Share

Bab. 6

Aneh aneh saja perkataannya!

Mana bisa.

"Pak tolong.."

Dengan Frustasi Vasya memegangi kepalanya. Ia hampir menangis dengan situasi macam guk guk seharian ini.

"Saya sudah muak pak, bapak cari pembantu lain saja."

"Aku tak butuh pembantu."

Bohong!

Memandangnya lama lama membangkitkan memori lama dan itu membuat Vasya meneteskan air mata kembali. Ia sudah tak mau terjebak dimasa lalu, ia mau bangkit. Rasanya ia lelah hidup di atur orang lain, ia ingin bebas lepas seperti sedia kala.

"Vasya, dengarkan aku.."

Saat Jaden berkata demikian Andri tiba tiba datang membawa secangkir kopi. Ia bingung melihat tampang kakaknya sudah tak karuan bentuknya sambil memijit mijit kepalanya. Yang ia sadari adalah kedua orang itu punya sesuatu hubungan tapi ia memilih mundur ke dapur alih alih kepo dengan urusan kakaknya.

"Bapak yang dengerin saya, saya menolak bapak datang ke hidup saya lagi titik!"

Andai kalau kakinya sehat ia pasti akan langsung pergi ke kamarnya tapi sayang lututnya benar benar bermasalah sekarang. Harusnya alih alih bertengkar dengan Jaden, ia lebih baik menyuruh Andri untuk mencari tukang urut.

Mendengar perkataan Vasya Jaden masih saja terdiam seribu bahasa. Lelaki itu kenapa tambeng sekali.

"Herry kan tadi?"

Mulut Vasya kering, ia melotot seketika tapi ia tak membenarkan perkataan Jaden. Jelas ia syok dengan penerawangan Jaden yang kenapa bisa benar.

"Ia akan datang lagi, lelaki itu tak kan jera sya."

Kenapa yang dibahas malah Herry, Vasya jadi bingung harus menjawab bagaimana.

"Tak masalah bagiku pak, sungguh aku bisa melindungi diriku sendiri."

Jawaban sok bijak nan kuat itu hanya di pandang remeh oleh Jaden.

"Kalau tadi tidak ada Romi kamu pasti sudah di bawa lari olehnya."

Deg.

Berarti tadi seriusan pak Herry memang niat macam macam?

"Tolong, jangan gegabah nanti adikmu bagaimana?"

"Memang ada apa dengan adikku?"

"Herry ngincer kamu!"

Dari dulu pak Herrry sialan memang mengincar Vasya makanya Vasya merasa sudah biasa, tentu hal itu enteng tapi Jaden tak menyetujuinya. Lelaki itu punya pandangan yang lebih visioner timbang otak sedarhana Vasya.

"Ia mau menuntut balas Sya."

"Sama siapa?"

Sorot mata Jaden mengarah ke arah gadis yang sekarang membelalakkan matanya.

"Aku?"

Lelaki itu mengangguk lemah. Wajah Vasya mulai memerah, ia kepikiran si Herry yang tadi memang sengaja mencegatnya di depan gang lalu mengikutinya ke toserba.

"Satu satunya jalan adalah.."

"Jangan bilang nikah deh, ngimpi kamu!"

"Itu memang jalan yang paling aman."

Vasya memutar bola matanya, ia jengah dengan pembicaraan di luar nulur tersebut.

"Kamu kembali saja bekerja, di sekitarku dia tak kan berani macam macam."

Vasya memincingkan matanya, ia menerka nerka apa yang sedang lelaki itu pikirkan tapi ia tak menemukan apapun. Ekspresi Jaden datar sedatar datarnya, ia paham bahwa lelaki itu tulus walaupun suka memanfaatkan orang.

"Kenapa kamu mau bantuin aku?"

"Memang tak boleh?"

Gadis itu menggeleng. Ia tak menyukainya. Kalau boleh ia ingin menganti memori jaman masa sekolah bersama Jaden dengan orang lain. Lelaki itu tak tahu betapa menderitanya ia di masa lalu. Betapa hidupnya tergerogoti kebebasannya dari dalam jadi jangan harap ia sekarang akan berubah menjadi malaikat.

Sekali penjahat tetap penjahat, ia tahu betul siapa Jaden. Mereka kenal bukan cuma setahun duatahun, mereka akrab antara batin tapi bukan bestie.

