Share

Bab 6

Setelah mendengar ucapan tantenya, Yasmin merinding.

"Yasmin? Kenapa kamu tanya soal ini?" Klara yang mendengar ujung telepon hening merasa aneh.

"Ng ... nggak apa-apa." Yasmin berusaha mengontrol suaranya yang gemetar. "Aku hanya ingin tahu ...."

"Kapan kamu pulang? Tante sendiri akan memasakkan makanan enak untukmu."

"Beberapa hari lagi. Nanti aku akan menelepon Tante."

"Baiklah. Tante tunggu, ya."

Setelah mengakhiri panggilan, Yasmin duduk di atas kloset dan wajahnya terlihat pucat.

Dia mengira Daniel hanyalah orang kaya biasa, tapi ternyata kekuasaan Daniel di Kota Imperial sangat kuat.

Tidak, meskipun begitu, Yasmin lebih harus melarikan diri.

Selama dia bisa lari ke luar negeri, Daniel tidak akan bisa menemukannya.

Yasmin akan meminta tantenya mengirim paspornya ke bandara. Semuanya akan baik-baik saja selama Yasmin bisa lari dari Teluk Bulan.

Akan tetapi, bagaimana dia bisa pergi dari tempat ini?

Dua hari kemudian saat makan malam, Yasmin duduk di meja makan dan menyapu pandangannya ke makanan yang di atas meja.

Setelah memakan sesuap nasi, Yasmin mengontrol rasa paniknya sambil meraih sebuah lauk dengan sendoknya. Ketika dia mendekatkan sendok ke hidungnya dan mencium wangi seafood, dia kesulitan menahan rasa takutnya sehingga tangannya yang sedang memegang sendok pun gemetar.

Namun, Yasmin masih memaksakan diri untuk memasukkan sendok ke mulutnya. Dia mengunyah dengan perlahan sebelum menelan.

Seorang pelayan yang berdiri tidak jauh dari Yasmin menatap heran Yasmin memakan lauk yang dicampur dengan kaldu seafood. Pelayan itu berpikir apakah Yasmin sudah tidak bisa tahan lagi?

Dia segera keluar dari ruang makan untuk mencari Tony, lalu berkata, "Pak, Nona Yasmin sudah mulai makan lauk!"

Tony menatap pelayan itu dengan ekspresi serius. Kemudian, dia melambaikan tangannya dan meminta pelayan itu tetap mengawasi di ruang makan. Tony menelepon dan berkata, "Tuan Daniel, Nona Yasmin sudah memakan lauknya."

Di kantor yang terletak di lantai paling atas gedung pencakar langit, Daniel sedang duduk di kursi hitam dengan ponselnya menempel di telinganya. Tatapan matanya tampak tajam saat berkata, "Apa sudah ada reaksi?"

"Ini ...." Sebelum Tony sempat menjawab Daniel, terdengar suara sesuatu pecah dari ruang makan. Tony pun segera pergi ke sana.

Piring-piring pecah di lantai, nasi dan sayuran berserakan di mana-mana.

Yasmin yang berada di sebelah sedang berlutut di lantai sambil terbatuk-batuk.

Dengan cepat muncul ruam merah di lengannya yang terekspos.

Tony segera berkata ke ponselnya, "Tuan Daniel, sudah ada reaksi."

Daniel tersenyum sinis sambil berkata, "Antar dia ke rumah sakit."

"Baik."

Yasmin dipapah ke dalam mobil. Dia bersandar ke jendela mobil dengan lemah. Melihat pemandangan di luar yang bergerak dengan cepat, matanya pun berkelip meskipun dia sedang menahan rasa sakit.

Belum sampai sepuluh menit mobil bergerak, ruam merah sudah menjalar ke leher dan wajah Yasmin, apalagi tubuhnya yang berada di balik pakaian.

Ini masih masalah kecil, nanti akan terjadi hal yang lebih serius.

Yasmin mulai sulit bernapas, seolah-olah ada orang yang mencekik lehernya. Alisnya terus berkerut dan tubuhnya mulai mengejang.

Ajal sudah dekat.

Tidak, dia tidak boleh mati. Dia masih mempunyai tiga anak yang lucu. Mereka tidak boleh tidak punya ibu ....

Namun, sebelum Yasmin sampai di rumah sakit, dia sudah mengalami syok. Jadi, dia langsung dilarikan ke ruang IGD.

Helen terkejut melihat Yasmin. Dia sudah menjadi dokter bertahun-tahun, tapi ini pertama kalinya dia melihat kasus alergi yang sangat serius. Kalau telat sedikit lagi, Yasmin pasti sudah mati.

Helen Anggono yang merupakan dokter pribadi Daniel pun segera menyelamatkan Yasmin.

Ada aura suram mengelilingi udara rumah sakit yang sunyi senyap saat tengah malam ini. Perasaan itu dapat dirasakan sehingga membuat bulu kuduk berdiri.

