*****
Beau menatap sengit pria di depannya yang memandangnya pongah. Liam Henderson, sang penguasa media Inggris. Keluarganya mempunyai background yang kuat di pemerintahan, tapi Liam cenderung memilih sesuatu yang berbeda. Dengan warisan dari sang Kakek, ia membeli dua perusahaan raksasa media Inggris lalu menggabungkannya di bawah satu perusahaan induk; L.Henderson Media. Walaupun ia menyingkir dari urusan politik dan pemerintahan, namun nama Henderson yang pria itu sandang mampu memberi tekanan pada lawan-lawannya. Liam Henderson adalah sekutu yang bisa diandalkan, tapi ia juga bisa menjadi orang yang mengerikan jika ada yang menyinggung area privasinya. Henry dan Allyson sudah memperingatkan Beau untuk memberi batas kerjasama dengan Liam, sayang ia terlalu terlena dengan kebaikan yang pria itu tawarkan. "Kau tahu aku orang yang selalu menagih janji yang diberikan padaku," seringai di wajah Liam terlihat menyebalkan di mata Beau. Pria itu mendatangi kantornya di senin siang, hari sibuk yang mampu menguras emosi setiap pekerja manapun. "Aya masih membutuhkanku untuk menggapai impiannya dalam merealisasikan W. Kau tahu nama Prince sangat tersohor di mata para investor." Beau berusaha mengintimidasinya. "Ya! Kau bisa mematikan langkahku dengan senjatamu itu jika saja dari dulu kau mengikuti saran kedua sahabatmu. Menjauhi keluarga Westwood!" Beau mengepalkan kedua tangannya. Ia menggeram marah. "Arnold WestWood adalah sampah Inggris dan putrinya adalah parasit bagi pria kaya. Kau tentu tahu kan nasib dari si polos Charles?" "Jaga mulutmu, Liam!" Beau berdiri dan mencengkeram kerah baju Liam. "Dia adalah ibu dari anakku!" "Ya, tapi masyarakat Inggris tidak menyukainya!" Liam menyingkirkan tangan Beau dari lehernya dengan mudah. Ia berdiri dan merogoh kantong celananya. Melempar sebuah file ke atas meja. "Itu file asli dari paparazzi. Aku sudah peringatkanmu untuk tidak bertemu dengan Daphne apalagi bercumbu di publik! Para pemegang saham PrincePages rata-rata anti terhadap nama WestWood. Kau bisa bayangkan bagaimana jika itu bocor di media?" Beau mengeraskan rahangnya hingga suara gemeletuk gigi terdengar. Ia memandang flashdisk kecil di atas meja. "Apa yang kau inginkan?" Liam mengeluarkan sesuatu yang membuat Beau Prince membeku. Senjata berlaras pendek berwarna silver teracung tepat di antara dua matanya. "Aku mencintainya, tapi kau merenggut kesuciannya!" "Di-dia ma-masihlah istriku, Henderson!" Sanggah Beau. Suara klik terdengar, senjata telah terkokang, hanya tinggal menarik pelatuk. "Kau berjanji padaku untuk tidak menyentuhnya, aturan itu ada di perjanjian nikah!" Beau mencengkeram kedua sisi pinggiran kursi. Jantungnya berpacu cepat. Sekarang ia paham kenapa George Henderson, ayah Liam memberinya sebuah wejangan di saat dulu George memergoki Beau meminta tolong kepada Liam perkara Daphne. "Liam menyembunyikan sebuah topeng lain di balik sisi ramahnya, ia bisa menjadi sangat nekat. Tetaplah mematuhi aturan jika kau beraliansi dengannya!" "AyaBeast Semito adalah milikku! Sekali lagi kau menyentuh tubuhnya, peluru ini yang akan melumpuhkan benda sialanmu sehingga kau tidak akan bisa meniduri siapapun lagi! Kau mengerti!" Senjata laras pendek itu beralih ke bawah, ke area intim yang terletak di antara