Share

Chapter 3

Latifa mengerjapkan kedua matanya secara perlahan, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah kamar bernuansa putih dengan aroma obat-obatan yang sangat menyeruak di hidungnya.

“Aduh kepalaku” ringisnya karena merasa ngilu di bagian kepala.

“Nyonya, apa nyonya merasa sangat sakit? kalau gitu saya panggilkan dokter dulu yah?” ucap Ina yang bersiap untuk pergi memanggil dokter namun dengan segera Latifa mencegahnya.

"Jangan bi, aku tidak apa-apa"

“Tapi nyonya, kondisi nyonya saat ini-”

“Tidak apa-apa bi, di-dimana anakku?” tanya Latifa yang baru saja menyadari jika perutnya sudah mengecil.

“Ada di ruang perawatan bayi baru lahir nyonya, kemungkinan setelah ini akan diantar ke kamar Nyonya.” jelas ina membuat Latifa menganggukkan kepalanya.

“Bi, dimana Candra?” tanya Latifa penasaran karena sejak dari tadi ia tidak menemukan keberadaan Candra.

“Tuan Candra-” Ina terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu, namun Latifa sudah memahami apa yang akan dikatakan oleh Ina.

“Tidak apa-apa bi, aku paham kok, kamu tidak perlu khawatir karena memang sejak awal kita tidak seharusnya menikah” ucapan Latifa membuat Ina merasa kasihan sekaligus bersalah karena ia tidak mampu untuk membantu nyonya nya kalau soal Candra.

“Permisi, ini saatnya antara bayi dan ibunya untuk bertemu” ucap suster sembari menggendong bayi yang diyakini adalah anak dari Latifa.

Suster tersebut mendekat kearah Latifa lalu memberikan secara perlahan sosok makhluk yang kecil dan sangat rentan tersebut.

Latifa sangat terharu melihat makhluk kecil yang tadinya bersemayam di perutnya itu, ia tidak menyangka jika bisa merawat makhluk tersebut di dalam perutnya.

“Kamu cantik, polos dan berkilau seperti mutiara, aku akan menamaimu, Mutiara”

***

7 tahun berlalu.

Tidak banyak berubah terkait kehidupan yang Latifa alami, Candra makin sering mabuk-mabukan bahkan mulai berani untuk membawa wanita panggilan kerumah.

Namun poin positifnya, ipar-ipar sekaligus ibu mertua Latifa tidak lagi Candra izinkan untuk kerumahnya entah apa alasannya yang jelas ipar-iparnya dan ibu mertuanya tersebut sudah tidak pernah lagi kelihatan selama 7 tahun terakhir ini.

“Tiara, kamu harus belajar yang pinter ya nak, nanti biar bisa jadi orang yang sukses” ucap Latifa sembari membenarkan atribut seragam Tiara.

“Iya ma, Tiara janji, kalau nanti Tiara udah gede, kakak-kakak kasar itu akan Tiara tendang dari rumah” perkataan Tiara membuat hatinya pilu, karena anak sekecil itu harus melihat tingkah laku ayahnya yang buruk.

“Yaudah mama mau pergi dulu yah, banyak pekerjaan rumah yang perlu mama benahi, ingat, harus nurut apa kata ibu guru, kamu paham?”

Tiara mengangguk kan kepalanya lalu mencium punggung tangan Latifa, setelah itu berlari memasuki ruang kelasnya.

Latifa menghela nafas pelan lalu memasuki mobil dan beranjak pergi dari depan gerbang sekolah.

***

“Latifa seperti biasa yah, kamu bersihkan kamarku dan bantu perempuan itu bersiap untuk pergi dari rumah ini” Suruh Candra seraya melenggang pergi begitu saja.

Sebenarnya Latifa sudah terbiasa melakukan itu, Latifa juga memahaminya karena hasrat sensual Candra tidak mampu Latifa berikan.

“Apakah kau istri laki-laki itu?” Tanya wanita tersebut kepada Latifa yang sibuk mengemasi barang-barang yang terjatuh di lantai.

“Iya, apa kau membutuhkan sesuatu?” Tanya balik Latifa seraya berhenti sejenak untuk mendengarkan permintaan apa yang akan wanita tersebut minta.

