Bab 5 Usaha Mengubah Keputusan
"Mulai sekarang jangan bicara apapun sama aku sebelum kamu menarik tugas yang kamu berikan ke kakakku!" ancam Naira. Mendapati sikap Naira yang demikian, Nathan, yang tadinya bersikap lembut mendadak kembali memperlihatkan sikap dinginnya. Ia menatap Naira dengan tajam yang membuat Naira merasa ketakutan. "Kemarahanmu tidak akan mengubah apapun. Kakakmu sudah pergi dan sekarang harusnya dia sudah sampai di tempat tujuannya," ujar Nathan. "Jadi ... benar—" "Ya. Demi kamu dan pengobatan ibumu, Arhan mengambil pekerjaan ini," tukas Nathan. Ia lantas beranjak dari tempatnya dan melangkahkan kakinya meninggalkan Naira begitu saja. Naira kembali menangis yang bahkan kali ini semakin menjadi-jadi. Ia berteriak histeris dan mempertanyakan mengapa kakaknya semudah itu mengambil pekerjaan kotor hanya demi uang, demi dirinya yang Naira sendiri merasa kalau ia baik-baik saja. "Kenapa, kak? kenapa?" racau Naira sambil terisak. Beberapa saat kemudian, di saat Naira sudah mulai agak tenang, ia pun memikirkan cara untuk mengubah keputusan Nathan. Sebab, ia tak ingin kalau kakak yang ia sayangi itu terlibat dalam pekerjaan yang kotor seperti itu. Naira terus berpikir hingga akhirnya ia menemukan satu ide. Akan tetapi ia merasa ragu untuk melakukannya. "Haruskan aku melakukan itu?" tanya Naira pada dirinya sendiri. Melihat waktu yang terus berjalan membuat Naira tak bisa berpikir dengan tenang. Sampai akhirnya ia terpaksa mengambil keputusan untuk tetap melakukan idenya itu. Karena ia sendiri bersikukuh ingin menghentikan pekerjaan yang dilakukan kakaknya itu. Naira pun bergegas ke luar dan mencari keberadaan Nathan yang ia yakini berada di ruang kerjanya. Naira sampai di depan pintu ruang kerja Nathan. Ia langsung membuka pintu itu dengan yakin. Akan tetapi, tepat ketika ia baru saja memasuki ruangan itu, Naira mendadak bergeming. Perasaan ragu untuk menjalankan idenya itu kembali muncul. Tapi di sisi lain, keinginannya untuk menghentikan pekerjaan kakaknya begitu kuat. "Mau sampai kapan kamu akan berdiri di sana?" ujar Nathan, menyadarkan Naira. "Kemarilah kalau memang ada yang ingin kamu katakan," imbuh pria berwajah tampan itu. Naira menatap Nathan. Ia mengatur napasnya dan perlahan mulai berjalan mendekati pria berstatus suaminya itu. Naira juga berusaha sekuat tenaga untuk tetap terlihat kuat dan tidak menjatuhkan kembali air matanya. Terlebih di hadapan pria yang ia anggap jahat itu. Dan tepat ketika Naira berada tak jauh dari Nathan, gadis itu langsung berlutut bersamaan dengan jatuhnya satu buliran bening dari matanya. Sontak hal itu membuat Nathan agak terkejut. Ia tak menyangka kalau Naira akan senekat itu padanya. "Aku serahkan diriku tapi tolong hentikan kakakku dari pekerjaan kotor itu," pinta Naira dengan suara bergetar. Tak bisa diam, dengan cepatnya Nathan beranjak dari tempatnya dan menghampiri Niara. Dan seketika itu juga Nathan langsung menarik istrinya itu ke dalam pelukannya. "Jangan pernah lakukan itu. Meskipun kamu istriku tapi aku tidak akan mengingkari janjiku. Aku tidak akan menyentuhmu kalau bukan dari hatimu," ucap Nathan masih dengan memeluk Naira. Mendengar ucapan Nathan, Naira malah kembali terisak. "Terus gimana sama kakakku?" tanyanya. Nathan melepas pelukannya dan mencengkram kedua bahu Naira. "Sudah aku katakan, kakakmu pasti kembali. Pasti!" tegasnya. "Kalau enggak!" sergah Naira yang membuat tangisnya mendadak berhenti. Sementara itu, Nathan hanya terdiam seraya menatap gadis di hadapannya itu sembari melepas