Share

Bab. 7

"Udah deh jangan ributin ini, Pak Herry ndak akan sampe segitunya kok tadi kebetulan saja paling."

Jaden menghembuskan nafas lelah ia jelas membenci wanita pembangkang. Ia benar benar heran dengan Vasya yang susah sekali di bilangi. Vasya juga sebenarnya kepikiran tapi ia lebih memilih pura pura tak terjadi apa apa, ia memaksa pikirannya untuk positif thinking, serius ia kini menganggap adegan lari larian tadi cuma kebetulan.

"Percaya sya biar kamu aman."

Memang benar tapi Vasya menolak untuk sekedar berseliweran di depan Jaden kembali. Bukannya aman tapi malah pusing yang ada.

"Ayo kita kembali seperti dulu maka psikopat sepertinya tak akan macam macam padamu."

Gila ya?

Apa aku pindah kota saja?

Kok pilihannya tak ada yang lebih baik?

"Jangan melarikan diri, dia akan mengejar dan aku tak bisa memantau kalau kamu jauh."

Kali ini Vasya menelan ludah, sulit baginya berkutik jika di depan Jaden yang sudah tau semua tentangnya dan juga pikirannya. Lelaki sialan itu mencoba meyakinkannya kembali, tanpa jera lelaki itu terus saja berusaha sampai Vasya jenggah sendiri. Ia gedek dengan Jaden tapi ia juga sedikit syok menyadari Jaden ternyata sesabar itu.

"Kita kembali ke kantor apa kamu yang kembali ke rumahku?"

Deg.

Memori rumah Jaden memenuhi kepala Vasya, ia meringis pilu dan termenung beberapa saat. Sungguh ia tak ingin kembali lagi. Ia tak ingin menatap pintu pintu besar itu sekali lagi apa lagi bertemu dengan anggota keluarganya. Big no.

"Kamu tadi melihat pak Herry membawa sesuatu?"

Apa?

Vasya menggeleng tapi di pikirannya ia jelas tadi melihat pak Herry memegang sesuatu yang tajam dan menyilaukan tapi ia sangsi jika itu senjata. Mungkin jam tangan bisa jadi pasalnya benda itu berkilau saat tersorot cahaya.

"Ayolah kamu gadis pintar bukan wonder woman."

I see.

Tapi bukan juga pesuruhmu!.

"Syaa."

"Pak!"

"Masalalu saya dengan bapak bukan masalalu yang membahagiakan, kita tak pernah sedekat itu hingga harus melakukan pernikahan."

"Tenang, opsi lainnya kembalilah bekerja itu saja."

Vasya mengelus dadanya sendiri, dalam hatinya ia tak butuh perlindungan semu yang diam diam menggerogotinya dari dalam. Di balik pintu Andri menguping pembicaraan kakak serta pria misterius yang membuatnya terpesona.

Andri jelas kepo akan kisah kakaknya yang ia kira jomblo selama ini. Sambil mengunyah mie ia mendengarkan pembicaraan yang sedikit membuatnya bingung sendiri. Lambat laun ia menyadari bahwa lelaki itu ingin kembali tapi kakaknya yang tak mau menerima nya.

Dalam hati Andri menganggap bahwa kakaknya itu bodoh. Masa orang setampan dan sekaya itu sampai mengalah sebegitunya dan ia tetap mengatakan tidak, sungguh wanita memang sedikit gila tapi giliran nanti sang pria mundur kakaknya pasti akan menangis meraung raung sama seperti dulu.

"Apakah susah kembali?"

"Team membutuhkanmu, Amanda, Viola, Kalan dan yang lainnya."

Jelas Vasya butuh pekerjaan, ia menyukai lingkungan kerjanya tapi Jaden bukan suatu hal yang bisa ia abaikan. Berdekatan dengannya tidak membuatnya lebih manusiawi. Dalam posisi terpojok sekalipun meneken kontrak lagi dengan Jaden bukan pekara mudah karena lelaki itu juga semena mena.

"Saya naikkan gajimu."

Kok bisa?

Vasya jelas heran karena posisi Jaden bukan direktur, dari mana ia bisa menaikkan gajinya kecuali ia di promosikan ke pangkat yang lebih tinggi.

"Saya kasih apartemen."

Ye ini sama saja jadi gundikmu bukan pegawai. Lebih mending menikah lah tapi...

