Home / Romansa / Asmara Ghina / Klarifikasi Bela

Share

Klarifikasi Bela

last update Last Updated: 2022-05-23 23:55:27

Ghina meletakkan sepedanya di bagian paling selatan dari parkiran. Ia tiba di sekolah lebih awal dari biasanya. Pagi itu belum tampak adanya kehidupan di sana, padahal biasanya Pak Amin juga sudah berkeliling untuk membuka pintu-pintu kelas.

"Rajin banget, Mbak!" sapa Eli yang lebih akrab disebut dengan Ibu kantin. Perempuan berusia sekitar tiga puluh tahunan tersebut tampak membawa keranjang berisi makanan yang akan dijual di kantin nantinya. Ibu kantin memang seperti itu, dia ramah kepada siapapun termasuk kepada siswa yang bahkan tidak ia ketahui namanya.

"Hehehe, iya, Bu kantin. Lagi siap-siap buat ngisi kantin, ya?" jawab Ghina disertai dengan basa-basi.

"Iya, Mbak. Dari pagi juga udah repot. Makanya belajar yang rajin, ya. Siapa tahu pas udah besar dapat pekerjaan yang nggak bikin capek."

"Siap, Bu. Saya duluan, ya. Mau ke kelas."

"Iya, Mbak."

Ghina berjalan santai melewati koridor bangunan sekolah. Suasana sunyi yang ia rasakan saat ini mungkin akan berubah beberapa menit ke depan. Sebentar lagi setengah tujuh, biasanya para siswa mulai berdatangan. Ghina menuju kelasnya yang sudah dalam kondisi pintu terbuka namun belum terdapat satupun siswa.

"Ternyata kayak gini kalau pagi. Sunyi banget," gumam Ghina.

Setelah meletakkan tasnya, Ghina menepi menuju pinggiran jendela yang langsung menyuguhkan pemandangan pematang sawah dan tampak pula Gunung Lawu yang begitu indah. Pemandangan indah tersebut tidak selalu bisa dinikmati. Adakalanya suhu udara begitu dingin dan menyebabkan kabur tipis menyelimuti.

"Bagus, ya, Ghin?"

Ghina menoleh ke sumber suara. Ternyata ada Reza yang kehadirannya tidak ia sadari. Kejadian tidak terduga tempo hari membuat Ghina sedikit canggung. Hari ini rencananya Ghina akan membuat perhitungan dengan Bela. Bisa-bisanya ia dijebak oleh sahabat sendiri.

"Iya, bagus, nih. Kamu sering berangkat pagi, Za?" tanya Ghina mencoba menghidupkan pembicaraan.

"Ya, kadang, sih."

"Oh, kalau aku jarang." Reza hanya tersenyum menanggapi ucapan Ghina dan kemudian keluar kelas. Ghina mengutuk dirinya, rasanya aneh sekali mencari topik saat bersama Reza. Sudah susah-susah, malah dipatahkan dengan ekspresi datarnya.

Beberapa siswa mulai berdatangan, namun Ghina masih betah untuk menatap ke arah luar. Hijau adalah warna favoritnya. Bisa menikmati indahnya pegunungan dan sawah merupakan hal yang paling ia suka.

"Ghin, berangkat jam berapa? Aku liat sepeda kamu di paling depan."

Yang ditunggu akhirnya datang. Bela dengan wajah tanpa dosanya menghampiri dan merengkuh Ghina. Ghina dengan sigap langsung menepis tangan Bela, pura-pura marah.

"Lho, ada apa, Ghin?" tanya Bela.

"Ada apa? Kemarin siang itu maksud apa?"

"Yang mana?"

Bela mulai terlihat sedikit panik. Mungkin dia pikir Ghina tidak akan murka. Ya, walaupun yang ia lihat saat ini Ghina sedang marah, sebenarnya gadis itu hanya berniat untuk memberi pelajaran. Hal seperti kemarin tidak seharusnya ia lakukan. Efeknya bisa buruk sekali. Selain bisa membuat Ghina salah tingkah, gadis itu juga bisa malu ketika bertemu Reza.

"Kamu pura-pura lupa. Es krim kemarin sebenarnya dari siapa? Jawab yang jujur, Bel!" Ghina memegang tangan Bela dengan kuat.

