Kini kelas tampak kosong, para siswa dan siswi sibuk akan makanan yang akan mereka santap siang ini. Tetapi tidak dengan 3 wanita yang duduk melingkar ini, mereka sibuk berkelana dengan pikiran masing – masing. “Gue ketemu Bara…” Kiara angkat bicara tanpa seinci pun pandangannya bergerak, “2 hari yang lalu, eh.. iya 2 hari yang lalu. Di depan rumahnya Bara, lagi nunggu seseorang” lanjutnya.
Ekspresi Kiara kini tak menentu. Ia rindu tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Rasa kecewa Kiara terpampang nyata saat mengatakannya. Kiara mengedarkan pandangannya ke atas berusaha agar siluit bening dimatanya tidak membasahi pipinya.
Kanza dan Alya kini melemparkan tatapan masing-masing, setelah mendengar kalimat yang diucapkan sahabat mereka. Kiara hanya tersenyum ketir setelah itu, mengingat bagaimana rindunya kembali menjajah ruang kosong lagi dan lagi.
“Sebenernya lo bisa, Ki, lo bisa move on dari Bara. Tapi lo nya yang gak mau. Gue tau lo masih sayang sama Bara, Ki. Kan gue bilang lo coba dulu sama Arkha, dia udah nunggu lo dari la-“
“IYA..” potong Kiara ”GUE. MASIH. SAYANG. SAMA. BARA. PUAS LO,AL? DAN SATU LAGI, GUE GAK PERNAH MAU DIDEKETIN SAMA ARKHA, GUE GAK SUKA SAMA DIA KALIAN NGERTI GAK SI?!”
Ya, Arkha mendengar semuanya. Kini hatinya pecah tak berbentuk setelah mendengar pernyataan Kiara. Dunianya seakan-akan berhenti. Bunga yang ia genggam sedari tadi jatuh ke lantai seakan tak punya tuan, maksud hati ingin memberi Kiara hadiah, kini niat itu pupus bersama harapan-harapan semu yang ia buat sendiri.
Ia hanya diam dibelakang pintu kelas Kiara, seakan otaknya berhenti bekerja hanya untuk sekedar meninggalkan tempat itu. Arkha tak menangis, tetapi raut kekecewaan kini terpampang nyata di wajah siswa tampan yang diidamkam para kaum hawa disekolah ini. Tetapi hatinya tetap memilih Kiara, pujaan hatinya. Dan mungkin sekarang tidak lagi. Rasa yang ia punya untuk Kiara begitu besar. Ia akan melakukan apapun untuk membuat wanitanya tersenyum, termasuk melepaskan Kiara.
Kini raut wajah salah satu siswa tampan disekolah harus murung karena luka dihatinya. Kiara, wanita yang ia idam-idamkan ternyata tidak pernah melihat ke arahnya. Tak terasa ia sudah sampai didepan tempat ia memakirkan mobilnya. Sebelum menempatkan diri dibangku kemudi, Arkha melihat Kiara dan memutuskan untuk menghampirinya. Arkha tau ia bodoh dalam hal ini, tetapi ia hanya ingin Kiara menatap kearahnya walaupun sedikit saja.
“Pulang naik apa, Ki?”
Kiara yang merasa namanya disebut langsung membalikkan badannya, sepenuhnya menghadap ke Arkha. Terpampang mata sembab Kiara tanda ia sehabis menangis, mungkin ini bekas kejadian tadi, pikir Arkha.
“Lagi nunggu Bus, nih” Jawab Kiara.
“Mau pulang bareng, Ki?” Biarkan Arkha bodoh sekali ini saja demi wanita yang ia suka.
“Eh, gak usah, dikit lagi bus gue juga dateng kok”
Sebenarnya perasaan Kiara kini tak menentu, ia memutuskan menaiki bus agar lama diperjalanan, ia harus mendamaikan pikirannya yang mulai bertaut lagi-lagi dengan Bara.
“Yaudah, Arkha tunggu Kiara sampe bus nya dateng, ya?”