Pintu kamar VIP terbuka dan sebuah bayangan mendekati ranjang rumah sakit, lalu menyelimuti tubuh orang yang sedang berbaring itu.

Masker oksigen Yasmin telah dilepaskan dan napasnya stabil.

Namun, masih ada bintik-bintik merah di wajahnya yang putih.

Daniel menumpukan tangannya di kedua sisi tubuh Yasmin seperti binatang buas.

"Bagaimana rasanya?" tanyanya dengan suara sinis.

Mata Yasmin masih terpejam dan tidak ada respons darinya.

"Sayang sekali aku nggak bisa melihat tampangmu yang kesakitan. Tapi, masih ada lain kali, kok," ujar Daniel.

Yasmin perlahan-lahan terbangun, kemudian menoleh. Matanya tertuju pada jendela kaca yang terang.

Hari sudah pagi.

Bau obat yang menyengat memenuhi udara di ruangan ini. Yasmin pun tahu di mana dirinya.

Dia menghela napas lega di dalam hati. Akhirnya dia sudah keluar dari Teluk Bulan.

Yasmin duduk, kemudian meraba wajahnya yang masih sedikit merah.

Ada suara ketukan pintu sebelum Helen masuk. Melihat Yasmin sudah bangun, Helen berkata, "Sudah nggak apa-apa. Ruam merah di badanmu juga akan hilang setelah kamu memakai obat selama dua hari."

Yasmin tercengang menatap Helen.

"Namaku Helen Anggono. Aku adalah direktur rumah sakit ini dan juga dokter pribadi Tuan Daniel."

Yasmin kaget. Dokter pribadi Daniel bahkan seorang direktur rumah sakit.

Helen merasa penasaran dengan Yasmin.

Ini pertama kalinya Daniel mengantarkan seorang wanita kepada Helen. Tony dari Taman Royal bahkan sampai ikut datang.

Ini membuat Helen merasa Yasmin bukanlah wanita biasa.

Semalam Helen tidak dapat melihat wajah Yasmin dengan jelas karena alerginya. Sekarang bengkaknya sudah mereda, jadi wajah Yasmin yang mulus dan cantik sudah terlihat.

Kalau melihat wanita secantik Yasmin berdiri di samping Daniel, orang lain dapat dengan mudah mengira mereka adalah sepasang kekasih.

"Istirahatlah. Kalau ada apa-apa, tekan bel dan aku akan kemari."

"Terima kasih."

"Sama-sama."

Setelah melihat pintu ditutup, Yasmin mulai berpikir.

Dokter pribadi Daniel berarti dia adalah orang Daniel. Yasmin pasti tidak akan mencari Helen.

Yasmin berharap Daniel tidak muncul selamanya.

Dengan begitu, peluangnya untuk melarikan diri makin bagus!

Yasmin rela makan seafood yang sangat membuatnya takut hanya agar dia mempunyai kesempatan untuk melarikan diri.

Kalau tidak, walaupun dia mempunyai sayap, dia tidak akan bisa keluar dari Taman Royal yang dijaga ketat.

Setelah waktu makan siang, seorang suster datang untuk menginfus Yasmin.

Setengah jam kemudian, suster itu datang lagi.

Yasmin menatap suster yang sedang menundukkan kepala di depannya itu, lalu matanya berkelip.

Sepuluh menit kemudian, seorang suster berseragam dan bermasker keluar sambil memegang selang yang sudah dicabut dan sebuah botol obat.

Ketika suster itu melewati tempat sampah daur ulang medis, dia membuang benda-benda itu. Alih-alih pergi ke konter perawat, dia malah berjalan ke lift.

Karena orang itu bukanlah suster.

Yasmin yang sedang menyamar memasuki lift. Saat pintu lift hendak tutup, tangan seseorang langsung menghentikannya.

Yasmin sangat terkejut sampai jantungnya hampir berhenti berdetak.

"Maaf." Orang yang masuk ternyata adalah dokter lain.

Yasmin tidak menjawab dan hanya menundukkan kepalanya.

Setelah tiba di lantai tiga, Yasmin menekan sebuah tombol. Pintu lift terbuka, lalu dia keluar.

Kemudian, dia menuruni tangga darurat. Dia berjalan sambil melepaskan seragam perawatnya. Setelah itu, dia langsung berjalan ke arah pintu keluar.

Yasmin menghentikan sebuah taksi, kemudian langsung menuju ke bandara.

Yasmin mengeluarkan ponsel dari branya. Dia mengaktifkan ponselnya, kemudian menelepon Klara. "Tante, apa kamu sudah sampai di bandara?"

"Sudah. Di mana kamu?"

"Sebentar lagi sampai. Tunggu aku, ya." Yasmin mengakhiri panggilan, kemudian mendesak sopirnya. "Maaf, apa Bapak bisa bawa lebih cepat? Aku buru-buru."

Saat rencana itu terbentuk di benaknya, Yasmin pun menelepon tantenya, lalu memintanya pergi ke bandara untuk membeli tiket Yasmin dan menunggu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status