"Eh, itu? Itu dari Reza. Kan, aku udah bilang dari Reza."

"Bukan, Reza nggak ngasih itu ke aku!"

"Kamu tahu dari mana?"

"Aku langsung tanya ke dia pulang sekolah kemarin. Aku malu banget, Bel. Aku udah seneng, bilang makasih, dia malah plonga-plongo."

"Eh, maaf, Ghin. Itu aku lakuin juga demi kamu, lho."

"Aku? Aku kenapa, Bel?"

"Biar bisa dekat sama Reza. Kalian cocok."

"Ha? Ide kamu terlalu gila, Bel!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Asmara Ghina   Pesan dari Reza?

    "Wah, sesuatu yang langka, nih. Kalian lagi PDKT, ya?" ucap Bela begitu lantang dan seolah sengaja memancing perhatian Reza. Dan, hal itu sukses, Reza menatap ke arah Ghina dan Bela."Eh, apaan. Nggak, itu biasa aja, kan?" sergah Ghina."Nggak, ini sesuatu yang luar biasa. Reza mana mau berinteraksi sama cewek kecuali dia lagi benar-benar butuh. Berarti Reza lagi butuh kamu, butuh buat mewarnai hidupnya." Andi tertawa sengaja berada di pihak Bela."Kamu ngomongin aku, ya?" Reza yang semula menghapus papan tulis kemudian mendekati Andi dengan ekspresi tidak suka."Peka banget kalau diomongin. Emang kamu dengar apa yang kita bahas?" tanya Bela."Ya, kalian lagi ngomongin aku.""Nggak, kok. Kamu salah dengar kali, Za.""Jangan bohong, Bel. Kamu jangan berpikiran aneh-aneh, ya. Aku ngasih Ghina memang pengen ngasih, nggak ada maksud apa pun," jelas Reza."Yakin?" goda Andi."Ya, udah kalau nggak percaya.""Jelas nggak percaya."Reza memilih untuk tidak mempedulikan dua pengacau tersebut.

  • Asmara Ghina   Awal Kedekatan

    "Ghin, aku boleh minta nomormu?"Ghina mendadak merasakan panas dingin di tubuhnya. Suara Reza yang sedikit parau membuat hatinya ingin melonjak. Namun, bagaimana pun pula, Ghina tidak mau merasa salah tingkah. Bukankah hal yang wajar ketika teman sekelas meminta nomor?"Oke, aku tulis di kertas, ya!""Iya."Ghina mulai menuliskan angka-angka di kertas. Begitu selesai, ia menyerahkan kepada Reza kertas tersebut dengan senyum yang mengembang. Hanya saja Reza lebih memilih menunduk, ia melewatkan begitu saja dan membuat Ghina sedikit kecewa."Nanti malam kalau aku nggak lupa, pasti aku kirim pesan," ucap Reza."Oke, Za. Mau balik ke kelas?""Iya, aku duluan, ya."Belum sempat Ghina menjawabnya, lelaki tersebut sudah berlalu terlebih dahulu. Apakah sulit bagi Reza sekadar berbasa-basi menawarkan untuk kembali ke kelas bersama? Ah, nyatanya memang Reza tampak tak peduli dengan Ghina. Ada rasa kesal yang didapatkan Ghina, kenapa Reza selalu memberikan kejutan kepadanya. Terkadang terlihat

  • Asmara Ghina   Pelaku Lainnya

    Pelajaran IPS akhirnya selesai dan disambut dengan waktu istirahat. Terdengarnya bunyi bel membuat siswa merasa bahagia, bahkan ada pula refleks bersorak. Bu Dewi langsung menghadiahkan tatapan tajam pada pelakunya, sehingga kelas menjadi sepi."Kita cukupkan pelajaran untuk hari ini. Jangan lupa mengerjakan tugas yang Ibu berikan! Pertemuan selanjutnya, tugas itu kita bahas. Silahkan istirahat," ucap Bu Dewi yang kemudian meninggalkan kelas."Terima kasih, Bu Dewi," ucap semua siswa bersama-sama."Iya.""Mau ke perpustakaan?" tanya Bela begitu Ghina mengeluarkan dua buku paket dan kartu perpustakaan di atas meja. Gadis itu hanya mengangguk."Heran, di perpustakaan itu kamu beneran pinjam buku apa cuma janjian sama Reza?" ledek Bela. Ghina mengerutkan keningnya, ia tidak paham."Jangan sok bingung. Kalian sengaja, ya?" Kali ini Andi ikut berkomentar."Sengaja apa, sih? Aku emang beneran mau balikin buku, sudah habis aku baca. Pengen pinjam yang lain juga," elak Ghina mengatakan yang s