kedua tangannya. Naira menatap Nathan dengan menahan amarahnya. "Kenapa diam?" Naira sedikit terkekeh. "Gak ada jaminan kalau kakakku akan kembali dengan selamat setelah melakukan pekerjaan kotor dari mu itu!" ucap Naira seraya menunjuk ke arah dada Nathan. Mendengar ocehan Naira, Nathan hanya tersenyum menyeringai. "Seharusnya kamu paham, karena itu lah aku menikahimu." Dan lagi-lagi, Naira dibuat terperangah mendengar jawaban Nathan barusan. Karena ia menyadari kalau besar kemungkinan Arhan tidak akan kembali lagi. "Kalau Arhan gak kembali, setidaknya kamu masih memiliki aku. Dan asal kamu tau, Arhan sendiri lah yang menitipkan kamu ke aku." Naira tertawa kecil. "Gak mungkin! gak mungkin kak Arhan ngelakuin itu. Lagipula, kalau kakakku gak kembali, buat apa dia nitipin aku sementara ibuku masih ada?" sanggah Naira tak percaya. Nathan tersenyum tipis. "Aku rasa kamu lupa soal Roy." Naira terkejut mendengar nama yang barusan disebutkan Nathan. "Darimana kamu tau nama itu?" tanya Naira. Mendadak suasana hati gadis cantik itu pun berubah menjadi semakin buruk usai mendengar kembali nama yang disebutkan oleh Nathan barusan. Bersambung ...Bab 8 Kemunculan Seseorang di Masa LaluNaira memukul paha Nathan yang membuat dirinya langsung terduduk. "Tolong dong sekali-kali ngertiin aku. Jangan cuma bisa nyakitin aja!" ujar Naira kesal."Iya, iya."Sembari menahan rasa sakit di pahanya, Nathan lantas mengambil hp nya dan menuruti keinginan Naira. Singkat cerita Nathan berhasil menghubungi seseorang dan mendapatkan kabar tentang Arhan."Arhan baik-baik aja, sekarang ini hp nya emang lagi gak aktif aja," kata Nathan."Alhamdulillah ...," ucap Naira lirih."Gimana? masih mau ngamuk lagi?" goda Nathan, yang sebenarnya ia tak ingin melihat wanitanya itu berlarut-larut dalam kesedihan.Naira yang tadinya senang karena baru saja mendapatkan kabar baik tentang kakaknya pun mendadak diam usai mendengar pertanyaan Nathan barusan. Karena bagi Naira, se-effort apapun yang dilakukan pria di hadapannya itu, ia tetap saja tak menyukai sikapnya.Menyadari perubahan sikap Naira, Nathan kembali bersuara. Dan kali ini, lagi-lagi karena ia tak
Bab 7 Meninggalnya Orang Yang DisayangNathan menoleh ke arah Naira. "Ada yang harus aku sampaikan ke kamu.""Apa itu?" Naira tampak penasaran.Nathan terdiam sejenak. Lalu ia kembali bersuara dan mengatakan kalau sebenarnya ibu Naira telah meninggal dunia.Naira yang mendengar kabar tersebut pun seketika syok dan tak percaya. Karena terakhir kabar yang ia dapatkan dari kakaknya adalah ibunya sudah baik-baik saja dan sedang dalam masa pemulihan."Kamu gak bohong, kan?" ucap Naira, yang kini kembali meneteskan air mata.Nathan terdiam seolah mengiyakan pertanyaan dari Naira tersebut.Melihat respon Nathan, tubuh Naira pun lemas seketika. Ia menyadari kalau kabar yang disampaikan suaminya barusan adalah benar adanya."Ibu ...," lirih Naira.Naira terus terisak sambil memanggil ibunya. Lalu, kembali lagi, Nathan memeluk istrinya itu karena perasaan tak teganya melihat wanita yang menjadi tanggung jawabnya itu lagi dan lagi meneteskan air mata.***Singkat cerita jenazah ibu Naira sudah k
