“Kenapa kamu menghindar?” tanya Candra dengan nada lantang di depan muka Latifa yang sedang meringkuk ketakutan.
Namun Latifa sempat merasa mual karena mencium aroma alkohol dari mulut Candra yang menandakan jika pria itu sedang mabuk.Karena memang ada pesta alkohol sebagai penutup acara pernikahan tersebut karena itu permintaan dari pihak keluarga Candra dengan alasan tradisi.“Apa yang kurang dariku Latifa! aku bersedia untuk melakukan apapun yang kamu mau, tapi kenapa kamu malah melakukan semua ini kepadaku? kenapa!” Teriak Candra menggelegar seraya melempari barang yang ada di nakas.“C-candra apa kamu mabuk?” tanya Latifa dengan terbatah karena seluruh badanya gemetar.“Masa Bodoh! tau apa kau?” Candra mendekat kearah Latifa lalu mendorong gadis itu hingga terjatuh dan kepalanya membentur sudut ranjang sampai berdarah.“L-latifa? apa kamu baik-baik saja?” tanya Candra khawatir ketika melihat Latifa terbaring lemas dan hampir kehilangan kesadaran.Namun secara perlahan kesadaran Latifa mulai menghilang, samar-samar Latifa melihat Candra yang perlahan mendekatinya namun perlahan pandangannya mulai melebur dan akhirnya menghitam sepenuhnya.***“Cantik sekali” puji Erlando sembari membelai rambut Latifa.Latifa yang pada dasarnya sangat mencintai Erlando hanya tersenyum dan terlena setiap tindakan Erlando.Erlando memajukan wajahnya kepada wajah Latifa lalu akhirnya kedua bibir mereka saling bertautan hingga nafsu keduanya semakin membara, Tangan lelaki itu aktif menyusuri setiap lekuk tubuh Latifa dengan halus, sebelum akhirnya melepas tautan kancing baju gadis itu sampai menyisakan pakaian dalam saja.“Lando!” Latifa menahan dada Erlando secara tiba-tiba yang membuat Erlando mengernyit heran.“Ada apa sayang?” Tanya Erlando dengan lembut seraya memainkan rambut Latifa.Latifa hanya menggelengkan kepalanya, Erlando tersenyum tipis lalu memindahkan kedua tangan Latifa yang menahannya tersebut ke atas kepala Latifa.“Percayalah padaku” bisik Erlando tepat di telinga Latifa.Keduanya lalu melakukan suatu kegiatan panas dan penuh gairah, saling memadu kasih tanpa memikirkan terkait resiko yang nantinya akan merugikan mereka berdua.“Kau anak yang berbakat, berusahalah agar kehamilan ini murni hasil dari benih cinta antara kamu dan suamimu, maka kamu akan baik-baik saja Latifa, turuti apa kata ibumu”Latifa terduduk, ia merasa sesak nafas setelah mengalami mimpi yang berasal dari potongan-potongan ingatannya tersebut.PLOK PLOK PLOKSuara tepuk tangan menggema di seluruh ruangan.“Bagus, Bagus banget! setuju nikah sama gue biar anaknya diakui sebagai anak yang sah dalam pernikahan, licik juga ya lo!” Tekan Candra kepada Latifa.“Candra aku bisa jelas-”“Ssst, udah jelas kok, tapi lo kurang pinter, seharusnya lo mau gue gauli, biar apa? biar sandiwara lo berjalan dengan mulusss! tapi, sayangnya gue udah gak nafsu lagi” ucap Candra seraya mencondongkan wajahnya kepada wajah Latifa.Candra memundurkan kembali tubuhnya lalu memakai kaca mata hitam.“Tapi tenang saja, ayah lo udah ngasih gue jaminan tanah buat hadiah pernikahan kita, gak bakalan gue ceraikan kok, dan anak itu tetap gue akui anak gue secara hukum”“Tapi, lo gak berhak ngelarang gue sebagai seorang suami untuk dekat dengan wanita lain, sebagai jaminan lain, nafkah akan tetap gue kasih dengan syarat lo harus mau jadi pembantu gue”Setelah mengucapkan hal tersebut, Candra segera pergi dari kamar inap Latifa meninggalkan wanita itu seorang diri dengan rasa putus asa nya.