Share

Aster [Indonesia Ver.]
Aster [Indonesia Ver.]
Author: Danea

Ingkar

Author: Danea
last update Last Updated: 2022-09-12 07:24:28

“Kak Langit, kakak kok tega sih ngasih tugas sebanyak ini? Gak punya perasaan banget,” ucap Cherry sambil mengerucutkan bibirnya,

Sosok bertubuh mungil dengan rambut panjang menjuntai itu adalah Cherry Alexandra, adik dari Langit Danendra Adyaksa, dosen muda di Unversitas tempat adiknya berkuliah sekaligus penulis terkenal. Lelaki berlesung pipi dengan tinggi 180 cm dan kulit bersih serta bibir merah muda itu hanya diam menerima kemarahan sang adik. Cherry yang berdiri di ambang pintu tengah memaki Langit, menurutnya Langit sangat keterlaluan dalam memberikan tugas. Sementara Langit yang menerima makian itu tak beraksi apa-apa, ia lebih senang menatap monitor daripada meladeni Cherry yang menilai dirinya sebagai dosen tak berperasaan.

“Kak.., kakak denger aku gak, sih?” Cherry masuk dan menghampiri sang kakak dengan wajah kesalnya.

“Hmmmmm…,” jawab Langit tanpa mengalihkan pandangannya.

“Cherry gak mau ngerjain tugas dari kakak!” ujar Cherry tanpa basa-basi sambil cemberut. Ia lebih suka menonton film daripada membaca novel, alhasil saat sang kakak memberikan tugas menganalisis novel, Cherry merasa menjadi satu-satunya manusia yang harus berontak disaat teman-teman sekelas yang merasakan hal yang sama dengan dirinya hanya bisa diam dan menerima.

“Cherry, sudah ya kakak sibuk. Sebaiknya kamu keluar, dan kerjakan tugas yang kakak kasih.”

“Kak…,” Cherry memelas, ia berharap sang kakak mau sedikit saja memberinya keringanan.

“Tidak ada tawar-menawar Cherry. Karena kamu berkuliah di jurusan Sastra Indonesia, ya kamu harus belajar untuk suka baca karya sastra, sebentar lagi kamu akan menyusun tugas akhir bukan? Sudah saatnya kamu menekan ego, jangan hanya mau melakukan apa yang kamu suka.”

Cherry melengos, niatnya berbicara supaya mendapat keringanan berakhir dengan Langit yang berceramah panjang lebar. “Tapi kak─”

“Lagian itu tugas kelompok, kamu bisa mengerjakan tugas itu bersama-sama.” Langit tak memberikan kesempatan pada Cherry untuk melanjutkan ucapannya.

“Temen-temen Cherry udah berpasangan semua kak, masa iya Cherry sendiri, Cherry gak mau sendiri.”

“Kalau untuk masalah begini saja kamu gak bisa selesaikan, gimana dengan masalah lain yang lebih kompleks?”

“Gak ada manusia yang mau punya masalah, Kak.”

“Sudah-sudah, kamu keluar dari kamar kakak.”

“Kak…”

“Cher…”

Dengusan kasar terdengar dari bibir Cherry, kakinya melangkah meninggalkan kamar Langit, tak ada hasil yang ia dapatkan dari pembicaraan mereka selain ceramah dari sang kakak.

“Gue kira punya kakak dosen enak, bisa minta keringanan tugas dan lain-lain. Pantes aja kakak tingkat bilang kak Langit dosen nyebelin, emang nyebelin, sih, tuh orang.” Cherry berbicara sendiri sembari melangkahkan kaki meninggalkan kamar Langit.

Pria 28 tahun itu masih bisa mendengar ocehan adiknya, Langit tersenyum tipis, sudah hal biasa baginya mendengar segala bentuk kritik dan saran dari para mahasiswa. Selama ini Langit tak pernah ambil pusing, ia menyikapi semuanya dengan santai.

