Share

Bab 8.

last update Last Updated: 2025-09-09 12:59:25

Hari-hari setelah liburan itu, Rani semakin sering datang ke rumah Arga. Kalau dulu ia masih menjaga jarak, kini sikapnya terang-terangan. Ia duduk di ruang tamu sambil tertawa renyah dengan Arga, sesekali menggenggam tangannya tanpa malu-malu.

Dara yang sedang menyiapkan teh di dapur hanya bisa menggigit bibir, menahan rasa tak enak yang semakin menjadi-jadi. Saat ia menghidangkan minuman, Rani tersenyum manis.

“Terima kasih ya, Mbak Dara. Aku selalu nyaman kalau di sini. Apalagi Arga selalu tahu cara bikin aku betah.”

Kata-kata itu seperti sindiran tajam. Dara memaksakan senyum tipis.

“Ya, sama-sama.”

Di balik senyum itu, hatinya bergemuruh. Ia ingin sekali berteriak, ‘Jangan perlakukan suamiku seperti itu!’ Tapi lidahnya kelu, karena ia tahu, dari awal pernikahan ini memang bukan karena cinta.

Suatu malam, Arga dan Dara duduk makan malam bersama. Rani ikut bergabung karena “kebetulan” ada urusan di dekat rumah.

Rani menatap Arga sambil berkata manja, “Kamu masih inget kan, makanan favorit aku dulu? Tumis kangkung sama ayam goreng. Arga tuh selalu hafal makanan kesukaanku. Nggak kayak orang lain.”

Dara langsung berhenti mengunyah. Tangannya menggenggam sendok erat-erat, hampir bergetar. Ia menatap Arga sebentar, berharap suaminya menyangkal atau mengalihkan pembicaraan. Tapi Arga hanya tersenyum samar dan menjawab,

“Ya, aku masih inget kok.”

Hati Dara langsung diremas perasaan pahit. Tanpa sadar ia menjatuhkan sendok ke meja, menimbulkan suara keras.

“Maaf,” katanya cepat, lalu berdiri. “Aku udah kenyang.”

Rani meliriknya dengan senyum kemenangan, sementara Arga hanya menghela napas, tidak menyadari badai kecil yang sudah mulai berkecamuk dalam hati Dara.

Dara duduk di ranjang sambil memeluk bantal. Kenapa sih Arga nggak pernah lihat aku? Kenapa dia nggak pernah peduli meski aku jelas-jelas nggak suka Rani selalu datang?

Ia membuang napas berat. Rasa cemburu itu makin nyata, makin sulit disembunyikan. Dan yang lebih membuatnya sakit, Arga masih bersikap seolah-olah tidak ada masalah, seolah-olah semua baik-baik saja.

*****

Hari-hari berikutnya, Dara tak lagi bisa sepenuhnya menyembunyikan rasa tak nyaman setiap kali Rani datang.

Saat di rumah tamu, Rani dengan santainya duduk berdekatan dengan Arga, sementara Dara datang membawa cemilan. Tanpa sadar, ia meletakkan piring itu dengan sedikit lebih keras di meja, membuat keduanya menoleh.

“Eh, maaf, kebentur,” ucap Dara cepat sambil menunduk. Tapi tangannya yang meremas kain rok jelas menunjukkan ada sesuatu yang di tahannya.

Saat Ada Pesta Keluarga, Rani kembali muncul, kali ini bergabung dalam acara keluarga Arga. Dara duduk di samping suaminya, tapi sepanjang acara Rani selalu mencari perhatian Arga. Sesekali, Dara menggigit bibir, sesekali matanya melirik tajam ke arah tangan Rani yang terlalu sering menyentuh lengan Arga.

Seorang sepupu Arga yang peka akhirnya berbisik ke Dara sambil terkekeh pelan,

“Kamu cemburu ya?”

Dara langsung terkejut, wajahnya memerah. “Nggak kok. Ngapain juga aku cemburu?” balasnya cepat, tapi suaranya terdengar gugup.

Setelah pesta, Dara masuk kamar lebih dulu, melempar selendangnya ke kursi. Hatinya panas, tapi ia tak mengerti kenapa.

“Cemburu? Aku? Itu konyol banget…” gumamnya sendiri sambil menghela napas.

Namun, setiap kali ia mengingat tatapan mesra Arga pada Rani, dada Dara kembali terasa sesak. Ia memeluk bantal erat-erat, wajahnya merona tanpa ia sadari.

Perasaan yang ia sangkal justru semakin tumbuh diam-diam.

Suatu malam, di saat sedang menonton televisi, Arga dan Dara duduk di ruang keluarga. Televisi menayangkan acara musik, tiba-tiba ponsel Arga berbunyi. Nama Rani tertera di layar.

Arga dengan santai mengangkat telepon. Wajahnya sedikit tersenyum.

