Share

Chapter 4

Latifa terlihat sibuk memilih bahan-bahan masakan yang ia beli untuk disajikan saat party suaminya nanti malam.

“Nyonya, biar saya yang siapkan saja, lebih baik nyonya istirahat yah di kamar” Bujuk Ina karena melihat banyak sekali tumpukan bahan masakan yang harus diolah hari ini juga.

“Tidak apa-apa Bi Ina, profesiku juga sebagai ibu rumah tangga disini, sedangkan kamu tau sendiri kan tugas ibu rumah tangga seperti apa?”

Walaupun terdengar miris karena kenyataanya aku dijadikan pembantu oleh suamiku sendiri.

Suara pilu yang berasal dari batin Latifa.

“Tetap saja nyonya, nyonya di sini juga sebagai nyonya rumah ini, seharusnya nyonya tidak perlu melakukan pekerjaan rumah juga, hanya perlu mengawasi saya dan lainya saja sudah cukup nyonya!” ucap Ina bersih keras.

“Tidak Ina, tugas kalian dan para pelayan lain itu untuk membantuku, bukan berarti semuanya harus kalian yang melakukan, aku sebagai ibu rumah tangga di sini juga perlu bekerja” ucap Latifa tak kalah bersih kerasnya.

“Tapi nyo-”

“Ada apa ini? kenapa pagi-pagi kalian sudah membuat rumah menjadi bising?” seru Candra yang baru sampai di meja makan karena berniat untuk sarapan sebelum pergi ke kantor.

“Tu-tuan maaf kan saya” ucap Ina seraya menundukkan kepala.

“Lagian apa yang diucapkan Latifa itu benar, daripada dia tidak melakukan apapun, lebih baik dia ikut mengerjakan tugas rumah juga kan? lagian tugas ibu rumah tangga juga kayak gitu”

Kenapa Tuan terus menerus menyebut nyonya Latifa sebagai ibu rumah tangga? bukannya seharusnya nyonya di rumah ini? aku tau perseteruan mereka tidak pernah meredah walaupun sudah 7 tahun lebih, dan nyonya sendiri tidak pernah protes akan hal itu seolah-olah semuanya adalah tindakan yang wajar.

sebenarnya apa yang mereka sembunyikan?

Ucap Ina dalam hati sembari melihat kearah Latifa dan Candra secara bergantian.

“Ayo bi, kalau tidak mau kena semburan api dosa, lebih baik kita segera menyiapkan sarapannya” bisik Latifa membuat Ina agak terkesiap karena kaget.

“Ah baiklah nyonya!”

***

“Hai Latifa!” sapa Linda yang baru saja keluar dari kamar Candra.

“Astagfirullah” latah Latifa seraya memegang dadanya karena terkejut.

“Eh, sorry banget! kamu kaget yah?” ucap Linda dengan khawatir sembari mendekat kearah Latifa.

“Kamu di sini?” tanya Latifa membuat Linda menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Yah, aku mabuk lagi, mencari orang random, dan berakhir disini lagi, tapi serius aku tidak bermaksud untuk menargetkan suami mu Latifa” ucapnya sambil mengacungkan dua jari tanda jika dia tidak berbohong.

Sebenarnya aku tidak sepeduli itu, tetapi, kenapa wanita ini sangat berantusias jika melihatku?

Gumam Latifa dalam hati sembari menampakkan raut wajah heran.

“Tidak apa-apa, terserah kamu saja” ujar Lalu berjalan melewati Linda, tetapi dengan sigap Linda menghalangi jalan Latifa seraya merentangkan kedua tangannya.

“Sebentar Latifa!” Serunya dengan raut wajah agak setengah panik.

Latifa mengerutkan dahi karena lagi-lagi merasa heran dengan tingkah laku LInda.

“Ada apa Linda?” tanya Latifa setelah diam beberapa saat.

“Anu, apa kamu jarang bermain ponsel?”

“Apa maksudmu?” tanya Latifa karena tidak mengerti maksud dari pertanyaan Linda.

“Kemarin kamu sama sekali tidak membalas pesan dariku, bahkan sepertinya pesan tersebut sama sekali tidak terkirim, apa kamu ngasih nomor yang salah kepadaku Latifa?”

“Apa aku bisa melihat nomor yang aku kasih kemarin?”

“Tentu saja!” Linda segera merogoh ponsel miliknya di saku celana, lalu memperlihatkan nomor yang Latifa kasih di ponselnya.

“Oh iya, itu ada yang tertinggal satu angka” celetuk Latifa ketika mengetahui kesenjangan nomor teleponnya tersebut.

“Pantas saja orang itu marah” lirih Linda dengan pelan namun dapat Latifa dengar walaupun samar.

“Yah? ada apa Linda?”