“Maaf bu, aku tidak mampu menjalankan perinta ibu” lirihnya sembari menangis.***“kak Latifa, tolong siapkan makananku!”“Jangan lupa cuci pakaian ku juga kak, kalau yang warna putih di kucek yah!”“Tolong tata rambutku Kak!”Suara-suara ipar Latifa yang sesuka hati memerintah Latifa, Latifa hanya bisa pasrah untuk menuruti kemauannya karena saat ini ia menjadi pembantu di rumah suaminya sendiri.Namun meski Candra tidak memberitahukan hal tersebut kepada para adik dan ibunya, tetap saja mereka melakukan yang semena-mena karena mereka tau jika Candra tidak akan memperdulikan hal-hal seperti ini.“Nyonya biar aku saja, nyonya dari tadi sudah bekerja padahal sekarang Nyonya sudah hamil 9 bulan.” tawar bi Ina yang merupakan salah satu pembantu yang paling peduli dengan Latifa.Sebenarnya Tuan rumah hanya Latifa dan Candra tapi ipar Candra sekaligus ibunya sering datang untuk berkunjung padahal tujuannya hanya untuk mempersulit Latifa dan berbuat seenaknya saja.Bahkan mereka bisa menginap berhari-hari disana namun Candra benar-benar tidak memperdulikannya karena Candra juga jarang di rumah dan hampir tidak pernah.“Heh Ina! jangan mengajak ngobrol kakak saja! nanti pekerjaan rumah gak akan selesai-selesai!” Tegur Andin yang merupakan adik bungsu Candra yang masih SMP.“Iya Ina, biar kakak bisa konsisten, iya kan kak?” Rayu Dhini, adik kedua Candra yang duduk di bangku SMA sembari mengelus bahu Latifa.“Baiklah-baiklah, sekarang kita kembali ke aktivitas masing-masing, oke!” putus Latifa yang segera beranjak pergi untuk kembali melakukan aktivitasnya menjadi pembantu keluarga sendiri.“kak Latifa, kalung ini bagus, bisa aku menyimpannya?” tanya Andin sembari menunjukkan sebuah kalung emas pemberian ibu Latifa.“Selain itu saja yah, itu kakak dapat dari ibu kakak” bujuk Latifa namun Andin masih bersikeras menginginkan kalung tersebut.“Gak mau! aku maunya ini kak! ini bagus banget, pokoknya kakak harus memberikanku kalung ini titik!”“Tidak bisa Andin! ini hak kakak karena barang itu milik kakak, sekarang kembalikan!” tegas Latifa namun malah membuat Andin menangis.Di waktu yang tidak tepat, Candra muncul entah dari mana, Andin yang melihat kakaknya tersebut langsung mendekap Candra dan memberitahukan jika Latifa sangat pelit.“Apa ini latifa? Kenapa kamu bisa sekejam itu dengan iparmu sendiri? padahal aku sudah memberikan kepadamu segala hal dari mulai perhiasan, pakaian dan uang, apa itu tidak cukup?”“Ini berbeda Candra, itu kalung pemberian ibuku, jadi aku tidak bisa memberikannya begitu saja”“Memangnya antara raga dan tubuh ibumu sudah terpisah? tidak kan, kau bisa mendapatkannya lagi”Dada Latifa kembang kempis, ia merasa jika Candra sudah keterlaluan karena telah mempermalukannya di hadapan iparnya sendiri.