kedua paha Beau. Seketika kedua tangan Beau beralih menangkup area privasinya, ia mengangguk takut. Liam memandangnya dengan tatapan ngeri. Ini memang salahnya. Beau yakin tidak akan tergiur dengan kepribadian maupun fisik Aya, ia hanya merasa kasihan kepada wanita itu yang ternyata mencintainya. Alasan itulah yang mendorongnya untuk memberi Liam ijin dalam memperjuangkan cintanya pada Aya. Beau meyakinkan Liam jika pernikahan yang terjadi dengannya dan Aya hanyalah pernikahan kontrak. Tidak akan pernah didasari oleh nafsu apalagi perasaan. Namun malam itu, semua terjadi di luar kendali. "Kau tidak pernah tidur dengan siapapun? Jangan bercanda, Beast! Usiamu sebentar lagi memasuki kepala empat!" Sebuah bantal mendarat di kepala Beau, cukup menyakitkan karena Aya memukulnya dengan keras. "Kau menerobos masuk ke kamarku, mengganggu konsentrasi menulis dengan berceloteh tentang panasnya malammu dengan Daphne. Dan sekarang kau memperolok keperawananku?" Beau terkikik, ia selalu menyukai wanita itu ketika marah. Empat tahun mereka tinggal bersama membuat hubungan mereka kian dekat. Aya merupakan partner yang cerdas sekaligus pendengar yang baik. Ia akan menjadi sangat kooperatif dan profesional ketika ia bisa mendapatkan suatu benefit dalam sebuah jalinan kerjasama. "Aku menunggu status jandaku, Beau. Liam sudah menungguku dan saat hari itu tiba, aku akan memberikan malam pertamaku untuknya!" Sinis Aya, matanya berkilat marah sehingga membuat Beau menghentikan tawanya. "Kau serius dengan pengakuanmu barusan?" "Kau tidak pernah menyentuh istrimu, Mr. Prince, jadi iya, aku masih perawan." Beau terlalu sering memandang kedua mata Aya di setiap meeting mereka dengan para petinggi bisnis. Kelereng kelam itu selalu memancarkan visi dan optimisme hidup, tiada sirat yang lain. Namun, kali ini binar luka di mata Aya membuat Beau terpaku. "Beast ..." "Kumohon, jangan lagi sakiti hati ini dengan bualanmu tentang Daphne. Kau tahu aku mencintaimu, Beau. Selama ini aku mendengarkanmu agar bisa dekat denganmu. Tapi ternyata aku memiliki batas diri. Aku sudah tidak mampu mendengar apapun lagi mengenai Daphne!" Beau mengira Liam telah melakukan perannya dengan baik, mengingat Aya selalu tersenyum ketika ia bercerita tentang Daphne dan Velma. Ternyata, semua itu hanyalah acting. "Kumohon, pergilah! Biarkan aku sendiri!" Di sinilah awal mula malam panas mereka. Seharusnya Beau menuruti permintaan Aya, bukannya malah meraih tubuhnya untuk ia peluk. "Maafkan aku, Beast. Apa yang bisa kulakukan untuk menyembuhkan lukamu?" Beau tidak akan pernah malu untuk mengakui jika ia begitu mengagumi binar coklat kelam yang terkadang bersembunyi di balik kelopak yang berkedip-kedip. Terkadang selintas rasa tersengat hadir apabila Beau memandangnya terlalu lama. Tak terkecuali saat ini. "Apa yang bisa kau tawarkan padaku, Beau?" Tuntut Aya. "Kau bisa buktikan padaku kalau kau belum tersentuh lelaki manapun?" Rasa iba dan hasrat yang mendadak muncul karena tubuh mereka yang berpelukan, mendorong Beau untuk mencium Aya. Jangan salah, mereka sudah sering melakukannya untuk keperluan sandiwara pernikahan. Tapi, rasa yang tercipta dari ciuman kali ini berbeda. "Aku masihlah istrimu, Beau!" Dan malam pertama pernikahan mereka terwujud setelah