Dara menatap layar TV, tapi jemarinya tanpa sadar mengetuk-ngetuk meja dengan ritme cepat. Saat telepon berlangsung agak lama, ia berdiri tiba-tiba.

“Aku bikin teh dulu,” ucapnya pendek, lalu melangkah ke dapur tanpa menoleh.

Di lain waktu, saat di supermarket, Arga dan Dara berbelanja keperluan rumah. Tak disangka, mereka bertemu Rani.

“Oh, kebetulan banget! Lagi belanja juga?” sapa Rani ceria.

Arga menjawab hangat, sementara Dara menunduk pura-pura sibuk memeriksa daftar belanjaan di ponselnya. Namun, saat Arga dan Rani tertawa membicarakan sesuatu, Dara memasukkan barang ke troli dengan gerakan agak kasar, bahkan sampai menimbulkan bunyi “duk” yang membuat keduanya menoleh.

“Eh, nggak apa-apa kok,” ucap Dara cepat, padahal wajahnya sudah memerah.

Kemudian saat makan malam, Dara menyiapkan makan malam sederhana. Arga tiba-tiba bercerita kalau siang tadi ia bertemu Rani dan mereka makan siang bersama.

“Oh ya?” respon Dara datar. Ia menaruh sendok sup agak keras ke mangkuk, membuat kuah sedikit terciprat.

Arga mengernyit. “Kamu kenapa?”

“Nggak apa-apa. Makan aja cepat, nanti keburu dingin,” jawabnya singkat.

Suatu hari, Keluarga Arga mengadakan kumpul kecil. Saat sesi foto, Rani yang kebetulan juga hadir tiba-tiba berdiri di samping Arga.

Dara menatap sekilas, lalu dengan langkah pelan, ia berdiri di sisi lain Arga. Tangannya tanpa sadar menyentuh lengan suaminya, seakan ingin memastikan posisinya. Ekspresinya tetap tenang, tapi matanya menyiratkan ketegangan.

Begitu lah ekspresi dari ketidak nyamanan Dara saat Rani hadir di antara dirinya dan Arga.

Di kamarnya, Dara menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia sadar betul, bahwa dirinya sudah terlalu sering menunjukkan “gestur aneh”. Tapi ia tak berani mengakuinya, bahkan pada dirinya sendiri.

Aku nggak mungkin cemburu. Aku nggak mungkin suka sama dia. Kan ini semua cuma… keterpaksaan. Namun, tubuh dan sikapnya berkata lain.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 63.

    Hujan baru saja berhenti, udara sore masih lembap. Aluna keluar dari minimarket kecil dekat kos temannya, membawa dua botol minuman dan roti. Ia ingin kembali ke mobil teman-temannya yang sedang parkir. Saat berjalan melewati rak buah di depan minimarket, seseorang menabraknya pelan dari sisi kanan. Bukan keras, tapi cukup membuat botol minuman bergoyang. Suara seorang lelaki pelan terdengar, “Maaf… Luna?” Aluna menoleh. Dan di sana, berdiri pria yang tak pernah benar-benar hilang dari kepalanya selama dua minggu terakhir. Freddy. Pakaiannya sederhana, kemeja coklat gelap, tangan masih memegang kantong belanja, wajahnya tampak lebih lelah dari terakhir kali. Ada kantung mata yang dalam, ada napas yang tertahan lama. “Om… Freddy?” Freddy tersenyum kecil, namun gugup, “Iya. Kamu sendiri? Sudah mau pulang?” “Iya, ini habis beli minum.” Ada keheningan aneh di antara mereka. Seperti ada sesuatu yang menggantung… sesuatu yang tidak bisa dihindari. Freddy menelan ludah perlahan

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 62.

    Tiga hari setelah Freddy duduk diam di seberang Cafe Selaras, Aluna sedang dalam perjalanan pulang dari kampus. Mobilnya sedang berada di bengkel. Sore itu gerimis kota pesisir memiliki bau hujan yang khas, asin laut bercampur tanah basah. Aluna memeluk totebag ke dadanya, buru-buru berjalan agar tidak terlalu basah, saat menyeberang trotoar menuju halte, langkahnya terpeleset kecil karena batu jalan yang licin. Seseorang sigap menangkap lengannya. Freddy. Tangan pria itu besar, hangat, kuku-kukunya bersih tapi ada garis bekas kerja kasar. Gerakannya spontan, refleks, bukan rencana. “Ah—! Maaf, saya— hampir jatuh…” seru Aluna. Freddy melepas perlahan agar tidak membuatnya takut, “Tidak apa-apa. Kau baik-baik saja?” Aluna mengangguk cepat, sedikit kikuk. Ia menatap wajah Freddy. Mata itu… tajam, tapi bukan menghakimi. Lebih seperti seseorang yang sudah terlalu banyak hidup dan terlalu banyak kehilangan. Aluna tidak mengenalnya. Tapi entah kenapa, ia merasa

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 61.