“Baik kalau begitu, ambil saja itu, pendapatku tidak akan ada gunanya kan disini?” setelah itu Latifa merasa pusing, perutnya terasa terlilit, bahkan ia merasa jika air ketuban nya pecah.Samar-samar terdengar suara riuh orang-orang disekitar bahkan untuk sekian lama Latifa akhirnya melihat raut wajah khawatir suaminya itu walaupun tidak jelas.Setelah itu, ia sama sekali tidak sadarkan diri, entah apa yang terjadi, ia sempat mendengar suara dentuman roda brankar rumah sakit yang melaju cepat memasuki sebuah ruangan sunyi.Namun apapun yang terjadi, Latifa terus berusaha berdoa agar bayi yang ia kandung selamat, tidak peduli dengan apa yang akan menerpanya, jika pilihan antara nyawa ibu atau anak, Latifa berharap Candra lebih memilih untuk mempertahankan anaknya dibandingkan manusia benalu semacam dirinya.Semua orang termasuk Latifa dan Erlando terkejut ketika mendengar pernyataan dari Tiara barusa. “Kenapa Tiara bisa berbicara seperti itu Nak?” tanya Latifa dengan lembut. “Kenapa lagi? Om Erlando banyak yang membantu kita Ibu, dibandingkan dengan Ayah, Om Erlando yang terbaik!” seru Tiara membuat Herman dan Haidah tersenyum. “Nak, asalkan kamu tau, Om Erlando sebenarnya adalah Ayah kandungmu” ucapan Latifa membuat Tiara maupun Herman terkejut. “Apa maksud Mama?” tanya Tiara dengan tatapan yang tidak mengerti. “Iya Latifa, apa maksudmu?” sahut Herman yang mau mendekati Latifa namun Haidah dengan segera menahannya. Latifa memejamkan kedua matanya lalu menghela nafasnya secara perlahan. “Jadi, sebenarnya Ayah biologis Tiara adalah Erlando bukan Candra, aku berusaha untuk menyembunyikan ini semua karena aku takut, bahkan Candra sendiri mengetahui semua itu, mangkanya dia berusaha mati-matian untuk mengabaikan ku dan Tiara karena pada dasarnya Tiara bukanlah Anaknya” ungkap Latifa m
Beberapa waktu berlalu, akhirnya Erlando kembali dengan lengan bekas infus. “Bagaimana Erlando? Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Latifa sembari berlari mendekati Erlando. Erlando hanya mengangguk sebagai jawabannya, namun sebetulnya ada banyak pertanyaan yang muncul di benak Erlando. Namun karena waktu belum tepat untuk ia tanyakan, akhirnya ia memilih untuk diam. “Sini Nak, sepertinya kau pusing karena donor darah itu” ucap Haidah sembari menuntun Erlando untuk duduk di kursi tunggu. “Maaf yah Nak, kamu jadi seperti ini karena harus mendonorkan darah cukup untuk Tiara” ucap Herman kepada Erlando. “Iya Om, saya pun merasa senang, bisa berguna untuk menolong putri kecil Tiaraku” ucap Erlando sembari menekan kata ‘Tiaraku’ dan juga ia memandang Latifa dengan tatapan tajam yang langsung membuat Latifa mengalihkan pandangannya ke arah lain. ‘Ya Allah, aku harus apa setelah ini’ ucap Latifa dalam hatinya. Dan Haidah yang peka akan kondisi Awkward tersebut membuat ia segera me
“Halo sayang, kamu apa kabar?” sapa Candra dari seberang sana.Latifa terkejut ketika mendengar suara Candra, kemudian ia menjauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang tengah meneleponnya. Namun ternyata nomor tersebut tidak memiliki nama, alias nomor tidak dikenal. Latifa kembali menempelkan ponselnya tersebut kepada telinganya lagi. “Ada apa Candra?” tanya Latifa dengan nada yang kurang bersahabat. “Santai saja sayang, aku hanya ingin menanyai kabarmu saja kok” ucap Candra sembari mengerling nakal. Sementara Latifa bergidik ngeri mendengarnya. “Kalau tidak ada yang penting, sepertinya aku harus menutup telfon-”“Eh jangan Latifa! Sebenarnya ada hal yang ingin aku ungkapkan!” sela Candra dengan cepat yang membuat Latifa menghentikan tindakan untuk mematikan sambungan teleponnya tersebut. “Langsung katakan saja Mas” ucap Latifa to the point. “Apa kamu ingin cerai denganku Latifa?” pernyataan Candra membuat Latifa terdiam. Sebenarnya Latifa masih tidak ingin mendengar kata per