empat tahun usia pernikahan. Malam panas yang akan selamanya membekas di hati keduanya. Beau melupakan perjuangan cintanya terhadap Daphne dan ia melupakan janjinya kepada Liam. "Itu sebuah kecelakaan, Liam. Aku bersumpah!" Ekspresi wajah Liam melunak, ia menarik moncong senjata dan meletakannya di atas meja. Liam pun kembali duduk bersilang kaki. "Aya sebentar lagi kemari dengan adik dan pengacara kalian, tapi aku perlu memastikan terlebih dahulu tentang poin perpanjangan nikah kontrak yang akan Aya sodorkan padamu." "Apa maksudmu, Henderson?" *****------Tangis pertama bayi itu baru saja pecah. Namun euforia kelahiran di Rumah Sakit St. Helena, Manchester, berubah menjadi badai lain ketika rombongan media mulai membanjiri gerbang utama. Kilatan kamera, mikrofon yang saling bertubrukan, hingga teriakan nama "Aya Prince!" bergema hingga ke dalam ruang tunggu lantai dua. Padahal pihak Prince sudah berusaha mengantisipasi segalanya, termasuk merahasiakan rumah sakit rujukan untuk persalinan Aya. Namun, kekacauan tetap tak terelakkan.Para jurnalis mode, gosip, bahkan kontributor politik pun berkumpul seperti semut menyerbu madu. Ini bukan kelahiran biasa. Ini adalah bayi dari Aya Prince -penulis ternama dan istri dari pewaris konglomerat penerbitan terbesar di Inggris, Beau Prince.Salah satu paparazzi berhasil menyusup ke lorong steril sayap timur. Alarm keamanan pun meraung sebentar sebelum pria itu tersungkur ditangkap oleh salah satu bodyguard berseragam hitam. Wiwid, adik kandung Aya, yang selama ini menjaga langsung dari jara
-----[Aya akan keluar hari ini, mengunjungi makam Raya. Lusa, ia dijadwalkan masuk rumah sakit untuk persalinan.][Sudah kubilang, selama aku mengandung, jangan menghubungiku! Howard Prince menempatkan banyak pengawal untuk mengawasi gerak-gerikku!]Dua pesan dari Daphne membuat Liam frustasi. Segala rencana yang tersusun matang selama hampir tujuh tahun terancam gagal. Semua dikarenakan Beau Prince yang ingkar dari perjanjian mereka. Pria itu muncul di Mansion Henderson bersama Howard Prince, menawarkan sebuah kompensasi. Parahnya, George Henderson -ayahnya sendiri, juga turut andil dalam konspirasi ini. Mereka ingin menekannya, menyingkirkannya secara perlahan.Dan seolah itu belum cukup, Liam harus menghadapi konfrontasi dari keluarga Rodney dan Welsh.Fakta terbaru yang mencuat ke permukaan pun makin memperburuk posisinya. Ternyata, Aya dan Wiwid adalah keturunan langsung Yasser -melalui garis Yosef, remaja tiga belas tahun yang jasadnya "Apa aku harus menyerah?"Liam mengembusk
-----Tatapan Rengganis menusuk pria yang duduk angkuh di sofa ruang tengah. Penuh dendam, penuh luka lama yang belum kering. Insiden nyaris tabrakan di mulut terowongan masih membekas. Seperti tragedi Lady Di, trauma itu masih menghantui Rengganis. Rata-rata paparazzi itu gila, begitu terobsesi untuk mendapatkan berita, secara ilegal.Daniel King. Beberapa tahun ke belakang begitu terobsesi oleh popularitas BeastStories, menguntitnya tanpa henti demi mendapatkan aib sang penulis. Rengganis berada satu mobil dengan Aya bersama Logan dan seorang bodyguard yang duduk di depan saat kejar-kejaran itu terjadi. Kendaraan mereka nyaris bertabrakan dengan mobil lain yang melaju dari arah berlawanan. Tepat di mulut terowongan, sang bodyguard mengambil tindakan tiba-tiba yang cukup beresiko, namun mampu menyelamatkan mereka dari kejaran King. Seperti adegan film laga, sang bodyguard menjulurkan tubuhnya dari jendela, lalu melepaskan tembakan dingin ke arah ban mobil Daniel. Dentuman ban pecah d
