Beranda / Pendekar / Asmara di Kehidupan 303 / BAB 6. Kebekuan yang Mencair

Share

BAB 6. Kebekuan yang Mencair

Penulis: Dee Renjii
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-05 21:10:31

“Hiks…. Hamba hanya orang kecil, kenapa Juragan tega melakukan ini!”

Sulastri duduk memeluk lutut di atas tumpukan jerami mengusap air mata, sambil menutupi bagian tubuhnya yang tersingkap, dan menyembul keluar. Pakaiannya sudah sobek sana sini, dikoyak dengan buas oleh Juaragan Karta. Entah mimpi apa dia semalam hingga harus mengalami peristiwa yang begitu mengerikan. Dia tak mampu melawan hingga harus pasrah digagahi oleh Juragan Karta. Dia sadar kalau dia seorang Janda, yang harus merantau ke kota demi menghidupi anak perempuannya di desa, juga demi menghindari niat jahat lelaki hidung belang di desa. Tapi, nyatanya meski sudah merantau ke kota, di tetap saja di mangsa oleh lelaki hidung belang.

“Lastri…. Jangan menagis lagi. Maafkan aku,  aku benar-benar Khilaf, tadi!” hibur Juragan Karta yang rebah di samping Sulastri. Lelaki bertubuh tambun itu masih bertelanjang dada, dengan peluh yang masih menetes. Dia juga tak percaya sudah melakukan hal yang tercela pada Sulastri.

“Hiks…. Hiks…. Bagaimana kalau hamba sampai hamil. Apa kata orang-orang nanti, Oooh!” Lastri terisak meratapi nasibnya.

Juragan Karta bangkit dan duduk di samping Lastri. Ragu-ragu dia mengulurkan tangannya mengusap-usap punggung janda yang beberapa saat lalu dengan buas dia rudapaksa. Ada rasa iba dan sesal yang menyelimuti pikiran Juragan Karta, tapi semua telah terjadi, dan tak bisa dia tarik mundur kembali.

“Jangan takut! Aku akan bertanggung jawab, padamu!”

Lastri menepis tangan Juragan Karta, mengusap air matanya dan menatap mata lelaki yang dulu sangat dia hormati tapi dengan tega malah memangsanya.

“Hamba tak sanggup menanggung ini. Lebih baik hamba mati saja!” teriak Lastri dengan cepat bangkit berdiri dan berlari cepat mengambil sabit yang tergeletak bermaksud mengakhiri hidupnya.

“LASTRI! Jangan berbuat nekat!” jerit Juragan Karta melompat berdiri, dengan sigap menangkap tangan Lastri yang hendak menggorok lehernya sendiri itu.

Lastri yang kalap, meronta berusaha melepaskan tangan Juragan Karta yang hendak mencegahnya mengakhiri hidup.

“LEPASKAN! Biarkan hamba mati saja!” jerit Lastri seperti kesetanan.

PLAK!

Juragan Karta menampar keras Lastri yang makin tak terkendali, menepis sabit yang ada di tangan janda muda itu.

“Sadarlahlah!”

Sulastri tersentak, memegangi pipinya yang memerah.

“Hwuaaaa!” tangis Lastri kembali pecah, dia menubruk Juragan Karta.

Lelaki berusia empat puluh tahunan itu dengan sigap memeluk erat Lastri yang masih tak terkendali, membiarkan wanita itu mencubit dan memukulnya. Hingga saat tangis Lastri mulai reda, dia mulai berbisik lembut pada pembatunya.

“Aku benar-benar minta maaf. Jangan lagi bertindak bodoh, aku bertanggung jawab. Semua sudah terjadi.”

Sulastri yang merasa marah, kecewa dan rapuh pun akhirnya membalas pelukan Juragan Karta sambil terus menangis terisak. Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu berpelukan erat. Juragan Karta mengelus-elus pundak Lastri, elusan merembet ke bagian-bagian lain, berlanjut pada ciuman dan pergumulan panas secara suka rela tanpa paksaan. Lastri yang rapuh dan bingung, akhirnya pasrah dan terbawa oleh nalurinya yang memang merindukan pelukan hangat. Kedua insan itu bermain dengan masyuk, hingga tak menyadari, ada mata yang sedang mengamati perbuatan terlarang mereka.