Latifa tercengang lalu mengalihkan pandangannya dari Erlando, ia cukup malu ketika Erlando dengan santai menyatakan perasaannya tersebut. “Oh iya Latifa, Kapan kamu siapa untuk… Menceraikan Candra?” tanya Erlando dengan hati-hati karena ia takut jika Latifa akan bersedih. Latifa kali ini terdiam dan berpikir, walau bagaimanapun hal ini terlalu cepat baginya untuk mengakhiri hubungan yang sudah ia jaga selama tujuh tahun. “Aku… Masih belum siap Erlando” jawab Latifa sembari menoleh ke arah Erlando. Erlando menganggukkan kepalanya. “Baiklah Latifa, aku memahami apa yang kamu rasakan, jika kamu sudah siap, jangan lupa untuk memberitahukan ku agar aku segera menguruskan semuanya” ucap Erlando. Latifa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya. Sebelumnya Erlando memang sudah menguruskan surat cerai antara Latifa dan Erlando, namun Latifa mencegahnya di tengah jalan dengan beralasan belum siap. All hasil, segala yang sudah diurus, berhenti di tengah jalan, namun Erlando bisa
“Bagaimana jika anda menculik anaknya Latifa, agar Latifa bisa kau kendalikan Tuan Candra, dan akhirnya Erlando juga tidak mampu berbuat apapun, karena jika menurut yang saya lihat, Latifa ini tipe perempuan yang bertindak tanpa berfikir” saran Samuel kepada Candra. Candra mengelus dagunya sembari berpikir. “Anda benar juga Tuan Samuel, tapi bagaimana cara saya mencurinya jika setiap hari Erlando menjaga ketat Tiara” ucap Candra membuat Samuel berpikir. Namun tiba-tiba Anak buah Samuel mendekati Samuel lalu membisikkan sesuatu. “Tuan Candra, ternyata Erlando bodoh itu tidak menaruh penjagaan di sekolahnya Tiara saat dia sekolah, mungkin ini bisa kita jadikan peluang untuk menculik Tiara” ucap Samuel. “Baiklah, aku akan mencobanya nanti” ucap Candra kemudian. “Mari kita berjabat tangan untuk tanda partner bisnis” ucap Samuel sembari menyodorkan tangannya kepada Candra. Candra meraih tangan Samuel lalu keduanya berjabat tangan. ***Candra diam dan menunggu Tiara di balik pepohon
Latifa serta yang lainya langsung bergegas untuk melaporkan polisi, namun butuh waktu 24 jam baru Tiara bisa dinyatakan hilang dan masa pencarian baru bisa dilakukan. Pada akhirnya Erlando menyuruh beberapa anak buahnya yang handal untuk mencari keberadaan Tiara dan mencari bukti-bukti yang ada. Latifa sendiri tidak henti untuk menangis karena ia berasumsi jika semua ini adalah ulahnya yang teledor. Karena seharusnya ia memperhatikan Tiara hingga benar-benar masuk kedalam kelasnya dahulu baru di bisa pergi dari sana. “Ini salahku Bu, salahku, padahal sinyal seorang Ibu sudah memperingati aku, namun aku tidak terlalu peka akan hal itu, aku adalah Ibu yang ping buruk di dunia ini!” ucap Latifa disela tangisan pilunya yang kini berada di dekapan Haidah. “Istighfar Nak, dengan kamu yang seperti ini, Ibu takut jika kamu akan jatuh sakit, Ibu yakin, Tiara tidak akan kenapa-kenapa percayalah” tutur Haidah yang mencoba menenangkan Latifa. “Iya Nak, istighfar, yang perlu kita lakukan sek