"Sya, kita bisa memulai kembali apa yang salah di masalalu."

Kali ini Vasya mendongak, ia penasaran dengan hal ajaib yang barusan lelaki itu terangkan. Dari dulu ia sangat penasaran sebenarnya lelaki itu sadar atau di luar nalar saja.

"Memang kamu tahu dimana salahmu?"

Jaden terdiam, ia menatap Vasya dengan sendu tentu ia tak tahu apa salahnya karena ia tak pernah menanyakan keadaan Vasya waktu itu. Setahunya mereka kerap bersama karena Vasya juga menyukainya bukannya sebaliknya.

"Apakah kamu begitu tersakiti?"

"Hah?"

"Tentu saja pak!"

Kalau boleh ia ingin mengacungkan jari tengah tapi ia memilih diam menahan ubun ubunnya yang mendidih.

"Aku minta maaf sekali lagi minta maaf tapi bisakah kamu dewasa?"

Vasya melengos ia tak mengerti kenapa Jaden membahas kedewasaan sementara dirinya juga tidak bertumbuh. Dan lagi kenapa minta maaf jika akhir kalimatnya mengajaknya untuk ribut.

"Pak saya kira pak Herry takkan sejauh yang dipikirkan bapak lagi pula disini ada Andri."

"Tak belajarkah kamu dari insiden tadi?"

"Bagaimana jika Andri tak selalu ada seperti tadi?"

Benar Jaden akan selalu ada bahkan 24 jam, ia akan selalu posesif tapi bukan itu yang ia butuhkan.

"Saya yakin saya bisa luput pak selama saya tak pergi sendirian."

"Yakin?"

"Dia bahkan tau dimana rumahmu."

Lagi lagi yang ia katakan benar adanya. Harus dengan apa Vasya menolaknya dan sialnya pikirannya juga selaras dengan pikiran Jaden tapi ia tak mau mengalah, ia tak mau toxic people yang sudah berusaha ia hilangkan kembali lagi.

"Sya di kantor banyak yang bisa ikut melindungi."

Rasanya tak perlu menyeret banyak orang ke dalam masalahnya apalagi mereka yang tak begitu berkepentingan. Vasya takut saja merepotkan orang lain.

"Pak Herry tak kan berhenti, ia kehilangan semuanya lo sya, teman keluarga dan semua relasinya serta ia viral dimana mana."

"Aku bukan orang yang menyebarkan aibku sendiri. Itu tak ada sangkut pautnya denganku."

"Bukan aku yang mengunggah videonya ke medsos."

"Iya tahu tapi pak Herry sangat dendam padamu."

"Tahu dari mana?"

Jaden terpaksa melakukan ini, ia meraih sesuatu dari tas kerjanya dan menyodorkannya pada Vasya. Lantas setelah melihatnya mata Vasya membulat, ia tak percaya dengan penglihatannya sendiri.

"Darimana kamu dapat ini?"

"Menurutmu?"

Memang lelaki itu suka sekali main tebak tebakan dan membuat Vasya jenggah setengah mati. Melihatnya Jaden hanya bisa menghembuskan nafas karena Vasya tak mau sekedar berusaha menebaknya.

"Dari ruangan kerjanya Sya"

Tunggu.

Ruang kerjanya memang dahulu ruangan pak Herry.

Vasya mematung ia tak menyangka bahwa lelaki yang selama ini mengerjainya juga adalah orang mesum tingkat dewa. Kali ini Vasya hanya bisa menahan malu tentu saja, ia tak menyangka kalau yang ada di foto ini benar benar dirinya.

"Ini masih belum seberapa, di lacinya banyak sekali jepretan fotomu dan semuanya tentu kamu tak tahu kan?"

Vasya benar benar syok ia tak habis pikir dengan fakta barusan. Matanya memandangi lagi foto foto fotogenik itu dengan gusar. Rasanya seperti tertangkap basah oleh sesuatu yang kita tidak tahu itu apa. Kenapa lelaki itu menyimpan banyak sekali fotonya.

Sejak kapan semua ini di mulai, kenapa ia tak sadar. Kapan lelaki itu memotretnya, yang ia sadari hanya fakta pak Herry benar benar membencinya. Tentu saja ia tak kepikiran sampai sini.

"Dan lebih parahnya.."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status