Ia agak aneh dengan gelagak Arkha yang peduli dengannya. Sebenarnya ia tau bahwa lelaki ini mempunyai perasaan padanya, tetapi tidak dengan dirinya. Terkadang perasaan bersalah Kiara menyeruak ke relung hatinya karena sudah bersikap tidak baik ke Arkha. Tapi ia harus bagaimana jika ia tidak mempunyai rasa untuk Arkha.
“Gak usah, gue lagi mau sendiri” Lagi lagi Kiara menjawabnya dengan ketus.
“Gapapa, biar Kiara gak sen-“
“Kenapa sih? Kok lo maksa banget. Gue lagi mau sendiri, Arkha”
“Kenapa juga sih, Ki? Gak mau anggap Arkha ada gitu, sedikit aja. Arkha juga mau, Ki dipikirin kayak Kiara mikirin Bara, mau menuhin pikiran Kiara yang penuh sama Bara. Emang Arkha segitu gak pantesnya ya sama Kiara?”
Kiara bungkam. Pikirannya tambah runyam sekarang. Tentang Bara dan kini juga tentang Arkha. Setelah beberapa detik diam, akhirnya Kiara membuka suara.
“Bus gue udah sampe, gue duluan”
Dan Arkha hanya diam tanda ia kecewa.
Ombak lagi-lagi menabrak tepi pantai, angin sedari tadi berhamburan tak tentu arah, pasir kini hanya menjadi saksi bisu kedua anak manusia yang sedang dimabuk cinta.Seperti tak ada lagi pemandangan yang menarik menurut Bara, matanya terus-menerus memandang Kiara yang sibuk bersama buku yang ia baca. “Tuan putri lagi baca apa, sih? Serius banget” Bara yang sedari tadi hanya memandang, akhirnya angkat bicara.“Bar, Kiara capek deg-degan tiap Bara manggil Kiara tuan putri” Ia tutup buku itu, lalu memandang lelaki disampingnya.“Lho, kenapa? Bara suka manggil Kiara tuan putri. Kiara indah, Kiara cantik, Kiara baik. Aduh, Bara takut ketula sama semesta karena pamerin Kiara mulu”“Tapi emang bener, Ki. Bara sayang banget sama Kiara. Maaf ya, tuan putri, kalo dulu Bara gak ngejar tuan putri buat minta maaf karena Bara terlalu sibuk. Emang bodoh banget ni, si Bara. Bisa-bisanya nyakitin Kiara” Lanjut Bara.&
Terhitung sudah seminggu semenjak salah paham diantara keduanya. Terkadang, Kiara masih merasa canggung akibat masalah itu. Tidak, Kiara canggung akibat pelukannya bersama Bara. Toh, padahal Bara pun tak apa jika Kiara ingin memeluknya setiap hari. Dasar Bara, modus.Bara dan Kiara kini sudah berada di bianglala pasar malam. Setelah menyantap berbagai makanan, lalu memberikan lolipop dan permen kapas, untuk Kiara tentu saja.“Tuan putri seneng, gak?” Kiara yang tadinya sedang melihat ramainya pasar malam kini menatap mata elang kesukaannya.“Seneng, seneng banget. Makasih, ya, Bar”“Sama-sama, tuan putri..” Kiara kembali sibuk akan pandangannya, dan Bara sibuk melihat hal yang paling menarik untuknya, Kiara.“Kenapa, sih, ngeliatin mulu” Kiara sudah tak tahan terus-menerus dibuat salah tingkah oleh Bara.“Idih, kepedean. Bara bukan lagi ngeliatin Kiara tau” Kiara memutar bola matany
“Tuh kan, gue bilang apa sama kalian, hah? Anjing”Mereka semua bungkam, menjawab Bara saat sedang marah merupakan masalah besar. Setidaknya biarkan Bara berkelut dengan pikirannya sendiri.Disisi lain, Kiara yang merasa sangat bersalah hanya bisa mengirim pesan berpuluh-puluh maaf untuk Bara, dan tentu saja tidak ada balasan untuknya, telfonnya juga tak diangkat. Kiara takut Baranya menghilang lagi, dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.“Coba, Ki, lo kerumahnya, atau ketempat biasa dia nongkrong, jelasin semuanya, kalo lo diem doang gini gak akan kelar ini masalah”Benar, ucapan Kanza benar. Tetapi biarkan Kiara berpikir untuk saat ini.-Kini Bara sudah tenang, masalahnya seakan terbang begitu saja bersama kerikil yang ia lempar. Setelah ini, ia akan menemui Kiara, niatnya.“Lho, Ki. Ngapain disini? Kok tau Bara ada disini?” Kiara lagsung berlari, memeluk Bara, sambil menangis tentu saja.
