Aneh aneh saja perkataannya!
Mana bisa."Pak tolong.."Dengan Frustasi Vasya memegangi kepalanya. Ia hampir menangis dengan situasi macam guk guk seharian ini."Saya sudah muak pak, bapak cari pembantu lain saja.""Aku tak butuh pembantu."Bohong!Memandangnya lama lama membangkitkan memori lama dan itu membuat Vasya meneteskan air mata kembali. Ia sudah tak mau terjebak dimasa lalu, ia mau bangkit. Rasanya ia lelah hidup di atur orang lain, ia ingin bebas lepas seperti sedia kala."Vasya, dengarkan aku.."Saat Jaden berkata demikian Andri tiba tiba datang membawa secangkir kopi. Ia bingung melihat tampang kakaknya sudah tak karuan bentuknya sambil memijit mijit kepalanya. Yang ia sadari adalah kedua orang itu punya sesuatu hubungan tapi ia memilih mundur ke dapur alih alih kepo dengan urusan kakaknya."Bapak yang dengerin saya, saya menolak bapak datang ke hidup saya lagi titik!"Andai kalau kakinya sehat ia pasti akan langsung pergi ke kamarnya tapi sayang lututnya benar benar bermasalah sekarang. Harusnya alih alih bertengkar dengan Jaden, ia lebih baik menyuruh Andri untuk mencari tukang urut.Mendengar perkataan Vasya Jaden masih saja terdiam seribu bahasa. Lelaki itu kenapa tambeng sekali."Herry kan tadi?"Mulut Vasya kering, ia melotot seketika tapi ia tak membenarkan perkataan Jaden. Jelas ia syok dengan penerawangan Jaden yang kenapa bisa benar."Ia akan datang lagi, lelaki itu tak kan jera sya."Kenapa yang dibahas malah Herry, Vasya jadi bingung harus menjawab bagaimana."Tak masalah bagiku pak, sungguh aku bisa melindungi diriku sendiri."Jawaban sok bijak nan kuat itu hanya di pandang remeh oleh Jaden."Kalau tadi tidak ada Romi kamu pasti sudah di bawa lari olehnya."Deg.Berarti tadi seriusan pak Herry memang niat macam macam?"Tolong, jangan gegabah nanti adikmu bagaimana?""Memang ada apa dengan adikku?""Herry ngincer kamu!"Dari dulu pak Herrry sialan memang mengincar Vasya makanya Vasya merasa sudah biasa, tentu hal itu enteng tapi Jaden tak menyetujuinya. Lelaki itu punya pandangan yang lebih visioner timbang otak sedarhana Vasya."Ia mau menuntut balas Sya.""Sama siapa?"Sorot mata Jaden mengarah ke arah gadis yang sekarang membelalakkan matanya."Aku?"Lelaki itu mengangguk lemah. Wajah Vasya mulai memerah, ia kepikiran si Herry yang tadi memang sengaja mencegatnya di depan gang lalu mengikutinya ke toserba."Satu satunya jalan adalah..""Jangan bilang nikah deh, ngimpi kamu!""Itu memang jalan yang paling aman."Vasya memutar bola matanya, ia jengah dengan pembicaraan di luar nulur tersebut."Kamu kembali saja bekerja, di sekitarku dia tak kan berani macam macam."Vasya memincingkan matanya, ia menerka nerka apa yang sedang lelaki itu pikirkan tapi ia tak menemukan apapun. Ekspresi Jaden datar sedatar datarnya, ia paham bahwa lelaki itu tulus walaupun suka memanfaatkan orang."Kenapa kamu mau bantuin aku?""Memang tak boleh?"Gadis itu menggeleng. Ia tak menyukainya. Kalau boleh ia ingin menganti memori jaman masa sekolah bersama Jaden dengan orang lain. Lelaki itu tak tahu betapa menderitanya ia di masa lalu. Betapa hidupnya tergerogoti kebebasannya dari dalam jadi jangan harap ia sekarang akan berubah menjadi malaikat.Sekali penjahat tetap penjahat, ia tahu betul siapa Jaden. Mereka kenal bukan cuma setahun duatahun, mereka akrab antara batin tapi bukan bestie."Jaden, aku bisa mengurus diriku sendiri, sekarang pulang sana urusan kita sudah masing masing.""Kalau aku tetep mau ngurusi, kamu ndak ada hak ngelarang."Kata kata yang barusan tersebut membuat darah Vasya serasa mendidih di ubun ubunnya."Memang kamu siapa sih? Tuhan?""Kenapa mau ikut andil dalam hidup