    Hujan akhirnya berhenti ketika senja mulai turun.Langit berubah menjadi ungu gelap, seolah menyerap seluruh kesedihan yang menggantung di udara.Freddy berjalan tanpa arah.Langkahnya berat, tidak tergesa, tidak pula yakin.Hanya berjalan.Ia berakhir di dermaga tua — tempat nelayan biasanya menambatkan perahu saat malam tiba.Papan kayu jembatan itu basah dan berderit pelan saat ia melangkah menuju ujungnya.Ia duduk.Tanpa payung, tanpa berteduh.Membiarkan sisa hujan menetes dari rambutnya dan kelembaban menyerap ke pakaiannya.Tangannya terasa gemetar.Bukan karena dingin, tapi karena kenyataan yang baru saja menghantamnya keras.“Aluna… anakku…”Suara itu keluar pelan, serak, hampir tidak terdengar.Seolah ia takut kalau dunia akan mendengar dan menertawakannya.Matanya menatap permukaan laut. Gelap, beriak, tidak memantulkan cahaya apapun.Seperti hidupnya.Selama bertahun-tahun di penjara, ia menahan marah, menahan dendam, menahan frustasi.Ia yakin Riana menghancurkan hidupn

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 60.

    Sore itu, langit di atas kota pesisir tampak mendung, udara membawa aroma garam laut bercampur hujan yang sebentar lagi turun. Freddy melangkah perlahan di sepanjang jalan kecil menuju Selaras Café, tempat yang sejak lama ia dengar dari orang-orang sebagai milik Dara dan Arga. Dan konon, dikelola oleh seorang wanita bernama Riana. Nama itu membuat dadanya sesak setiap kali ia dengar. Tangannya gemetar ketika hendak membuka pintu kafe. Ia tak tahu apa yang akan dikatakan jika benar Riana ada di sana. Apakah ia pantas menemuinya setelah semua yang telah terjadi? Namun hati kecilnya terus berbisik, "Setidaknya sekali saja… biar aku bisa minta maaf…" Langkahnya baru dua meter dari pintu ketika seseorang keluar dari dalam kafe. Seorang pria tinggi dengan wajah tegas dan mata tajam, Adrian Wilson Anggara. Adrian baru saja menutup percakapan telepon dengan salah satu staf cottage-nya. Namun begitu melihat sosok pria berjaket lusuh dengan tatapan bimbang di depan pintu k

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 59.

    Aluna sedang liburan singkat ke kota tempat dulu ibunya pernah tinggal, bersama tiga teman kampusnya. Mereka mencari tempat nongkrong yang “vintage dan tenang”. Salah satu temannya merekomendasikan sebuah kafe yang katanya punya vibe klasik dan tenang “Cafe Purnama”. Freddy sekarang sudah jauh berubah. Rambutnya memutih sebagian, wajahnya terlihat lelah namun berwibawa. Ia bekerja sebagai pengurus kebun kecil milik seorang kenalannya di luar kota.Pak Anggara, orang tua Freddy dan Adrian sudah meninggal dunia, kemudian perusahaannya bangkrut karena di kelola oleh asistennya, yang ternyata punya niat jahat. Sehingga saat Freddy keluar penjara, semuanya sudah hancur, dan berujung malapetaka. Semua harta maupun aset yang di milikinya semuanya hilang dan tak tersisa apapun untuknya.Yang tersisa hanya pakaian di badannya saja yang dia pakai saat keluar dari penjara.Pada akhirnya, dia hanya bisa menjadi tukang kebun. Beruntung, dia bertemu dengan kenalannya dan memintanya untuk memb

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 58.

    Sore itu, udara di pesisir terasa lembut. Angin laut berhembus membawa aroma asin yang khas, menelusup ke setiap jendela Selaras Café dan Alunadric Cottage yang kini sudah menjadi salah satu destinasi wisata paling terkenal di daerah itu. Banyak pasangan muda datang untuk berlibur, menikmati matahari tenggelam yang indah di tepi laut, tak tahu bahwa tempat ini lahir dari kisah dua hati yang pernah hancur dan sembuh bersama. Dari balkon utama rumah mereka, Riana menatap pantai sambil memegang secangkir teh hangat. Garis halus di wajahnya bukan tanda lelah, melainkan bukti perjalanan panjang dan cinta yang matang. Dari kejauhan, ia melihat Aluna, yang kini berusia 20 tahun, berjalan sambil membawa kamera di tangan. Gadis itu kini kuliah semester 3 di jurusan Desain Komunikasi Visual, dan sering membantu ibunya membuat desain promosi untuk Selaras Café dan cottage milik ayahnya. Langkahnya cepat, matanya bersinar penuh semangat, kombinasi sempurna antara ketegasan Anggara family

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status