“Oh Dewa!” gumam pemilik mata itu menelan ludah mengintip pergumulan antara  pembantu dan majikan yang harusnya tak terjadi itu. ***

Pergumulan terlarang antara Juragan Karta dan Lastri itu terjadi lagi dan lagi. Setiap ada kesempatan dan situasi memungkinkan. Lastri yang awalnya terpaksa, kini malu-malu mulai menikmati hubungan terlarang itu. Juragan Karta juga makin tenggelam oleh pesona janda semok itu. Lastri memang jauh lebih berpengalaman dari Anjani, yang membuat Juragan Karta terlarut. Hubungannya dengan Anjani pun kian terasa hambar. Dia memang tak lagi uring-uringan, tapi tetap bersikap dingin.

“Kakang masih marah, padaku?” tanya Anjani beringsut menyandarkan kepalanya pada lengan Juragan Karta saat keduanya rebah di tempat tidur. Anjani merasa kalau suaminya makin bersikap dingin padanya

“Kakang lelah sekali hari ini. Kakang ingin tidur!” jawab Juragan Karta menarik lengannya perlahan, berbalik memunggungi istrinya. Terbayang di benak lelaki empat puluh tahun itu pergumulan panasnya dengan Lastri di gudang belakang beberapa saat yang lalu.

Anjani mengusap perutnya yang makin membesar, dia kecewa dan sikap sang suaminya. Dia sama sekali tak menyangka penolakannya malam itu berbuntut panjang dan berlarut-larut.

“Hiks…. hiks,” Anjani mulai terisak, sedih. Suami yang dia harapkan bersikap hangat, mengacuhkannya lagi.

Suara isak tangis itu menyadarkan Juragan Karta dari lamunan nakalnya tentang Lastri. Dia berbalik menatap istrinya yang tersedu. Dia memang kesal pada Anjani yang begitu termakan ramalan Resi di pasar, tapi melihat wanita itu menagis, rasa sayang itu perlahan muncul lagi. Bagaimanapun, Anjani adalah istrinya.

“Kenapa kau menangis, Diajeng?” tanya Juragan Karta memcoba membelai rambut Anjani.

“Kakang jahat sekali! Sudah berpekan pekan Kakang bersikap dingin. Hiks…. Hiks…. Aku sedang hamil, Kang! Hamil anakmu! Akan tak mau melayanimu juga demi anak ini. Kenapa kau tak bisa bersabar!” tangis Anjani pecah meluapkan rasa kecewa yang selama ini dia pendam.

Juragan Karta menarik nafas panjang, mendekatkan tubuhnya pada Anjani. Mengusap-usap lembut Anjani, yang membuat wanita itu makin terisak. Juragan Karta makin tak bisa berkata-kata dibuatnya.

“Kang…. apa kakang sudah tak sayang lagi padaku?”

Juragan Karta tertegun, tak bisa menjawab pertanyaan istrinya itu, dia kembali teringat perbuatan terlarangnya dengan Sulastri. Rasa bersalah mulai menghimpit. Kilas balik permainan panasnya dengan Sulastri dengan cepat berubah menjadi penyesalan yang menyakitkan. Mulutnya berat untuk berkata, lelaki bertumbuh tambun itu mendekap Anjani di dadanya, membelai lembut rambut dan mengecup kening wanita yang sedang mengandung benih darinya.

“Maafkan Kakang, Anjani!”

Anjani mengusap air matanya, merangkul Juragan Karta erat. Wanita yang sedang hamil itu benar-benar merindukan sikap hangat sang suami yang beberapa pekan ini hilang. sikap hangat yang dulu membuatnya menerima cinta lelaki yang usianya jauh lebihh tua darinya.

“Mmm, apa Kakang, ingin?” tanya Anjani mendongakkan kepalanya, tersenyum malu-malu menatap Juragan Karta. Dia telah luluh, tak peduli lagi pada ramalan Resi yang membuat hubungannya dengan suami merenggang.

“Tidak Anjani, Kakang akan bersabar. Kau tak perlu seperti ini, bila memang tak ingin! Maafkan Kakang, yang uring-uringan belakangan ini!”

Anjani melepaskan rangkulan. Duduk menatap suaminya dengan senyum yang mengembang. Di luar dugaan juragan Karta, tangan Anjani perlahan melolosi pakaian bagian atasnya. Terlihat tubuh mulus Anjani dan perut yang membuncit.

“Aku ingin, Kang….” ucapnya menggoda.