Bab 6 Peristiwa di Masa LaluNaira terkejut mendengar nama yang barusan disebutkan Nathan. "Darimana kamu tau nama itu?" tanya Naira. Mendadak suasana hati gadis cantik itu pun berubah menjadi semakin buruk usai mendengar kembali nama yang disebutkan oleh Nathan barusan. Belum sempat Nathan menjawab pertanyaan Naira, gadis berhijab itu lantas kembali bersuara dengan memperlihatkan tatapan nanarnya pada pria berstatus suaminya itu."Jangan pernah kamu sebut nama itu lagi. Aku membenc*inya. Sangat memben*cinya!" satu tetes bukiran bening berhasil membasahi pipi Naira."Aku tau keadaan mu, karena itu lah Arhan menitipkan mu padaku," ujar Nathan.Mendengar perkataan Nathan barusan, Naira hanya bisa terdiam. Perasaan sedih karena tiba-tiba ingatannya akan peristiwa buruk yang terjadi pada dirinya beberapa bulan sebelum ia menikah dengan Nathan pun kembali muncul.🍃🍃🍃🍃Flashback beberapa bulan sebelum Naira menikah dengan Nathan.Saat itu, Naira yang bekerja sebagai pelayan restora
Bab 5 Usaha Mengubah Keputusan "Mulai sekarang jangan bicara apapun sama aku sebelum kamu menarik tugas yang kamu berikan ke kakakku!" ancam Naira. Mendapati sikap Naira yang demikian, Nathan, yang tadinya bersikap lembut mendadak kembali memperlihatkan sikap dinginnya. Ia menatap Naira dengan tajam yang membuat Naira merasa ketakutan. "Kemarahanmu tidak akan mengubah apapun. Kakakmu sudah pergi dan sekarang harusnya dia sudah sampai di tempat tujuannya," ujar Nathan. "Jadi ... benar—" "Ya. Demi kamu dan pengobatan ibumu, Arhan mengambil pekerjaan ini," tukas Nathan. Ia lantas beranjak dari tempatnya dan melangkahkan kakinya meninggalkan Naira begitu saja. Naira kembali menangis yang bahkan kali ini semakin menjadi-jadi. Ia berteriak histeris dan mempertanyakan mengapa kakaknya semudah itu mengambil pekerjaan kotor hanya demi uang, demi dirinya yang Naira sendiri merasa kalau ia baik-baik saja. "Kenapa, kak? kenapa?" racau Naira sambil terisak. Beberapa saat kemud
Bab 4 Terkuaknya Tugas yang Diberikan? Arhan terus berjalan dengan sesekali menoleh ke arah Naira. Dari raut wajahnya, ia begitu berat untuk meninggalkan adiknya itu. Namun di sisi lain, karena kesepakatan yang ia buat dengan bosnya lah yang membuatnya terpaksa melangkah pergi dengan membawa tujuan yang masih menjadi misteri. *** Seperginya Arhan, Nathan lantas meminta Namu untuk mengantar Naira kembali ke ruang pribadinya. "Apa kamu tau ke mana perginya kakakku?" tanya Naira yang berjalan hampir beriringan dengan sekertaris suaminya itu. Sayangnya, Namu tak menjawab dan terus berjalan tanpa menoleh sedikit pun ke arah Naira. "Ternyata dia sama aja dinginnya dengan bosnya," batin Naira, melirik kesal ke arah Namu dan melanjutkan langkahnya. Mendapati sikap Namu yang demikian, Naira hanya menghela napas kasar. Kali ini pikirannya kembali berisik dan tak lagi bisa berpikir positif. Bahkan pikirannya itu terus saja berlangsung hingga ia sampai di ruang pribadi Nathan.
Bab 3 Benda Terlarang Dengan terpaksa Naira lantas beranjak dari tempatnya. "Lagian siapa sih yang dia maksud? kenapa juga aku harus ikut?" gerutu Naira seraya terus berjalan menyusul langkah Nathan. Singkat cerita Naira sudah sampai di kantor milik Nathan. Kedatangannya untuk pertama kalinya ke tempat kerja pria berstatus suaminya itu betul-betul disambut dengan senyuman ramah dari setiap orang yang ia temui. Sebuah sambutan yang sebelumnya tak pernah ia terima selama hidupnya. Naira dan Nathan terus berjalan beriringan menuju satu ruangan. Sementara itu, Namu tetap mengikuti mereka dari belakang. "Kita mau ke mana?" tanya Naira saat ia dan Nathan akan memasuki sebuah lift. "Ruang kerja ku," balas Nathan tanpa menoleh ke wanita berhijab itu. Naira hanya mangut-mangut dan memilih tak bertanya lagi. Walaupun sebenarnya isi kepalanya begitu berisik lantaran dipenuhi berbagai pertanyaan terkait keikutsertaannya ke kantor milik Nathan hari itu. Ting! Begitu terde