***

Suara dering ponsel memenuhi kamar yang berukuran tak terlalu besar dengan cat dan hiasan serba pink, sang empunya tengah tertidur di balik selimut, jam dinding telah menunjukkan pukul 01.00 dini hari.

“Duhhhh siapa sihhh, ganggu orang tidur aja,” gerutu pemilik ponsel sambil meraba-raba, mencari keberadaan benda pipih yang sedari tadi berbunyi.

“Green Elira Natusha, lo udah tidur?” tanya suara di balik telepon.

Green ingin sekali memaki lawan bicaranya, ia melihat nama yang tertulis di layer. “Cherry Blossom.” Pantas saja, hanya wanita itu yang berani meneleponnya di jam-jam rawan begini.

Dengan suara serak, Green menjawab pertanyaan Cherry. “Lo gak punya jam, Cher?”

“Hehe sori, jam di kamar gue mati Green.” Cherry menjawab pertanyaannya sambil terkekeh pelan.

“Buruan, lima menit, gue ngantuk banget.”

“Bentar, gue lupa mau ngomong apa.”

“Udah ya gue tutup, sumpah lo gak penting banget, nelepon dini hari tapi gak tahu mau ngomong apa!”

Dari nada bicaranya, siapa pun akan tahu jika Green kesal, dan siapa pun juga akan kesal jika memiliki teman seperti Cherry.

“Green, bentar! Gue udah inget sekarang.”

“Hmmm, apaan?” tanya Green dengan nada malas.

“Lo mau gak nikah sama Pak Langit?”

“Cherry!! Beneran gue tutup nih ya.”

Green dapat mendengar suara Cherry yang tertawa terbahak-bahak, dengan mata setengah tertutup Green menunggu dengan sabar sampai Cherry mengatakan tujuan menelepon dirinya selarut ini.

“Green, lo udah ada partner buat tugas analisis novel?”

Green tak langsung menjawab, ia mengingat-ingat terlebih dahulu tugas mana yang dibicarakan Cherry. Ingatannya tertuju pada tugas dari dosen muda yang selalu menjadi pusat perhatian wanita di kampusnya. “Ohhh itu, belum,” jawab Green santai.

“Sama gue aja ya, mau gak?”

“Oke.”

“Yeayyy, makasih Green, gue tenang sekarang. Yaudah lo lanjut tidur gih, bye.” Cherry berteriak girang kemudian mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Setelah panggilan berakhir, Green menyempatkan diri untuk mengecek notifikasi W******pnya, sedari tadi ia tengah menunggu notifikasi dari seseorang, namun sampai pukul 1.15 orang tersebut tak kunjung membalas pesan.

Kantuk yang tadi ia rasakan mendadak hilang entah kemana. Green beranjak dari kasur dan meneguk segelas air mineral, pikiran dan hatinya mengarah pada satu nama Altair Ardiya Arkana—kekasihnya. Sejak tadi pagi Alta tak menjawab panggilan dan membalas pesan yang ia kirimkan, sudah hampir satu minggu Alta lebih sering menghilang dan tak memberinya kabar. Padahal kabar adalah yang terpenting dalam hubungan, apalagi Green dan Alta menjalani hubungan jarak jauh. Lelaki itu tengah menempuh pendidikan di kota yang berbeda dengan Green.

Green mensugesti pikirannya untuk selalu positif dan percaya pada Alta, lelaki yang telah membersamai langkahnya di saat-saat tersulit hingga sekarang. “Besok pasti Alta bakal kabarin gue. Ya, pasti,” gumam Green meyakinkan dirinya.

Green mengikat rambut panjangnya asal, kulit putih bersih, bibir tipis dan bulu mata lentik serta tinggi semampai dan berat badan proporsional cukup menggambarkan bahwa Green Elira Natusha adalah wanita cantik yang tengah menunggu kabar dari sang pujaan hati. Matanya tak lepas dari ponsel yang berada di meja, berharap Alta segera menghubunginya.