“Tidak ada, aku hanya salut dengan ketangguhan mu, kenapa kau masih tetap mau dengan lelaki brengsek macam suamimu itu? padahal pastinya bukan hanya kali ini dia membawa wanita seperti ku untuk bermain di rumahnya”

“Apa perlu kamu mengetahuinya? jika tidak ada yang kamu mau, aku akan membuatkanmu teh hangat, sebentar” ucap Latifa seraya berjalan cepat untuk keluar dari kamar itu, namun dengan cepat wanita itu mencegah Latifa.

“Tunggu!” seru wanita tersebut membuat langkah Latifa terhenti.

“Aku benar-benar tidak bermaksud untuk itu, namaku Linda, sebenarnya aku bukan wanita panggilan suami mu, kebetulan kita bertemu di club dan yah kita mabuk lalu berakhir disini”

Latifa menoleh bingung kearah wanita yang bernama Linda tersebut.

“Aku…Hanya, ingin mengenal perempuan yang baik sepertimu, apakah kau mau berteman denganku, mungkin suatu saat aku bisa membantumu jika kamu mengalami kesulitan.” rayu Linda seraya menunjukkan puppy eyes nya yang membuat Latifa merinding.

“T-terserah kau saja” putus Latifa lalu segera benar-benar meninggalkan kamar tersebut karena ia merasa tidak nyaman dengan tingkah laku Linda yang menurutnya paling berbeda dari wanita-wanita yang dibawa Candra sebelumnya.

***

“Sudah kau urus wanita tadi?” tanya Candra ketika baru sampai dari kantornya.

“Iya” jawab Latifa dengan singkat sembari membantu Candra untuk membawakan tas kerjanya.

“Besok aku mau mengadakan party di rumah ini, kamu atur masakan yang cocok yah nanti” pintah Candra namun membuat Latifa terkejut.

“Apa? party? bagaimana bisa kamu melakukan itu? apa kamu tidak ingat dengan adanya Tiara disini?” protes Latifa.

“Tinggal kau kunci rapat-rapat kamarnya saja, ribet banget sih jadi orang!” bentak Candra membuat Latifa sedikit terkejut.

“Tapi tetap saja mas, tidak bagus jika anak seusia Latifa mendengar kebisingan yang mungkin mengarah ke hal-hal negatif” Latifa masih berusaha untuk membujuk Candra berharap laki-laki itu mau mendengarkannya.

“Kau pikir aku peduli? mengkhawatirkan anak-”

Candra menahan ucapannya karena menurutnya sudah terlampau jauh dalam ia bertindak.

“Ah tau dah! pokoknya aku mau besok ketika teman-temanku datang, semua makanan harus sudah tersaji!”

Setelah itu Candra meninggalkan Latifa begitu saja, Latifa hanya mampu menghela nafas besar dan meratapi nasibnya saja, karena walau bagaimanapun, Tiara sejak awal bukan anak dari Candra.

Candra sendiri sudah mau berbaik hati untuk menampungnya, jika ia berbuat semena-mena Latifa takut akan diusir dari rumah dan nasib Tiara akan buruk.

“Tahan Latifa, demi Tiara, kamu harus kuat” Lirihnya seraya mengelus dadanya yang merasa sesak.

***

“Aku telah berhasil melakukan misi pertama” Ucap seseorang yang baru sama memasuki sebuah ruangan khusus teruntuk salah satu posisi yang paling tinggi yaitu CEO.

“Apa kau sudah mendapatkan data-data yang aku butuhkan waktu itu?” tanya seseorang yang diyakini adalah CEO di perusahaan tersebut.

“S-sayangnya masih belum pak, target anda lumayan pintar menutupi hal-hal yang menurutnya privasi”

Terdengar helaan nafas yang berasal dari mulut CEO itu.

“Lantas apa yang kau bawakan kepadaku? data yang paling gampang saja tidak bisa, lalu yang kau bawa itu apakah menurutku penting ketika kau menunjukkan nya?”

Seseorang tadi tersenyum lalu berani mendekat kearah CEO tersebut dengan memberikan sesuatu yang dari tadi ingin ia tunjukkan.

CEO tadi yang awalnya cemberut menjadi kembali sumringah.

“Bagus! bagaimana kau bisa mendapatkan ini?”

“Karena saya salah satu bawahan ada yang paling profesional” bangganya membuat CEO tadi mendecih.

“Selangkah lagi, aku pasti akan menemuimu”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status