Hazel berdiri mematung di ruang kecil itu, menatap monitor CCTV yang kini menampilkan rekaman waktu sekitar pukul 16.50 sore. Miss Jecca di sampingnya, masih mencoba menjelaskan ulang dengan suara hati-hati.
“Ini dia,” katanya pelan.Di layar tampak gerbang kecil terbuka. Seorang lelaki dengan jaket hitam turun dari sedan hitam mengilap yang berhenti tepat di depan sekolah. Hazel mengenali sosok itu dalam sekejap.Rambutnya. Posturnya. Bahkan cara jalannya.Itu Zoe. Mustahil bukan. Tapi itu nyata, itu dia.Arrow langsung berlari ke arahnya, seperti biasa. Tanpa ragu, tanpa takut. Anak itu menubruk tubuh Zoe yang menunduk menyambutnya. Lalu Zoe membimbing Arrow masuk ke dalam mobil. Tak sampai satu menit, mobil itu bergerak pergi.Hazel menatap layar tanpa berkedip. Ada yang tidak tepat.“Bisakah kau perbesar bagian plat mobilnya dengan lebih jelas?” tanyanya cepat. Suaranya berat.Petugas sekolah—lelaki muda berjake"Siapa ayahmu?" Dua kata yang mampu membuat Hazel menoleh ke arah pria di sampingnya. Duduk sedikit lebih jauh. Ia menatap Luca. Alisnya sedikit bertaut. Suara itu begitu dalam—seperti milik seseorang yang ingin memastikan kebenaran yang selama ini ditolak oleh pikirannya sendiri.“Brian Moretti…” bisiknya. “Oh my God.”Hazel mengerutkan kening. Ia bergeser sedikit ke depan, mendekat, matanya menatap Luca semakin intens dengan bara penasaran yang kini menyala penuh.“Tidak. Tidak ada orang itu di foto. Tidak ada Brian Moretti. Hanya Brian Lanchester. Ayahku bukan seorang Moretti.”Luca perlahan menggeleng. Bibirnya terbuka, tapi tak segera ada suara keluar. Ia menatap Hazel seperti melihat sesuatu yang rapuh—sebuah keping teka-teki yang telah lama hilang tapi kini ada di depan matanya, utuh namun belum sepenuhnya bisa dia genggam.“Hazel…” suara Luca akhirnya terdengar, pelan, dalam, penuh bebannya sendiri. “Ayahmu adalah Brian Moretti Lanchester. Aku… harusnya lebih yakin sejak awal
Langit di luar jendela masih pekat, nyaris tak berwarna. Jam dinding di ruang tengah menunjukkan pukul 04.17 pagi, namun waktu terasa tak bergerak. Di dalam rumah itu, keheningan menebal seperti kabut, menyelimuti semua napas dan pikiran.Hazel duduk dalam diam selama beberapa saat, sebelum akhirnya berdiri perlahan. Tubuhnya masih menyisakan getar samar, namun langkahnya terasa lebih tenang dari sebelumnya. Ia menatap Isabell yang masih duduk di sudut sofa, matanya mulai berat menahan kantuk, tapi wajahnya tetap menunjukkan perhatian.Hazel menghampirinya. Suaranya pelan, tapi jelas. “Isabell…”Isabell langsung menoleh. “Ya?”“Kau sudah menemaniku sejak tadi malam,” Hazel berkata lembut. “Aku sangat bersyukur kau ada di sini. Tapi sekarang sudah hampir pagi, dan… aku rasa kau perlu istirahat. Pulanglah dulu. Tidurlah sebentar. Aku tahu kau belum memejamkan mata sama sekali.”Isabell hendak membantah, tapi Hazel menyentuh bahunya dengan pelan.“Aku akan baik-baik saja,” lanjut Hazel.