Diliriknya jam dinding yang telah menunjukkan pukul 02.00 dini hari, Green mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya. Pikiran dan hatinya tak sejalan, hatinya ingin menghubungi Alta, namun takut mengganggu, sementara pikirannya meminta ia untuk melakukan itu. Untuk pertama kali dalam hidup, Green abai pada hatinya, rasa khawatir membuatnya memilih untuk menghubungi Alta, takut sesuatu yang buruk terjadi pada kekasihnya.

Green mengambil ponsel dan menelepon Alta, sampai percobaan kelima panggilan tersebut tak kunjung mendapat jawaban, hanya tulisan berdering yang memenuhi layar ponselnya. Hatinya berkecamuk, tak biasanya Alta melakukan itu. Biasanya lelaki tersebut selalu menyempatkan waktu menghubungi dirinya, Green tak menyerah, ia terus mencoba. Namun nihil, Alta tak jua bisa dihubungi. Green menangis, tak bisa lagi menahan air matanya. Janji-janji manis yang pernah Alta ucapkan untuk menikahi dirinya tahun depan menari-nari di kepala, sifat hangat lelaki itu satu bulan lalu masih jelas terekam dalam ingatan.

“Al, kamu gak akan ingkar janji, kan? Tahun depan kamu bakal nikahin aku seperti janji kamu itu, kan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aster [Indonesia Ver.]   End

    Meskipun kemarin kedatangannya tak membuahkan hasil, Langit tak menyerah. Sore hari setelah pulang dari kampus, ia kembali mendatangi rumah Green. Namun, sudah satu jam menunggu Green tak kunjung datang. Langit mulai gelisah dan bertanya-tanya, apakah Green tak ada di sini? Lantas, kemana wanita itu pergi? Ponsel wanita tersebut tak bisa dihubungi, bahkan pesan yang ia kirimkan pun belum dibaca. Apa Green telah memblokir nomornya? Berbagai asumsi memenuhi kepala Langit. Rasa bersalah dan penyesalannya semakin besar, ia tak henti mengumpat pada diri sendiri, merutuki segala kebodohan yang berujung kepergian Green dari sisinya. Hari sudah mulai gelap, tak jua ada tanda-tanda kehadiran Green. Tiba-tiba, ponsel di saku celana Langit bergetar, menampilkan sebuah pengingat. Langit tersenyum, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke lima, hampir saja Langit melupakan momen itu.&n

  • Aster [Indonesia Ver.]   Kehilangan (lagi)

    Pikiran Langit benar-benar kalut. Berhari-hari ia tak pulang dan selama itu pula tak berkomunikasi dengan Green. Langit benar-benar mengabaikan wanita yang dahulu mati-matian ia perjuangkan. Saat ini, tujuan Langit hanya satu, mencari dalang dibalik kematian Cherry. Ia tak lagi memikirkan tentang Green, bertanya soal kabar wanita itu saja tidak. Sebulan telah berlalu, Langit berhasil memecahkan teka-teki itu dengan bantuan beberapa teman yang memang ahli di bidangnya. Dugaan Langit benar, Cherry tidak bunuh diri, melainkan dibunuh. Semua data yang ditemukan polisi dan pihak rumah sakit adalah sesuatu yang sudah disusun dan direncanakan dengan matang. Hari ini, Langit datang ke kantor polisi untuk bertemu pelaku sebenarnya, Zein dan Violet. Mereka ditangkap atas tuduhan pembunuhan berencana. Langit puas saat