Juragan Karta mematung  menelan ludah melihat itu. Melihat sikap gugup dan ragu suaminya, Anjani meraih tangan Juragan Karta, menuntunnya menyentuh bagian tubuhnya yang menonjol.

“Tak apa, Kang…. Aku milikmu. Jangan bersikap dingin lagi, Kumohon!”

Darah Juragan Karta langsung mendidih terus-menerus digoda. Bayang-bayang Sulastri langsung lenyap tertutup peseona Anjani, istri yang memang dia cintai. Malam itu, keinginan yang tertahan terlampiaskan dengan masyuk. Hingga membuat Anjani harus mengingatkan sang suami karena terlalu bersemangat.

“Pelan pelan, KANG! Aku sedang hamil!”

Di akhirat, Panglima Tiang Feng melihat kejadian itu, lewat bayangan yang ditampilkan oleh pancaran energi dari Raja Akhirat. Dia masih belum mengerti kenapa Raja Akhirat memperlihatkan semua ini padanya. Setelah rohnya dibuat tak berdaya oleh pengawal akhirat, roh Panglima Tiang Feng dibawa menghadap pada Raja Akhirat. Bukan untuk dihukum, tapi diperlihatkan sebuah cerminan kehidupan di sebuah negeri asing yang tak dia kenali.

“Apa maksudmu, memperlihatkan semua ini, Raja Akhirat?” tanya roh Panglima Tiang Feng melirik heran ke Raja Akhirat yang berdiri tak jauh darinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 82. Markas tengkorak Hitam

    Tawa KI Bayu Seta perlahan mulai mereda, berubah jadi suara parau yang memilukan, membuat Mbayang makin bingung dan merasa takut kalau berada di jurang yang sepi, dan seorang diri dalam kurun waktu yang lama telah membuat kejiwaan Ki Bayu Seta terganggu.“Entah sudah berapa purnama aku berada di tempat sepi ini. Akhirnya aku menemukan cara untuk kembali ha ha. Mbayang, setelah kau pulih, aku akan melatihmu menjadi pendekar tak tertandingi!Di tempat lain, Permana sibuk menggembleng tujuh murid pilihan padepokan segaran. Dia mengajarkan jurus formasi pedang yang di mainkan oleh tujuh orang. Dengan formasi pedang itu, Permana bermaksud menantang pangeran Gardapati, saat sedang sibuk melatih, seorang murid padepokan tergopoh-gopoh menghampirinya.“Ampun ketua… Nyi Dewi menunggu di aula padepokan!”“Ada perlu apa Nyi Dewi mencariku?” tanya Permana merasa terganggu.“Hamba tidak tahu ketua, saya hanya menjalankan perintah, untuk memanggil ketua.”“Lanjutkan latihan!” perintah Permana yang

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 81. Luka yang Belum Mengering

    Ki Barada kembali murung, air muka kesedihan tidak lagi bisa dia sembunyikan, saat mendengar alasan kenapa Mbayang sampai jatuh ke dalam jurang yang tidak lain tidak bukan sebab tanpa sengaja melihat Permana dan NyI Dewi melakukan cinta terlarang. Berkali kali dia menarik napas panjang mencoba merelakan apa yang telah terjadi.“Guru...” panggil Mbayang yang melihat wajah duka dari Ki Bayu Seta.Ki Bayu Seta tersadar dan menoleh ke arah Mbayang dan berusaha tersenyum. Dia merasa suka sekali dengan pemuda yang terlihat gagah dan bertulang kuat itu. Bertahun-tahun dia berada dalam lembah curam seorang diri hingga muncul Mbayang. Ya, meski kemunculan Mbayang juga membuatnya harus kembali merasakan luka hati yang tak kunjung mengering.“Saya mohon maaf bila cerita saya membuat Guru, tidak berkenan,” Mbayang yang mulai bisa bergerak jadi merasa tidak enak hati menceritakan asmara terlarang Nyi Dewi dan Permana.“Ha ha, sudahlah. Dulu aku adalah pendekar pedang yang cukup di segani. Bertahun

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 80. Pelajaran Pertama Sang Guru