aku!""Mau kamu sebenarnya apa sih?"Nah itu Jadenpun bingung. Ia mencarinya selama ini bahkan ia rajin bertanya pada dirinya sendiri sebenarnya maunya itu apa. Tapi ia tak menemukannya, yang bisa ia lihat cuman gambar besar seorang wanita nan ayu yang membayang bayang di pikirannya."Kita menikah"Hah?Vasya menghembuskan nafasnya yang mungkin akan keluar api dari sana. Ia mencoba sabar tapi tak mudah. Apa yang lelaki itu anggap lelucon adalah hal yang sakral menurut Vasya dan anehnya kenapa ia ingin menikahi Vasya. Lelaki macam dewa sepertinya banyak yang suka dan tergila gila tentunya. Mendapat yang terbaik dari tampang, previllage serta dompet pasti akan sangat mudah bagi insan macam Jaden.Nah sekarang pertanyaannya kenapa ia mau ke Vasya padahal wanita itu jelas jelas menolak."Menikah hanya sebulan saja, ayo kita mencobanya barang sebulan saja Sya""Maumu itu apa? Menikah yang bagaimana Jaden?"Kalau hanya mau minta sex aku tonjok kamu!"Untuk mengecoh Herry supaya ia benar benar memutuskan untuk menyerah."Andri datang lagi membawa mie instan yang masih terlihat menguap karena saking panasnya."Sungguh aku kenal pak Herry tak mungkin ia lebih ekstrem dari ini."Jaden tersenyum samar sesaat lalu memandang Vasya kembali."Dia punya catatan kriminal."Yang itu Vasya tahu, dia jelas tahu detail catatan kriminal mantan bosnya terhadap karyawannya dulu. Jadi iapun menganggap remeh omongan Jaden."Ia menganggap kamu yang nyebarin video viral kemarin.""Bukan aku, aku saja tak tahu kalau ada cctv di sekitar ruang cafetaria."Sekilas wajah Jaden tampak muram sekali tapi kemudian ia membicarakan tentang sosok Herry yang ia kenal selama ia bekerja."Walau hanya 6 bulan tapi aku tahu sya dia bukan lelaki baik, ia pendendam orangnya."Vasya akui kalau penilaian itu memang benar adanya. Dia juga sudah merasakan dampak dari sifat buruk atasannya tersebut."Apalagi setelah kehidupan sosialnya morat marit karena video tersebut."Lelaki brengsek itu kehilangan pekerjaan karena skandalnya bersama Vasya tapi itu bukan salah Vasya, lelaki itu saja yang dapat karma dari apa yang dia tuai."Sekali lagi aku tak bersalah.""Aku tahu tapi kamu dalam bahaya!""Dia bisa lebih brutal."Vasya berpikir sejenak, Herry memang menyebalkan tapi ia belum bisa menganggap lelaki mesum itu orang yang sangat berbahaya. Buktinya ia masih baik baik saja sekarang. Kalau benar lelaki itu nekad ia pasti takkan terduduk disini sekarang."Dia tak berani sampai membunuhku."Jaden menghembuskan nafas lelah, ia tak mengerti kenapa Vasya sekeras kepala ini."Bentuk kekerasan bukan hanya pembunuhan."Sebenarnya apa yang ingin Jaden omongkan, lelaki itu nampak bertele tele dengan sebagian pikirannya sendiri. Vasya hanya bisa mengerjapkan matanya memcoba sesabar mungkin padahal sebenarnya ia sudah tremor dan ingin segera menghilang dari sana.Jaden memasang wajah tak tertebak, lelaki itu melirik jam tangannya lalu mendongak lagi."Lalu apa?""Udah deh jangan ributin ini, Pak Herry ndak akan sampe segitunya kok tadi kebetulan saja paling."Jaden menghembuskan nafas lelah ia jelas membenci wanita pembangkang. Ia benar benar heran dengan Vasya yang susah sekali di bilangi. Vasya juga sebenarnya kepikiran tapi ia lebih memilih pura pura tak terjadi apa apa, ia memaksa pikirannya untuk positif thinking, serius ia kini menganggap adegan lari larian tadi cuma kebetulan."Percaya sya biar kamu aman."Memang benar tapi Vasya menolak untuk sekedar berseliweran di depan Jaden kembali. Bukannya aman tapi malah pusing yang ada."Ayo kita kembali seperti dulu maka psikopat sepertinya tak akan macam macam padamu."Gila ya?Apa aku pindah kota saja?Kok pilihannya tak ada yang lebih baik?"Jangan melarikan diri, dia akan mengejar dan aku tak bisa memantau kalau kamu jauh."Kali ini Vasya menelan ludah, sulit baginya berkutik jika di depan Jaden yang sudah tau semua tentangnya dan juga pikirannya. Lelaki sialan itu mencoba meyakinkannya k