"Kau menemukannya?" Hazel bangkit dari duduknya. Ia ingin memercayai apa yang didengar barusan. Binar keharuan terpancar di matanya. Entah sadar atau tidak ia mencengkeram lengan Luca. Menatapnya dengan penuh antusias jawaban pria itu. Luca tersenyum bahagia, mengangguk. "Ya, aku benar-benar bisa menemukannya, Hazel. Aku menepati janjiku, bukan?""Di mana dia? Aku ingin bertemu dengannya," pinta Hazel. Tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Akhirnya dia bisa dapatkan kabar baik itu sesuai apa yang dikatakan oleh Luca. Pria itu sungguh menepati ucapannya. "Bawa aku pada Arrow, kumohon." Menghiba dan memohon sekali lagi. Hazel ingin memeluk tubuh mungil anaknya. Hazel ingin melihat bagaimana kondisi bocah itu setelah satu hari penuh tudak menatap binar mata uang menakjubkan tersebut. "Kau tidak bisa ke sana, Hazel," kata Luca, nadanya rendah dan tegas, nyaris seperti memohon."Arrow... dia dibawa ke Pelabuhan Sektor-9. Lokasinya berada jau
Akhirnya setelah sekian tahun memendam dendam dan amarah yang didasari atas kesalahpahaman, Don Alvero mengesampingkan ego. Dia memutuskan membantu Luca. Membantu anak dari sahabatnya dulu. Hanya dirinya yang mungkin tersisa. "Aku sudah temukan satu kontainer penuh dengan anak-anak. Kau berutang nyawa padaku."Mendapatkan pesan singkat itu, tanpa menunggu lebih lama, ia telepon pemilik nomor tersebut. Wajahnya tegang, berbinar, dan merasa penuh rasa syukur. "Kau serius? Di mana mereka sekarang?""Siapa mereka? Siapa yang kau cari, Luca?""Salah satu di antara mereka adalah keluarga, Paman.""Maksudmu?""Ya, dia adalah bagian dari kita. Aku yakin dia masih menggunakan warisan kita di lehernya. Kau bisa mengeceknya sendiri.""Kau tidak bermain-main denganku, Luca?""Tidak pernah." Panggilan langsung terputus. Dengan segera Don melesat menuju pelabuhan dini hari itu juga. Ia tahu betul ke mana
Pukul 02.47 dini hari. Pelabuhan Sektor-9 diselimuti kabut tipis, tapi cahaya kuning dari tiang-tiang sorot menyibak keheningan dengan sinar tajam. Di kejauhan, suara mesin kapal kargo MV Harlington terdengar mendekat, berat dan dalam. Dermaga telah steril. Tim bersenjata dari Unit Laut Khusus berdiri di posisi masing-masing.“Kapal target sudah dalam jarak visual,” lapor salah satu petugas dari pos pantau, suaranya tersalur jelas melalui radio.“Semua unit, siap di posisi. Atas perintah langsung dari Komandan Sandel,” jawab Letnan Farris, pemimpin operasi malam itu. Matanya tajam, menatap kapal yang melambat mendekati dermaga.Kapal itu membawa ratusan kontainer dari jalur dagang Selatan. Tapi bukan sembarang kargo yang mereka incar malam ini. Informasi dari jaringan intelijen menunjukkan kemungkinan seorang anak kecil diselundupkan di salah satu peti. Tidak diketahui kontainer mana, atau dalam kondisi apa.Farris melangkah ke sisi kapal saat tangga baja diturunkan. Dua orang kru tur
Jam di dinding tak bergerak lebih lambat dari biasanya, tapi bagi Hazel, waktu seperti ditarik-tarik ke belakang. Bunyi detik yang teratur justru terdengar seperti siksaan. Di ruang tamu yang kecil dan hangat, Hazel duduk memeluk lututnya di sofa. Ponselnya tergeletak di pangkuan, layarnya kadang menyala karena notifikasi, tapi bukan notifikasi yang ia nanti-nantikan.Luca sibuk dengan gawainya mencari mengerahkan seluruh pasukannya. Dia tengah bertarung di sisi lain malam ini—dengan caranya sendiri.Mengirimkan pesan satu per satu ke orang-orangnya. Nama-nama yang biasa muncul dalam daftar hitam kini menjadi andalannya. Semuanya harus bergerak. Tak ada yang boleh tidur sebelum anak itu ditemukan."Awasi setiap pelabuhan di selatan. Jika perlu, bayar aparat. Arrow tidak boleh keluar kota malam ini.""Shofia, kirim anak-anak ke arah utara. Gunakan drone, kamera lalu lintas. Kalau perlu libatkan orang dalam kepolisian. Kita kubur dulu permusuhan kita malam ini."Luca menyeka wajahnya de