“Oh e-enggak kok, yaudah aku mau permisi dulu yah, tadi aku sudah dibantu sama pembantu di sini, bye Latifa” pamitnya setelah itu pergi begitu saja meninggalkan Latifa yang masih bertanya-tanya.

“Sepertinya aku harus berhati-hati dengannya” gumam Latifa seraya mengamati kepergian Linda yang semakin menjauh.

***

Latifa terlihat sibuk menyiapkan makanan hingga merapikan seluruh rumah karena yang bekerja hanya dia dan Ina saja, karena kebetulan pembantu lain sedang diliburkan oleh Candra, entah apa maksud dari tujuan Candra tersebut karena itu cukup merepotkan bagi Latifa.

“Mama, Tiara mau susu” rengek Tiara seraya menari-narik celemek Latifa.

“Sebentar ya nak, mama lagi mengiris bawang, bentar lagi juga selesai kok” ucap Latifa untuk menenangkan anaknya yang terus menerus merengek untuk dibuatkan susu.

“Nyonya, biar saya saja, nyonya buatkan susu buat nona Tiara saja dulu” tawar Ina namun ditolak oleh Latifa.

“Waktu kita hampir habis bi, lagian bi ina juga masih melakukan hal yang lain, nanti kalau ditunda-tunda kita yang akan kena marah sama mas Candra”

“Tapi ma! Tiara mau susu..Huaaa!” Tiara akhirnya menangis setelah permintaannya yang ia harapkan dari tadi tidak kunjung diberikan oleh Latifa.

“Latifa! kalau anak merengek secepatnya tolong kau urus lah! gimana sih kamu jadi ibu rumah tangga?!” Tegur Candra karena merasa kebisingan dengan tangisan Tiara.

Tiara yang mendengar langsung terdiam, karena ia merasa takut dengan Candra yang terlihat marah di matanya.

Latifa mengerjapkan kedua matanya lalu mengelus kepala Tiara.

“Yaudah mama bikinin dulu yah, kamu tunggu di kamar dulu yah?” ucap Latifa dengan pelan, namun Tiara menggelengkan kepalanya, karena kebetulan kamarnya terletak di lantai 2 yang artinya harus melewati Candra terlebih dahulu.

Namun seakan Candra mengerti, ia lantas berjalan keluar rumah tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Latifa dan Tiara hanya memandangi kepergian Candra lalu kembali saling menatap satu sama lain.

“Sekarang Tiara mau kan ke kamar dulu?”

“Iya ma, jangan lupa susunya Tiara yah!” peringat Tiara, lalu gadis kecil tersebut berlari ke arah kamarnya berada.

“Nyonya-”

“Biarkan saja bi, bi Ina kan sudah terbiasa dengan ini kan?” ucap Latifa ketika Ina terus menerus menatap iba kepadanya.

Entah sampai kapan aku harus mendapatkan perlakuan seperti ini dari suamiku sendiri, Ya Allah tolong kuatkan lah hamba.

Lirih Latifa dalam hati sembari meneteskan air mata yang langsung ia cekal dengan lengannya.

***

Latifa dan Ina cepat-cepat untuk menyajikan berbagai macam menu makanan di meja panjang yang telah disiapkan di ruangan khusus untuk party.

Mereka berdua melakukannya secara tergesah-gesah karena waktunya sudah sangat mepet dari jam party di mulai.

“Eh kalian sudah datang?” sapa Candra kepada teman-temannya yang baru sampai.

“Wah menu nya banyak sekali yah, aku jadi gak sabar ingin mencicipi semua makanan”

“Kalau aku, ingin segera menegak macam-macam alkohol yang disediakan”

“Sedangkan aku, ingin mencicipi wanita-wanita yang kau janjikan Candra”

Kira-kira itulah yang Latifa dengar dari suara bising teman-teman Candra.

Astagfirullah! sebenarnya party apa yang sedang suamiku adakan?

Ucap Latifa dalam hati seraya sibuk menata makanan yang ia siapkan di atas meja.

“Mama!” teriak Tiara yang langsung berlari dan memeluk Latifa yang masih sibuk.

“Eh Tiara kenapa kamu kesini? kan mama sudah bilang jika kamu tunggu di kamar saja, nanti mama kasih makanan yang enak” ucap Latifa seraya menundukkan tubuhnya.

“Gak mau! Tiara taku di kamar sendiri!”

Candra menaruh telapak tangannya di dahi, seolah-olah bilang “kenapa harus ngebuat drama disini sih?!”

“Itu istrimu Can?” tanya salah satu wanita yang dari tadi menempel dengan Candra.

“Kamu kekurangan pembantu kah? sehingga istrimu sendiri yang kamu tugaskan untuk menyiapkan semuanya” sahut salah satu teman laki-laki Candra.

“Tidak, semuanya tidak benar, dia hanya pembantuku!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status