Vasya mendongak, ia sudah hampir menangis. Kalimat selanjutnya sangat membuat ia penasaran. Hal seperti ini saja sudah membuatnya syok berat, sekarang apalagi yang terungkap."Pak Herry memasang camera di bawah mejamu.""Apa?!"Vasya memejamkan mata dan air mata itu sudah menetes begitu saja. Mukanya sudah memerah, belakang telinganya terasa panas dingin menahan amarah.Dasar bejat Herry sialan!"Banyak sekali video setengah badanmu sya, ini tak benar, lelaki itu jelas bisa nekad."Kenapa serasa hancur semua martabatnya dan lebih parah lagi semua itu di ungkap oleh Jaden. Vasya merasa malu sekali dengan lelaki yang sekarang masih membicarakan tentang hal hal di luar nurul yang ia temukan di laci meja pak Herry.Perasaan Vasya tak karuan, ia menggigit jari jemarinya sambil menatap Jaden yang kini terdiam. Dalam diam mereka saling menatap mencoba menyelami pikiran masing masing dan akhirnya Vasya menyerah."Aku pulang ke kampung halamanku saja kalau begitu."Jaden terdiam sejenak, ia pik
Suara Andri terdengar lantang sementara tubuh kakaknya sudah ia lempar entah kemana. Kebiasaan lelaki itu tak pernah bisa sembuh. Setiap kali mati lampu pasti ia akan panik sendiri. Dan untungnya tubuh Vasya tak terbentur lantai melainkan tertangkap oleh Jaden.Pose mereka sudah sangat dekat dan lagi lagi Vasya teringat memori lampau, ia langsung reflek berdiri tapi kemudian kembali meringis lalu berpegangan pada lengan Jaden.Untungnya itu dalam keadaan gelap jadi ia tak tengsin amat. Dengan terpaksa ia meminta tolong pada Jaden. Mulutnyapun kaku setengah mati waktu mengucapkannya."Aku antar ke kamar."Jaden meraih ponselnya lalu menyalakan lampu flash. Lelaki itu memapah Vasya ke kamarnya sementara Andri masih terduduk di lantai sambil menutupi wajahnya yang ketakutan."Tolong sadarkan adikku."Jaden hanya mengangguk lalu meletakkan Vasya di kasurnya. Lelaki itu berlalu menuju lelaki yang sedang menutup matanya menggunakan telapak tangannya. Ia menyinari wajah Andri dengan flashnya
"Efek minum kopi."Bohong padahal Vasya minum boba tadi sore. Jaden tak bertanya lagi. Vasya mencoba menutup matanya kembali tapi masih belum bisa terpejam lalu terdengar suara Jaden membalikkan badannya ke arah Vasya."Kamu ingat waktu kemah pas SMA Sya?"Ahh tidak ingat, aku tidak ingat!Sudah hilang ingatan aku!Vasya terdiam, dia tak capek capek menjawab walaupun sekarang pikirannya berkelana ke masa yang Jaden sebutkan. Masa masa mereka kemah dan tersesat di dalam hutan hingga gemetaran karena bertemu kuntilanak dan sebangsanya."Masih ingat kamu tidur di tenda laki laki?"Vasya syok sebentar ternyata adegan itu yang di maksud oleh Jaden. Ia teringat walaupun samar samar."Kamu tidur di sebelah aku karena saking takutnya."Waow benarkah itu?Vasya masih terdiam, ia berusaha agar tak kembali ke masa yang sudah sudah. Jujur saja ia belum bisa untuk berdamai dengan dirinya di masa lalu. Sekali membuka ingatan lama yang membahagiakan ingatan rentetan selanjutnya pasti akan terngian j