    Bab 80. Pelajaran Pertama sang GuruTok tok tokBunyi Kentongan terdengar bertalu-talu, sebuah pertanda ada peristiwa besar yang terjadi di padepokan Segaran. Seluruh murid padepokan langsung bergegas berkumpul di halaman. Kasak kusuk mulai terdengar riuh seperti tawon. Semua saling bertanya tentang apa yang terjadi hingga pagi buta mereka harus berkumul di halaman. Tidak lama berselang, Permana naik dia atas mimbar kehormatan. Dia di dampingi oleh Nyi Dewi dan Bimantara. Wajah Permana terlihat tegang dan penuh amarah. Dia menyapu pandang ke semua murid padepokan dengan tatapan tajam, yang membuat semua murid padepokan tidak lagi berani bersuara. Mereka diam menyimak, hal penting apa yang akan di sampaikan oleh pimpinan padepokan.“Murid-murid padepokan Segaran! kita tidak pernah berbuat onar, dan selalu setia pada kerajaan. Bila kerajaan memanggil, murid-murid padepokan selalu siap berlaga membela kerajaan. Bila kerajaan butuh, kita siap berjuang tanpa pamrih. Tapi Kerajaan malah men

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 79. Ki Bayu Seta

    Mbayang merasakan tubuhnya makin lemas, dadanya juga terasa sesak. Dalam hatinya dia membatin, kalau dia masih beruntung bisa hidup dan selamat, meski dia juga tidak tahu dia benar-benar selamat atau hanya menunda kematian, karena selain tidak bisa bergerak, dan merasakan nyeri di sekujur tubuh, dadanya juga panas dan sesak.Kakek tua itu berjalan makin mendekat, wajah tua, rambut putih dan rambut yang awut-awutan itu membuat Mbayang jerih. Dia mulai menduga-duga kalau kakek itu itu adalah malaikat maut yang akan mengakhiri hidupnya.“Mau apa kau! Uhuuk-uhuuuk!”Mbayang berusaha menggerakkan tubuhnya tapi tidak bisa, semakin dia mencoba, tubuhnya makin terasa panas dan perih di sekujur tubuh.“Simpan tenagamu, anak muda. Kau sudah pingsan seharian. Sungguh beruntung kau tidak menemui ajal!” ujar kakek tua itu sambil berjongkok memeriksa nadi Mbayang, mengalirinya dengan hawa murni.Mbayang merasakan tubuhnya mulai menghangat, aliran tenaga murni dari kakek tua itu mampu mengurangi nye

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 78. Kakek tua dalam Jurang

    Mbayang melesat cepat menembus hutan, berusaha melarikan diri secepat mungkin. Dari belakang, nampak berkelebat bayangan mengejarnya. Mbayang mengerahkan seluruh tenaga untuk menjauh, tapi bayangan itu selalu berhasil membayanginya. Mbayang yang terus berlari terjebak di sebuah tebing curam yang dalam, membuatnya tidak bisa lari kemana-mana lagi.“Ha ha,mau lari kemana lagi kau! ” sengit Permana tertawa geram berhasil menyusul Mbayang.Mbayang menoleh ke belakang, menatap tajam Permana tanpa rasa takut. Wajahnya kini terlihat jelas di terangi sinar rembulan.“Mbayang…!” Permana sendiri sedikit kaget mengetahui kalau yang mengintipnya adalah Mbayang, meski sebenarnya Permana punya rencana menjadikan Mbayang sapi perah, mau tak mau dia harus membungkam mulut Mbayang untuk selamanya agar rahasianya tidak terbongkar."Aku benar-benar tidak menyangka kau selancang itu!"“Aku juga tidak menyangka, paman berbuat serendah itu!” saut Mbayang tak kalah sengit.“Ku robek mulutmu! Hiatt!”Perman

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 77. Bangkai Busuk yang Terkuak

    Juragan Karta merasa lega, Mbayang tidak memiliki rasa apa-apa pada Candrawati. dalam hati dia merasa bangga, kelak anak laki-lakinya itu akan menjadi seorang pendekar tangguh sekaligus seorang Senopati dibawah bimbingan Pangeran Gardapati. “Aku akan segera kembali untuk menepati janjiku!” ucap Juragan Karta saat berpamitan pada Mbayang. “Mbayang… sapi dan kudamu kurus kering sejak kau tinggal. Cepat pulang,” Candrawati terbata-bata berat kembali berpisah dengan Mbayang, dia sama sekali tidak tahu menahu soal janji Juragan Karta akan kembali untuk melamar Sukesih dan melepaskan Mbayang untuk pergi mengabdi di kota raja. Mbayang hanya menunduk tidak menjawab perkataan Candrawati. Dia merasa berat untuk berkata kalau dia mungkin tidak akan kembali ke rumah Juragan Karta setelah menikahi Sukesih. Dia melirik Juragan Karta, berharap junjungannya itu nanti akan menjelaskan pada Candrawati. “Kita harus berangkat!” Juragan Karta menarik pelan tangan Candrawati, yang membuat gadis itu mau