Kiara bergegas keluar kamar dan menuju pagar setelah mendengar bel rumahnya berbunyi. Agak malas memang mengingat ini hari minggu dan Kiara sedang bergelut dengan selimutnya. Ia terkejut setelah melihat tubuh yang tak asing baginya, tubuh lelaki itu sedikit bergetar, ya, itu Arkha.“Lho, Kha. Lo kenapa? Kok gemeteran gini? Masuk yuk” Wajah Arkha sangat tidak baik-baik saja.“Gak, Ki, gapapa disini aja, Cuma sebentar kok” Suara getar Arkha langsung terdengar di telinga Kiara. Ia khawatir, tentu saja. Bagaimanapun Arkha adalah temannya. “Mama Papa cerai, Ki. Arkha kesini cuma mau pamitan sama Kiara. Arkha capek, Ki kalo tetep disini, dioper mulu. Jadi Arkha mau tinggal dirumah nenek aja di Surabaya.” Arkha melihat tatapan sendu milik Kiara. Ia berusaha menahan tangisnya didepan wanita itu.“Ki, maafin Arkha, ya, kalo waktu itu kesannya maksa banget biar Kiara suka sama Ark-“ Tubuh gemetar itu direngkuh oleh Kiara, ta
Bara benar menepati janjinya, pergi kerumah Kiara, meminta maaf, dan meminta Kiara kembali padanya. Tentu saja Kiara sudah memaafkan, toh, ini salahnya juga karena sudah gegabah mengucapkan kata perpisahan padahal hatinya enggan. Oke, Bara, mari kita bawa Kiara kembali kepelukanmu.Seperti kini, Bara selalu memberi pesan ke Kiara, memberikan perhatian atau sekedar kata-kata penyemangat. Kiara merasa déjà vu kini, ia suka, ia suka diperlakukan seperti ini, lagi, oleh Bara.“Lho, ngapain tiba-tiba disini?” Terkejut, tentu saja Kiara terkejut saat melihat Bara tiba-tiba berada didepan sekolahnya.Bara suka dengan wajah Kiara yang cemberut seperti ini, lucu, katanya. “Mau jemput tuan putri”Kiara sebenarnya sudah tersenyum mengingat tuan putri yang dimaksud Bara adalah dirinya, tetapi, tidak boleh Kiara, ingat harga diri. “Yaudah, sana. Mau jemput pacarmu kan? Gak boleh parkir disini tau” Ujar Kiara sembari me
Kini dilubuk hati Bara yang sangat dalam ingin sekali merengkuh kembali Kiara, pujaan hatinya hingga kini. Mengingat betapa marahnya Kiara saat itu selalu saja memberikan celah negatif disetiap niat Bara untuk memperbaiki semuanya, memperbaiki hubungannya dengan Kiara.“Dicoba dulu atuh, Bar” Artha membuka suaranya.Bara kini hanya bisa bungkam, mengangkat bahunya acuh, padahal omongannya Artha ada benarnya. Toh, ia tidak akan tau respon Kiara jika tidak mencobanya.“Kelemahan nomor satu Bara adalah.. Kiara” Sambung Nevan.“Asli, ya, Tha. Susah anjing” Kini Bara angkat bicara. “Ya, nanti kalo misalkan dia masih marah sama gue, terus nolak gue, gimana?”Artha, Ezra, dan Nevan kini hanya menghela napas, bego banget Bara, pikir mereka.“Di. Co. Ba. Bara. Kalo lo gak coba, gimana lo tau apa jawaban Kiara. Emang lo mau penasaran seumur hidup?”Deg. Perkataannya Ezra ada benarnya j