"Jaden, aku bisa mengurus diriku sendiri, sekarang pulang sana urusan kita sudah masing masing."

"Kalau aku tetep mau ngurusi, kamu ndak ada hak ngelarang."

Kata kata yang barusan tersebut membuat darah Vasya serasa mendidih di ubun ubunnya.

"Memang kamu siapa sih? Tuhan?"

"Kenapa mau ikut andil dalam hidup aku!"

"Mau kamu sebenarnya apa sih?"

Nah itu Jadenpun bingung. Ia mencarinya selama ini bahkan ia rajin bertanya pada dirinya sendiri sebenarnya maunya itu apa. Tapi ia tak menemukannya, yang bisa ia lihat cuman gambar besar seorang wanita nan ayu yang membayang bayang di pikirannya.

"Kita menikah"

Hah?

Vasya menghembuskan nafasnya yang mungkin akan keluar api dari sana. Ia mencoba sabar tapi tak mudah. Apa yang lelaki itu anggap lelucon adalah hal yang sakral menurut Vasya dan anehnya kenapa ia ingin menikahi Vasya. Lelaki macam dewa sepertinya banyak yang suka dan tergila gila tentunya. Mendapat yang terbaik dari tampang, previllage serta dompet pasti akan sangat mudah bagi insan macam Jaden.

Nah sekarang pertanyaannya kenapa ia mau ke Vasya padahal wanita itu jelas jelas menolak.

"Menikah hanya sebulan saja, ayo kita mencobanya barang sebulan saja Sya"

"Maumu itu apa? Menikah yang bagaimana Jaden?"

Kalau hanya mau minta sex aku tonjok kamu!

"Untuk mengecoh Herry supaya ia benar benar memutuskan untuk menyerah."

Andri datang lagi membawa mie instan yang masih terlihat menguap karena saking panasnya.

"Sungguh aku kenal pak Herry tak mungkin ia lebih ekstrem dari ini."

Jaden tersenyum samar sesaat lalu memandang Vasya kembali.

"Dia punya catatan kriminal."

Yang itu Vasya tahu, dia jelas tahu detail catatan kriminal mantan bosnya terhadap karyawannya dulu. Jadi iapun menganggap remeh omongan Jaden.

"Ia menganggap kamu yang nyebarin video viral kemarin."

"Bukan aku, aku saja tak tahu kalau ada cctv di sekitar ruang cafetaria."

Sekilas wajah Jaden tampak muram sekali tapi kemudian ia membicarakan tentang sosok Herry yang ia kenal selama ia bekerja.

"Walau hanya 6 bulan tapi aku tahu sya dia bukan lelaki baik, ia pendendam orangnya."

Vasya akui kalau penilaian itu memang benar adanya. Dia juga sudah merasakan dampak dari sifat buruk atasannya tersebut.

"Apalagi setelah kehidupan sosialnya morat marit karena video tersebut."

Lelaki brengsek itu kehilangan pekerjaan karena skandalnya bersama Vasya tapi itu bukan salah Vasya, lelaki itu saja yang dapat karma dari apa yang dia tuai.

"Sekali lagi aku tak bersalah."

"Aku tahu tapi kamu dalam bahaya!"

"Dia bisa lebih brutal."

Vasya berpikir sejenak, Herry memang menyebalkan tapi ia belum bisa menganggap lelaki mesum itu orang yang sangat berbahaya. Buktinya ia masih baik baik saja sekarang. Kalau benar lelaki itu nekad ia pasti takkan terduduk disini sekarang.

"Dia tak berani sampai membunuhku."

Jaden menghembuskan nafas lelah, ia tak mengerti kenapa Vasya sekeras kepala ini.

"Bentuk kekerasan bukan hanya pembunuhan."

Sebenarnya apa yang ingin Jaden omongkan, lelaki itu nampak bertele tele dengan sebagian pikirannya sendiri. Vasya hanya bisa mengerjapkan matanya memcoba sesabar mungkin padahal sebenarnya ia sudah tremor dan ingin segera menghilang dari sana.

Jaden memasang wajah tak tertebak, lelaki itu melirik jam tangannya lalu mendongak lagi.

"Lalu apa?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status