beralih ke Agaf dengan jenaka. “Lo masih aja bersikap cuek sama cewek. Kalau kayak gini terus, kapan mau punya cewek, Gaf?”

Bibir Agaf langsung berkedut. “Gue gak tertarik punya cewek. Apalagi kayak dia.”

Mata Starla menatap sinis kepada Agaf. “Saya cantik, kok. Memang Pak Agafnya aja yang sinis kalau udah ngomong soal wanita.”

“Sejak kapan saya kayak gitu?” protes Agaf.

“Sejak dari awal kita ketemu.”

“Itu karna kamu yang mesum duluan.”

Untuk kali kedua, rasanya Starla ingin menyumpal mulut Agaf dengan gumpalan kertas. Jika di rumah, Agaf terus terang di depan para pembantunya. Kali ini, di depan orang-orang yang berada di depan ruangan Dokter Aldo. Orang-orang itu saling menatap ke arah Starla dan memberikan tatapan yang Starla ingin mencabut mata orang-orang tersebut.

“Apa Pak Agaf memang suka banget permaluin saya? Udah dua kali loh, Pak.” Starla tersenyum tak sedap.

“Oh. Saya pikir di sini cuma kita bertiga,” jawab Agaf santai yang membuat Starla menelan ludahnya pahit.

Sedangkan Dokter Aldo, lelaki yang hampir sama tinggi dengan Agaf, namun lebih tinggi Agaf, sebisa mungkin menahan kikikannya. Ia menepuk pundak Agaf seraya berkata, “Udah, deh. Lo pulang. Gue bisa gak jadi nerima pasien kalau lo berdua debat mulu. La, bawain Agaf.”

Dan dengan berat hati, Starla meraih lengan Agaf dan membantu lelaki itu untuk kembali ke dalam mobil. Batinnya terus merapal kekesalannya terhadap majikan yang sangat menyebalkan ini. Kalau saja Agaf adalah patung, sudah Starla buang ke ujung antartika.

***

“Asli, Jake! Apa Pak Agaf bener-bener semenyebalkan itu? Atau Pak Agaf memang orang yang polos? Tapi, gue yakin Pak Agaf itu orang yang polos.” Starla langsung cerewet kala menerima panggilan dari Jake.

“Sialan, La. Lo gak biarin gue bernafas sedikitpun. Tanyain kabar gue dulu kek. Apa, gitu… Ini langsung nyerocos sampai gue gak bisa ngedipin mata.”

“Alay lo, Jake.”

Starla menghempaskan tubuhnya ke kasur. Setelah memastikan Agaf di dalam kamar dan melakukan rutinitas yang mungkin lumayan hebat bagi Starla, namun hal itu tidak bisa menutupi kekesalan Starla terhadap Agaf. Starla memasuki kamarnya dan tepat dengan itu Jake menghubunginya.

“Terus, di mana Agaf sekarang? Lo bener-bener nganterin dia cek mata, ‘kan? Gak apa-apain dia, ‘kan?”

Starla menghembuskan nafas kesal. “Wahhh.. Kayaknya dari tadi gue dituduh mulu bikin hal aneh sama Pak Agaf. Ya gila aja gue ngelakuin hal aneh sama dia! Bayangin, gue dituduh mesum sama Pak Agaf, Jake! Padahal, sama sekali gue gak ada kayak gitu! Hahaha! Kayaknya gue udah gak punya harga diri lagi di sini.”

Di seberang sana, terdengar suara Jake yang terbahak. Starla sampai harus menunggu beberapa detik sebelum Jake kembali menormalkan suaranya. Memang sialan.

“Beneran? Pantesan suara lo sekesal ini.”

Memanyunkan bibir, Starla memiringkan tubuhnya ke arah kiri. “Pak Agaf udah aman di kamarnya. Dan sekarang dia lagi baca buku—”

Baca?

“Gak tau, deh. Gue harus nyebutnya gimana. Intinya, gue tau yang dibaca Pak Agaf adalah tulisan braille yang khususnya emang untuk orang yang gak bisa ngeliat. Lo juga pasti tau itu. Dan sebenernya, gue takjub dengan salah satu rutinitas Pak Agaf yang terbilang rajin dengan kondisinya yang kayak gitu—”

“Kalau gue, mungkin gue udah gila banget dengan kondisi gue yang kayak dia. Tapi, Pak Agaf mampu banget dengan membuktikan kalau dia masih rajin baca, kadang denger radio..Wah, bener-bener hebat,” papar Starla. Suara wanita itu bahkan melunak ketika sudah menceritakan sisi lain dari Agaf.

“Banyak orang yang bilang gitu tentang Agaf. Tapi, banyak juga orang yang gak tau gimana perjuangan Agaf sebelum mencapai titik kayak sekarang. Agaf udah ngelewatin hal-hal berat dalam hidupnya,” tutur Jake.

Mendengar hal itu, tentu saja menimbulkan perasaan yang aneh bagi Starla. “Hm. Lo bener. Pasti ada hal yang besar yang udah Pak Agaf lewatin hingga dia kayak gini. Tapi, gue mau nanya satu hal sama lo, Jake.”

“Apaan?”

“Pak Agaf gak pernah punya pacar?”

Jake tiba-tiba tertawa pelan. “Kok lo tiba-tiba nanya gitu?”

“Ya, gue penasaran aja. Dan tiba-tiba gue jadi kepikiran. Apa gak ada satu cewekpun yang lagi atau pernah deket sama Pak Agaf? Padahal, Pak Agaf tipikal cowok yang disukai banyak wanita.”

“Termasuk elo, ‘kan?”

Starla tersenyum tipis. “Itu mah udah pasti.”

“Hahaha. Memang sialan lo, La.

“Gimanaa? Ada, gak?” desak Starla.

“Panjang kalau mau cerita, La. Tapi, kalau lo mau deketin Agaf mah boleh-boleh aja. Gak ada yang ngelarang, kok.

“Loh?! Kok seolah-olah gue mau deketin Pak Agaf, sih?” sewot Starla.

“Terus? Gunanya lo nanya itu, apaan?”

“Ya, kan. Gue penasaran doang. Gak ada unsur mo deketin apalagi nge-gebet.”

Lagi-lagi Jake tertawa. Sialan. Sepertinya hari ini dirinya sudah terlalu banyak ditertawakan.

“La.”

“Apa?”

“Lo tau, ‘gak? Kalau lo tuh sebenernya adalah cewek polos?”

Starla mengerjap. Dengan segala banyak tingkah hal yang sudah ia perbuat. Namun, disebut polos oleh Jake? Yang benar saja!”

“Polos kepala lo! Gue gak polos, kok!”

“Hm. Berdebat sampai tahun depan juga gak bakal pernah ngaku sama orang yang gak pernah tau dirinya sendiri gimana.” Jake mengalah.

“Ya, makanya jawab aja pertanyaan gue.”

“Ada, sih. Satu. Mantan Agaf cuma satu. Cuma, sampai sekarang gue gak tau apa Agaf masih berharap tuh cewek kembali lagi apa enggak.”

Untuk sepersekian detik, Starla diam.

“Ceweknya pergi?” tanya perempuan itu yang terdengar seperti cicitan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status