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 76. Berpamitan

    “siapa dia kang?” tanya Sukesih dengan nada ketus, mencegat Mbayang yang mengambil makanan di dapur umum.Mbayang tersenyum dan terus saja masuk ke dapur, mengambil jagung dan ketela rebus.“Siapa yang kau maksud?”tanya Mbayang sambil menata jagung dan ketela rebus di sebuah nampan.“Hah, jangan pura-pura tidak tahu, kang. Tentu saja wanita yang bersikap manja padamu itu, apa hubungan kalian sebenarnya?” cecar Sukesih dengan wajah manyun.“Ha ha Ndoro ayu itu junjungan sekaligus teman masa kecilku, Kesih.”“Tapi sikap kalian bukan seperti hamba dan junjungan!” sengit Sukesih masih cemburu.“Kesih... malam ini aku akan bicara pada juragan Karta, meminta izin padanya untuk melamarmu dan pergi ke kota raja, mengabdi pada pangeran Gardapati. Berdoalah, agar semua berlancar baik,” terang Mbayang sambil melangkah keluar membawa makanan untuk dihidangkan pada Juragan Karta.Sukesih yang tadinya kesal dan uring-uringan langsung terdiam mendengar ucapan Mbayang.Mbayang terus berjalan, tekadny

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 75. Api Cemburu

    Wajah Jalasanda langsung berseri cerah saat melihat Permana berjalan ke arahnya. Dia pun langsung berjalan menyambut sang ketua padepokan. Dia sudah menunggu cukup lama untuk menagih perkataan sang ketua padepokan.“Kang…”“Hmmm,” Permana berdehem sambil mangangkat telapak tangan. “Bersabarlah, bila kau ingin membahas soal Sukesih, percaya padaku, dia akan jadi milikmu. Bahkan aku akan memberimu hadiah kejutan, tunggu saja!” ucap Permana sambil berlalu.“Tapi kang...,”"Bersabarlah, aku tidak akan lupa pada janjiku!" Permana menoleh sejenak lalu kembali berjalan pergiJalasanda sebenarnya tidak puas dengan jawaban dari Permana, tapi tidak berani membantah, meski begitu, dia sudah bertekad akan melakukan segala cara untuk mendapatkan Sukesih dengan atau tanpa bantuan Permana.Hubungan antara Mbayang dan Sukesih sendiri memang makin terlihat mesra. Kini, seluruh padepokan seakan tahu, kalau Mbayang dan Sukesih saling menyukai. Hal itu membuat Jalasanda makin terbakar cemburu. Jalasanda

  • Asmara di Kehidupan 303   Bab 74. Penakluk Pedang Terbang

    “Teja… kau lawan Mbayang!” putus Jalasanda saat sedang melakukan latihan bersama. Semua murid langsung duduk bersila membentuk lingkaran begitu Jalasanda memutuskan Teja yang akan menjadi lawan tanding Mbayang. Jalasanda tersenyum licik membayangkan Mbayang akan babak belur dihajar Teja, murid padepokan yang lebih lama belajar silat. Dia sebenarnya ingin langsung menghajar Mbayang dengan tangannya sendiri, kerana cemburu pada keakraban Mbayang dan Sukesih. Hubungan Mbayang dan Sukesih memang sudah terendus olehnya. Tapi, dia harus menahan diri karena Permana mencegahnya untuk berbuat sesuatu pada Mbayang yang merupakan kenalan dari pangeran Gardapati. Jalasanda pun memanfaatkan tangan orang lain untuk memberi pelajaran ada Mbayang. “Ha ha, bersiaplah Mbayang, aku tidak akan sungkan!” Teja tersenyum berjalan mendekati Mbayang. Murid-murid yang menonton bersorak-sorai. Hampir semua menjagokan Teja yang memang terkenal kuat dan sulit di kalahkan. Beberapa tombak dari tempat Mbayang dan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status