Apakah mereka sedang memainkan game tunggu tungguan dahulu. Perasaan tidak. Jaden masih terdiam."Ngobrol dong kalau mau di tunggu!"Tapi nunggu buat apa buat jadi babu?Sudah benar Jaden pergi dari hidup Vasya. Vasya mencoba relax kembali, ia tak ingin melahap lelaki itu hidup hidup walaupun tubuhnya gemetar dan kepalanya sudah berat sebelah. Sabar, sabar pokoknya tetap ia tahan agar kembang api takkan tersulut.Tengsin dia masak begitu saja marah marah padahal harusnya ia bersyukur bukan. Biar Jaden beranggapan bahwa kepergiannya bukan masalah serius."Bukankah kalau pasangan pasti akan menunggu?""Oh, kita pasangan? Kapan?"Mulut Vasya getir, ia tak tahan dengan jarak sedekat ini. Sebenarnya kenapa Jaden begini, maksut lelaki itu apa sebenarnya. Tapi lelaki itu terdiam kembali sambil memandangi seprei."Sya..""Hhmm aku ngantuk mau tidur."Vasya kembali membelakanginya tapi masih dengan tubuh yang tegang, ini fix ia takkan bisa tidur semalaman. "Aku minta maaf."Barusan itu suara
Sudah jangan terpengaruh.Biarkan dia sesukanya.Vasya berjalan sambil mengendalikan nafasnya, ia tarik nafas buang, tarik nafas lalu buang berulang kali. Sesampainya di ruang televisi ia terduduk di sofa dan memutuskan untuk tidur disana sambil menyalakan televisi."Ponselmu paswordnya masih sama."Matilah sudah!.Gadis itu meraba raba di mana ponselnya dan sialnya ponsel itu sekarang ada dalam genggaman Jaden. Lelaki itu asik mengotak ngatiknya seketika Vasya kembali meradang."Jangan!""Itu ponsel aku!"Secepat kilat Vasya mencoba merebutnya walaupun dengan kaki yang demikian dan sekarang kakinya bengkak serta membiru. Jaden sendiri tak bergeming lelaki itu fokus pada ponsel yang sekarang sedang ia polototi.Vasya sebal ia meraih ponsel itu begitu saja dari tangan bajingan yang sekarang hanya meringis."Ini privasi ya pak!""Jangan kurang ajar!"Vasya sewot, ia melirik ponselnya yang sekarang sedang menunjukkan gallery foto fotonya. Dan pas dimana muka Jaden dengan Vasya banyak terp
"Ayo tak bantu berdiri!"Vasya tak bergeming, ia menatap uluran tangan itu dengan dengan ogah ogahan. Tangannyapun langsung menepis Jaden yang berharap gadis itu menurut dan mau menyambutnya."Minggir, aku bisa sendiri!"Jaden hanya mematung di tempat masih belum sadar akan sikap Vasya yang lagi lagi membuatnya syok. Jaden benar benar heran kenapa Vasya masih sangat susah untuk melunak padanya. Kali ini Vasya benar benar bangkit lalu berjalan dengan sangat baik, ralat ia sebenarnya mencoba berjalan tanpa cela walaupun kakinya benar benar merana. Sebisa mungkin ia tidak meringis sedikitpun. Tapi bukan Jaden namanya kalau tidak mengacau.Lelaki itu datang kembali dan tanpa bersalah langsung menginjak kaki Vasya. Memang benar tidak terlalu di tekan tapi rasanya sungguh seperti terasa sampai ke ubun ubun. Jaden tersenyum, ia menoleh ke arah mak Imah yang masih memerhatikan kaki Vasya."Masih mbok, coba di urut kembali."Sialan memang si Jaden!Vasya hanya bisa terduduk di lantai sambil m
Itu bukan Jaden.Mana mungkin lelaki itu berada disini. Vasya sudah parno ia mundur perlahan hendak lari tapi lelaki itu lebih cekatan. Ninja itu segera menerjang lalu membius Vasya dengan obat bius yang lelaki itu kantongi.Disini Vasya sudah kalang kabut, ia berusaha untuk kabur. Pokoknya ia berusaha agar obat bius itu tak berhasil menuju hidungnya. Ia masih berusaha memberontak walaupun laki laki itu kuat tapi Vasya tak tinggal diam.Iapun kaget kenapa gadis sekecilnya bisa memperoleh tenaga macam itu tapi aksinya tiba tiba di hentikan oleh tamparan keras yang mengenai pipinya. Vasya kaget, ia syok lelaki itu berani menamparnya. Emosinya di gulung amarah, ia dengan brutal menerjang sambil melotot.Tangan lelaki itu di pelintir hingga sapu tangannya terjatuh, lelaki itu berusaha meraih Vasya dengan tangan satunya tapi Vasya segera menendang selangkangannya dan baru terdengar suara lelaki itu kesakitan. Reflek Vasya menoleh kembali, ia kenal dengan ninja ini.Benar kata Jaden, si Her