Di meja makan, sambil mengunyah lahap hidangan makan malam, Jayden sesekali mencuri pandang kepada putra sambungnya. Saat ia fokus menatap, ditemukannya kemiripan antara wajah dan bola mata Keanu dengan Abang Rayyan.
"Gak mungkin, ini hanya kebetulan," gumam Jayden ragu-ragu, sambil berusaha meyakinkan diri. "Mas, kenapa?" tanya Kanaya penasaran, sekaligus menepuk pundak Jayden.Jayden tersentak kaget, namun segera meresapi jantung yang berdebar kencang."Tidak apa-apa, Sayang," sahutnya tenang. "Mau ditambah sayurannya?" tawar Kanaya."Tidak, Sayang. Ini sudah cukup," ucap Jayden, berusaha meredam curiga di benaknya.Mereka melanjutkan makan malam dengan khidmat, menyantap sajian yang tersaji. Jayden masih tertatih menyingkap tabir misteri tersebut, tetapi dia mengusir bayang-bayang tersebut demi menikmati kebersamaan bersama keluarganya.Rayyan terdiam dalam kamarnya, matanya jauh melihat ke luar jendJayden menutup pintu dengan keras hingga terkunci, lantas meletakkan Kanaya di atas tempat tidur. Tak lama, Kanaya meraih segala benda yang ada di sekitarnya dan melemparkannya dengan geram. Jayden bergegas mendekat, memeluk tubuh Kanaya yang bergetar hebat. "Sayang, tenang ya, saya di sini," ucap Jayden, sambil mengusap puncak kepala Kanaya yang terbalut hijab. "By, orangnya datang lagi," desis Kanaya, suara gentar terpancar dari wajah pucatnya. Jayden menggenggam tangan Kanaya erat. "Saya tidak akan membiarkan dia mendekat, tenang ya," pinta Jayden tegas. "Tapi, By, dia jahat. Dia memaksaku, By," isak Kanaya terputus, air mata mulai membanjiri pipinya. Hati Jayden seperti teriris mendengar pengaduan istrinya. Seolah perih melihat trauma Kanaya terasa begitu dalam akibat ulah pria jahat itu. Dalam keheningan, pikiran Jayden berkecamuk mencari jalan keluar dari situasi ini.Jayden terus termenung, mencoba merangkai potonga
"Tenang, sayang. Saya tidak akan meninggalkanmu. Kita akan melewati semua ini bersama-sama. Kalau perlu, nanti kita hukum penjahat itu dengan hukuman yang setimpal," ucap Jayden dengan penuh keyakinan. "Mas, aku mau ngasih tahu kamu sesuatu," ucap Kanaya, melepaskan pelukannya. "Apa, sayang?" tanya Jayden, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Mas, kalau seandainya orang jahat itu orang terdekat kamu, bagaimana?" tanya Kanaya dengan suara gemetar. "Maksud kamu?" tanya Jayden, merasa gelisah. Hatinya berdebar kencang, takut dengan kemungkinan yang mungkin diungkapkan oleh Kanaya. "Mas," panggil Kanaya, namun sebelum dia bisa melanjutkan, tiba-tiba ponsel Jayden berdering. "Sebentar, sayang. Teman saya menelpon," ucap Jayden. Dia melihat layar ponselnya dan melihat nama Bima muncul. Dengan hati yang masih berdebar, Jayden menggeser tombol hijau dan mengangkat telepon tersebut. "Halo, Bima. Ada apa?" tanya Jayden, me
Jayden baru saja memarkirkan mobilnya di parkiran, menunggu waktu untuk menjemput Keanu. Tiba-tiba, ponselnya bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Ia terkejut melihat nama Kanaya yang tertera di layar ponselnya. Ia segera mengangkatnya dan mendengar suara istrinya yang cemas. "By, di mana Keanu dan Kalisa? Aku sangat khawatir. Apakah mereka ada sama kamu? Mana dia?" tanya Kanaya dengan suara yang bergetar. Jayden merasa gelisah, "Maksudnya kamu bagaimana sayang? Maaf, saya baru saja keluar dari kelas dan sedang menuju sekolah untuk menjemput Keanu dan Kalisa. Apa yang terjadi?" "Anak-anak sudah pergi dengan seorang pria, By, pakai mobil. Aku pikir itu kamu! Aku panik, By. Aku tidak tahu apa yang terjadi sama mereka," ucap Kanaya dengan suara bergetar semakin. Jayden berusaha menenangkan istrinya, "Tenang dulu ya sayang. Jangan panik. Kamu tunggu di sana, saya akan ke sana sekarang." "Ya sudah, hati-hati mas, jangan ngebut ya
Sementara itu, Jayden telah tiba di sekolah Keanu dan Kalisa. Dia melihat Kanaya yang sedang menangis di pos satpam, dan segera keluar dari mobil untuk menghampiri istrinya. "Sayang," panggil Jayden dengan suara lembut. Kanaya, yang mendengar suara yang begitu familiar, segera bangkit dari tempat duduknya dan memeluk Jayden dengan erat. Jayden membalas pelukan tersebut dengan penuh kelembutan. "Bagaimana ini, Mas? Anak-anak kita diculik. Aku sangat khawatir," tanya Kanaya dengan suara terisak. "Tenang, sayang. Aku akan mencari mereka. Kamu pulang dulu, biar aku yang mencarinya," ucap Jayden dengan penuh tekad. Dia tidak ingin Kanaya kelelahan atau stres karena memikirkan situasi ini. "Aku tidak mau pulang sebelum aku menemukan anak-anak, Mas. Tolong, mereka adalah harta yang paling berharga bagiku. Tolong bawa mereka kembali," pinta Kanaya dengan suara penuh harap. "Ya, sayang. Masuk ke mobil dulu ya. Aku perlu berbicara dengan Pak A