  • Aster [Indonesia Ver.]   Bertengkar

    “Green, tolong kamu jawab semua pertanyaan saya dengan jujur,” ujar Langit begitu mereka sampai di rumah. Disaksikan oleh Kalila dan Jerry, ia berniat menginterogasi Green. Kalau benar Green menjadi penyebab kematian Cherry, Langit tak akan segan menjebloskan wanita itu ke dalam penjara sekalipun mereka masih terikat hubungan pernikahan. Green merasa diperlakukan seperti penjahat oleh Langit. Ia duduk di depan Langit, di samping kanan dan kirinya ada Jerry dan Kalila yang juga tengah menatap intens ke arahnya.. “Sebenarnya ada apa, Lang?” tanya Kalila tak paham. Pasalnya, Langit terlihat begitu marah pada Green. “Kata Violet, Green ke kost Cherry di malam terakhir sebelum dia meninggal,” terang Langit. “Jangan bilang kamu mencurigai Green? Sudah lah Lang, polisi bahkan rumah sakit bilang Cherry meninggal karena bunuh diri, bukan dibunuh,” ujar Kalila yang perlahan mulai ikhals dan menerima kepergian Cherry. “Gak Bun, Langit masih belum percaya

  • Aster [Indonesia Ver.]   Duka

    Sepulang dari mengajar, Langit teringat pada Cherry. Sudah lama sekali ia tak bertemu adiknya. Karena hal itu, Langit memutar arah mobilnya menuju indekos sang adik, tiba-tiba ia sangat ingin bertemu untuk sekadar menyapa dan memasikan Cherry baik-baik saja. Jalanan yang padat membuat Langit membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai di sana. Ia memutuskan memberi tahu Green akan pulang terlambat, sekaligus menghubungi Cherry perihal kedatangannya. Sampai beberapa kali panggilan, tak ada satu pun yang mendapat jawaban. Langit menerka-nerka, kemana adiknya hingga tak menjawab telepon? Apa mungkin masih bekerja? Sepertinya tidak, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 wib. Langit mengemudi secepat yang ia bisa. Perasaanya tidak enak entah karena alasan apa, yang jelas saat ini keinginannya untuk melihat wajah sang adik amat besar. “Semoga kamu baik-baik aja,” lirih Langit sembari terus mengemudi. Langit tiba di indekos Cherry saat matahari sudah r

  • Aster [Indonesia Ver.]   Obat Penggugur Kandungan

    Keesokan harinya, Green benar-benar tak keluar kamar. Tak menjawab telepon dan chat, tak juga menggubris saat Langit mengajaknya sarapan. Emosi Green masih belum reda, hatinya belum menerima saat tahu bahwa Langit menikahi dirinya hanya karena wajah dan sifat serta kebiasaannya mirip dengan Keira.Green masih berbaring dengan posisi terlentang, matanya menatap langit-langit. Raganya memang di kamar, namun pikirannya bercabang. Ia tak bisa berhenti memikirkan Cherry. Bagaimana kabarnya hari ini? Apakah wanita itu sudah menemukan solusi terbaik dari permasalahan yang menimpanya?“Cher, semoga lo baik-baik aja,” batinnya.Tak ada lagi suara ketukan pintu dan Langit yang memanggilnya. Tampaknya, lelaki itu sudah berangkat ke kampus. Green memanfaatkan situasi itu untuk mengisi perut dan kerongkongannya yang terasa kering. Hari ini, ia sengaja meminta izin tidak mengajar dengan alasan sakit.Green berjalan dengan langkah pelan. Wajah dan m

  • Aster [Indonesia Ver.]   Kenyataan

    “Darimana kamu? Kenapa telepon dan chat saya gak ada yang dijawab?” cecar Langit saat Green menginjakkan kaki di rumah mereka. Green melanjutkan langkahnya tanpa menjawab pertanyaan tersebut. “Green, saya ini suami kamu. Gak seharusnya kamu bersikap begini. Pergi gak ngasih kabar, pulang malem basah-basahan, kamu pikir saya gak khawatir?!” tanya Langit seraya mencekal pergelangan tangan Green agar wanita itu mau menatapnya. Green tak menggubris. Ia berusaha melepaskan tangan Langit. “Lepas!” titahnya dengan suara dingin. “Kamu kenapa? Tolong kasih tahu, salah saya dimana? Kalau kamu begini saya bingung. Dari tadi saya teleponin berkali-kali gak ada satupun yang diangkat. Marah?”&n

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status