  • Asmara Ghina   Rahasia Ghina

    "Aku pengen impian kamu terwujud, Ghin. Sebenarnya kamu juga suka sama Reza, kan? Ya, kali aja kalian bisa jadi pasangan kekasih nantinya," celetuk Bela."Eh, sembarangan aja kalau ngomong.""Emang kenyataannya begitu, kan?" goda Bela."Kamu tahu rahasiaku?" lirih Ghina karena merasa penasaran. Dia tidak pernah menceritakan perihal perasannya kepada Bela. Atau jangan-jangan ....Beberapa minggu yang lalu"Bel, minta tolong buku Ghina yang masih ada di laci kami bawa, ya."Bela mengangguk saat Evi berpesan kepadanya. Ada-ada saja tingkah teman sebangkunya itu. Setelah jam istirahat berakhir dan masuk ke pelajaran selanjutnya, Ghina mengeluhkan perutnya. Ia bilang penyakit maagnya kambuh. Bela tidak tega melihat temannya yang kesakitan, akhirnya memintakan izin agar Ghina bisa pulang. Yang dilakukan Bela membuahkan hasil, Ghina akhirnya bisa pulang terlebih dahulu.Berawal dari situlah rahasia besar Ghina terbongkar. Di antara buku paket yang berada di laci ternyata terselip buku kecil

  • Asmara Ghina   Klarifikasi Bela

    Ghina meletakkan sepedanya di bagian paling selatan dari parkiran. Ia tiba di sekolah lebih awal dari biasanya. Pagi itu belum tampak adanya kehidupan di sana, padahal biasanya Pak Amin juga sudah berkeliling untuk membuka pintu-pintu kelas."Rajin banget, Mbak!" sapa Eli yang lebih akrab disebut dengan Ibu kantin. Perempuan berusia sekitar tiga puluh tahunan tersebut tampak membawa keranjang berisi makanan yang akan dijual di kantin nantinya. Ibu kantin memang seperti itu, dia ramah kepada siapapun termasuk kepada siswa yang bahkan tidak ia ketahui namanya."Hehehe, iya, Bu kantin. Lagi siap-siap buat ngisi kantin, ya?" jawab Ghina disertai dengan basa-basi."Iya, Mbak. Dari pagi juga udah repot. Makanya belajar yang rajin, ya. Siapa tahu pas udah besar dapat pekerjaan yang nggak bikin capek.""Siap, Bu. Saya duluan, ya. Mau ke kelas.""Iya, Mbak."Ghina berjalan santai melewati koridor bangunan sekolah. Suasana sunyi yang ia rasakan saat ini mungkin akan berubah beberapa menit ke de

  • Asmara Ghina   Es Krim

    "Lho, kirain udah pulang. Kenapa balik lagi?"Siang itu kala semua siswa sudah pulang dan Ghina sedang membersihkan kelas seorang diri, tiba-tiba datanglah Bela yang memang sebelumnya sudah berpamitan. Bela tak mengucapkan sepatah kata pun, dia hanya tersenyum dan menghampiri Ghina yang sedang melakukan piket. Sebenarnya jadwalnya masih besok, dia terbiasa melakukannya seperti saat ini."Apa, nih?" tanya Ghina saat Bela memaksa dirinya menerima kantong plastik yang berada di tangannya."Dari Reza.""Eh, apaan. Aku nggak mau." Ghina menaruhnya di atas meja."Jangan ditolak. Aku juga dapat, kok. Tadi udah aku makan sama Andi di parkiran. Reza lagi banyak uang kali, makanya kita ditraktir.""Masa? Jangan bohong kamu!""Aduh, masih juga dikira bohong. Ya, udah, aku tunjukkin ini tadi Reza ngasih susu kotak juga kalau kamu nggak percaya." Bela mengambil benda yang ia maksud dari dalam tasnya."Tumben baik banget dia. Biasanya juga cuek," komentar Ghina yang masih tidak percaya."Soalnya ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status