-----Elizabeth berjalan tanpa alas kaki, waktu itu malam sudah lewat, dan hanya lampu temaram dari dapur yang menyala samar. Ia hendak mengambil air minum karena Rebecca tidak menyediakan teko air di kamarnya. Di tengah malam seperti ini, dahaga sering menyergap.Ia tahu Rebecca menjaga Arsa malam ini -dan Elizabeth turut menemani mereka. Itu bukan suatu kebetulan. Rebecca sendiri yang mengusulkan agar mereka tidur bertiga, menjaga Arsa."Aku ingin kau mempunyai sedikit privasi dengan Wiwid malam ini, Nis. Jadi, biarkan kami menjaga Arsa," katanya manis.Tapi Elizabeth tahu maksud di balik ucapannya, Rebecca ingin merebut simpati Wiwid melalui Rengganis, sang istri kedua. Sepertinya status persahabatan mereka tidak lagi berlaku, mengingat mereka sekarang saling bersaing dalam diam.Ia pun terpaksa setuju. Elizabeth tidak ingin Wiwid menilainya buruk. Pria itu ingin ketiga istrinya rukun. Baiklah, Elizabeth akan memenuhi keinginan Wiwid. Ini semata-mata karena ia tidak akan sanggup ke
-----"Arsa di mana?"Wiwid bertanya saat melihat Rengganis baru saja menutup pintu kamar dan mengunci dari dalam. Wanita itu menoleh, tersenyum samar. Ada lelah yang tak bisa disembunyikan dari wajahnya."Ia bersama Rebecca malam ini," bisiknya sambil menanggalkan bajunya perlahan. "Agar kita bisa menebus waktu yang terlewat."Wiwid tersenyum, hatinya menghangat. Percakapannya tempo hari dengan Rebecca ternyata membuahkan hasil. Ia menasehati wanita itu untuk lebih merendah mengingat posisinya sebagai istri ketiga. Bukan karena apa-apa, tapi Wiwid menginginkan ketiga istrinya rukun. Dan harus ada satu orang yang mau menurunkan egonya. Wiwid tahu sifat Rengganis yang cemburuan dan sedikit keras kepala tapi rela melakukan apa pun jika ia merasa nyaman dengan seseorang. Sedangkan, Elizabeth, ia mempunyai banyak kesibukan selain menjaga Daniyah. Elizabeth tidak akan mau menuruti perintah siapa pun kecuali dirinya, jadi Elizabeth akan menjadi urusannya."Ini yang kuinginkan dari kalian, t
"Mbak, kau tidak mendengarkanku!"Aya termenung, mengabaikan rajukan Wiwid. Ia mengamati bagaimana sibuknya para tukang kebun merawat taman belakang Mansion. Pandangan matanya sendu, ada gundah yang menggelayuti. Wiwid dengan mudahnya mampu menangkap keresahan itu. Ia sudah terbiasa mengamati gerak-gerik sang Kakak. Ini yang Ayahnya pesan, "Awasi Kakakmu dan pastikan keamanannya!"Ada apa? Apakah sesuatu telah terjadi?"Aku mendengarkanmu, ipar! Dan aku akan membantumu!"Wiwid menoleh, ke arah Beau yang sudah mengambil duduk di seberang mereka setelah pria itu menuangkan wine ke gelasnya. Sepagi ini, dan ia berniat untuk mabuk? Tidakkah ia sadar jika istrinya sedang mengandung?"Aku membutuhkan ini, Ipar! Jangan mengkritikku! W telah membuatku gila!" Beau menegak habis setengah gelas sebelum pandangannya beralih ke arah iparnya. Tersenyum miring seolah mencemooh.Wiwid membenci senyum itu. Seolah ia telah lama menunggu momen seperti ini, momen dimana Wiwid membutuhkan bantuan dan hany