"Astagfirullah, Jay. Kenapa kamu bicara dengan kata-kata kasar seperti itu kepada kakakmu!" ucap Fatimah sambil mengepal tinjunya, wajahnya merah padam karena kekecewaan. "Bibi, tolong bawa Keanu dan Kalisa ke taman belakang," pinta Fatimah pada asisten rumah tangganya, Bibi Arum. Bibi Arum segera beranjak, menggandeng si kembar dengan cekatan menuju taman belakang. Kini, di dalam ruangan tinggal Fatimah, Rayyan, dan Jayden, suasana mencekam dan tegang. "Terus, Bun, menurut bunda Jay harus bicara seperti apa?" tanya Jayden, suara marah masih terasa menggantung di udara. "Bunda tahu, pria ini dengan lancangnya membawa anak-anakku tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Apakah aku tidak berhak marah?" Fatimah menyeka air matanya, nadanya semakin kesal. "Dan seandainya bunda tahu, Kanaya sampai menangis mencari anak-anaknya. Coba bunda bayangkan betapa khawatirnya istriku!" tambah Jayden, suara bergetar penuh emosi.Fatimah terdiam, tidak
Di sebuah rumah sakit, Kanaya sedang menjalani pemeriksaan. Jayden, ditemani anak-anak kembarnya Keanu dan Kalisa, menunggu di luar ruangan dengan cemas yang menyelimuti wajah mereka. Kedua anak itu terisak dalam pelukan Jayden, perasaan khawatir menghantui mereka. "Ayah, apakah Bunda akan baik-baik saja?" gumam Keanu seraya menatap Jayden dengan mata berkaca-kaca. "Tenang, Son. Bunda kalian kuat," ucap Jayden lembut, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya sembari mengelus rambut Keanu. Tangisan Kalisa pun terdengar, kedua bola matanya memerah."Ayah, kenapa Ray jahat sampai membuat Bunda sakit?" desisnya, bibir gemetar. "Ssstt, jangan dipikirkan, ya, Nak. Kita berdoa saja supaya Bunda baik-baik saja," sahut Jayden dengan nada lembut, memeluk kedua anaknya erat. Mereka terhenti ketika pintu ruangan terbuka, seorang dokter tampak keluar dari dalam. "Keluarga pasien?" tanya dokter itu serius. "Saya..." Jayden mencoba menjawab, wajahnya pucat. Namun, tak disangka jawabannya terpoton
Malam yang sunyi, hanya ada bunyi detik jam dinding yang menemani. Jayden duduk di samping tempat tidur, setia menjaga Kanaya yang terbaring lemah. Dia mengusap lembut wajah istrinya yang pucat; kedua mata Kanaya perlahan terbuka. Ia melirik sekeliling ruangan berdinding putih, mencari sesuatu yang familiar. "Sayang..." bisik Jayden lembut, cemas terpancar dari matanya. "M-mas..." Kanaya memanggilnya serak, kesakitan tersirat dalam suaranya. "Ada apa, sayang? Kamu haus? Mau minum?" tawar Jayden dengan penuh perhatian. Kanaya mengangguk lemah. Jayden menyesuaikan posisi tempat tidur agar Kanaya bisa duduk. Lalu mengambil segelas air putih dan membantu istrinya minum. Begitu selesai, isak tangis Kanaya terdengar. Jayden segera mengusap punggungnya, panik membenam. "Kenapa, sayang? Ada apa? Apakah kamu merasa sakit?" tanya Jayden, kekhawatiran jelas terbaca dari matanya. "Mas, aku takut," gumam Kanaya, suaranya bergetar l
15 menit kemudian, Jayden kembali ke dalam ruangan dengan membawa beberapa kantong kresek. Selain membeli bubur untuk Kanaya, Jayden juga membeli martabak untuk ibu mertuanya, Maryam. Kanaya dan yang lainnya menoleh ke samping saat pintu terbuka, dan Keanu serta Kalisa dengan antusias berlari mendekati Jayden. "Ayah, beli apa? Banyak sekali?" tanya Kalisa dengan semangat. Jayden berjongkok untuk berada sejajar dengan Kalisa. "Ayah beli bubur yang Dede mau," ucap Jayden dengan senyum. Kalisa tidak lupa memberikan hadiah kecupan di pipi Jayden, membuat Jayden merasa bahagia. "Terima kasih banyak, Ayah," ucap Kalisa dengan penuh rasa syukur. "Ya sudah, ayo duduk di sofa. Ayah akan menuangkan bubur ke dalam mangkuk," ucap Jayden. Si kembar pun mengikuti instruksi Jayden dan pergi ke sofa yang ada di ruangan. Jayden kemudian berjalan menuju ibu mertuanya, Maryam, yang berada di samping tempat tidur Kanaya. "Ini untuk Bunda," uc