"El, makan yuk, Sayang?" bujuk Zeta, kini ia tengah memegang sepiring nasi berisi lauk pauk kesukaan putranya, namun bocah kecil itu masih saja enggan untuk membukakan pintu kamarnya.
Saat ini Aziel sedang melakukan mogok makan, pasalnya sang bunda menolak ajakannya untuk berlibur ke kebun binatang bersama sang ayah."Kita ke kebun binatang kok El, Bunda janji, tapi ga sama Ayah, ya? Ayah lagi sibuk," ujar Zeta berdusta pada putranya."Gak mau! Bunda pasti bohong! itu kan hari libur, Ayah ga akan kerja di hari libur!" suara protes dari Aziel terdengar jelas di telinga Zeta, memang benar apa yang dikatakan oleh Aziel jika ayahnya tidak akan bekerja jika di hari libur.Tapi apalah daya? Zeta tidak ingin anaknya terus-menerus bergantung pada sosok Bima, ayahnya. Karena mau tidak mau, Aziel harus menerima kenyataan pahit jika nantinya ia hanya akan berdua saja dengan Zeta.Tumbuh menjadi seorang anak tanpa peran dari seorang ayah, apakah Aziel akan siap? sementara dirinya sangat tergantung oleh Ayah dan Bundanya.Bima dan Zeta adalah dunia kebahagiaan bagi Aziel, bagaimana jadinya jika ia kehilangan salah satu dari mereka? tentu dunianya akan hancur lebur.Menjadi seorang anak tunggal dari pasangan Bima dan Zeta adalah anugrah terindah bagi Aziel, pasalnya selain dilimpahkan oleh kecukupan materi, kasih sayang dan perhatian dari keduanya benar-benar melengkapi kesempurnaan hidup Aziel.Kini Zeta sudah pasrah untuk membujuk Aziel, ia kemudian menuruni tangga untuk menuju dapur, sesak hatinya melihat seberapa kekeuh putra kesayangannya untuk bisa bersama ayahnya.Ini baru hal tentang liburan saja, bagaimana kalau tentang perceraian? tentu hak asuh harus jatuh ke tangannya, karena Aziel adalah satu-satunya sosok berharga baginya sekarang."Bund? kok, nangis?" Suara bariton berhasil membuyarkan lamunan Zeta yang tengah duduk menangis di ruang makan sendirian.Sesak di dadanya muncul saat melihat wajah Bima di hadapannya saat ini, ingin rasanya ia memukul, mencabik, menendang, dan menyayat sosok pria di hadapannya itu.Dengan cepat Zeta menghapus air mata di pipinya, ia tak menjawab pertanyaan dari suaminya dan malah melenggang pergi menuju kamar."Loh? Bund? kenapa, sih?" tanya Bima, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bingung dirinya melihat sikap aneh sang istri tercintanya, padahal tadi pagi mereka masih baik-baik saja.Mendengar suara bariton milik sang ayah, Aziel kemudian keluar kamar dan dengan terburu-buru menuruni tangga untuk menemui sang ayah."Ayah!" panggil Aziel dengan lantang, ia berlari menuju dekapan hangat sang ayah tercinta."Ayah! Ayah kenapa jahat banget, sih?" ucap Aziel pada sang ayah, hal itu membuat Bima kebingungan."Ayah, jahat? kenapa?" tanya Bima dengan bingung, ia tak mengerti dengan perkataan anaknya ini, apa ada hubungannya dengan sikap jutek Zeta?"Iya, Ayah jahat! kata Bunda, Ayah gak bisa ikut Aziel ke kebun binatang karena sibuk, padahal itu kan hari libur," ujar Aziel menjelaskan, ia bahkan memanyunkan bibirnya karena kesal."Bisa kok! mana pernah Ayah menolak ajakan putra kecil Ayah yang manis ini," ucap Bima dengan sangat yakin sembari mengusap-usap rambut kepala Aziel yang lembut."Beneran? janji ya Ayah!" ucap anak lelaki berusia 5 tahun itu, ia bahkan memberikan jari kelingkingnya pada sang ayah untuk mengunci janji."Janji!" balas Bima, ia menautkan jari kelingking miliknya pada jari sang putra yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan jarinya.****"Kenapa kamu bilang ke El kalau aku ga bisa menemani kalian? kamu bahkan enggak memberitahu aku tentang ini," ucap Bima sesaat setelah masuk ke dalam kamar.Lelaki itu melihat istrinya sedang memainkan handphonenya di kasur, 3 tahun berpacaran dan 6 tahun telah hidup bersama dalam ikatan pernikahan dengan Zeta, membuat Bima tahu betul jika istrinya saat ini pasti sedang marah padanya.Entah hal apa yang membuat wanita dihadapannya saat ini sangat marah, ia merasa tak melakukan hal yang salah pada istrinya, bahkan tadi pagi mereka masih bercumbu mesra sebelum ia berangkat ke kantor.Tak kunjung mendapat balasan dari sang istri, pria tampan itu duduk di sebelah Zeta, namun jangankan menjawab pertanyaannya, Zeta bahkan tidak melirik ke arah Bima."Kenapa? hmm?" suara Bima terdengar lembut saat merayu Zeta, dulu suara ini akan membuat Zeta luluh seketika, namun sekarang justru rasa jijik lah yang ada di hati Zeta saat ini."Dari mana kamu?" tanya Zeta dengan dingin, bahkan ia tak menatap ke arah suaminya. Melainkan terus menatap pada layar handphonenya."Dari mana? aku dari kerja lah Sayang, pertanyaan kamu aneh-aneh aja," jawab Bima tanpa beban, bahkan seperti orang yang benar-benar berkata jujur tanpa berbohong.Entah kenapa, melihat Bima yang bisa berbicara tanpa beban seperti itu membuat hati Zeta merasa tercabik-cabik mendengarnya. Hati kecilnya benar-benar diinjak hingga hancur lebur oleh Bima.Jangan bilang jika sebenarnya Bima dan Melda telah memiliki hubungan gelap dalam waktu yang lama? dan ia baru mengetahui kebusukan kedua orang itu sekarang?Pikiran negatif Zeta sudah berhamburan entah kemana, banyak dugaan negatif yang muncul di benaknya saat ini. Jika terus begini, Zeta akan benar-benar gila dibuatnya."Oh, tapi aku tad-" ucapan Bima terputus oleh suara Aziel.Anak kecil itu tanpa mengetuk pintu kamar, langsung menerobos masuk tanpa permisi, sembari membawa dua steel baju di tangan kecilnya."Ayah! Bunda! Aziel Minggu depan pake baju ini? atau ini?" tanya bocah tampan itu dengan sangat bersemangat, ia mengangkat tinggi-tinggi kedua pasang baju yang ada di tangannya saat ini."Coba sini, Ayah lihat dari dekat," ujar Bima dengan penuh senyuman, sementara Zeta hanya diam menyimak.Aziel berjalan mendekat ke arah Bima, ia menunjukkan lebih dekat kedua pasang baju yang tengah ia pegang dengan tak sabar."Yang mana, Yah? El bingung deh, dua-duanya favoritnya El," ucap Aziel dengan suara yang menggemaskan di telinga Bima.Bima memegangi dagunya, ia seolah memasang wajah serius dan bingung, membuat Aziel tak sabar mendengar pendapat dari sang ayah."Hmmm ... yang mana, ya? kalo kita ke kebun binatang, kayaknya ini lebih cocok deh!" ucap Bima sembari menunjuk sepasang baju berwarna coklat susu di tangan kanan Aziel."Ayah sama Bunda juga punya baju dengan warna yang persis seperti ini, nanti kita bisa couple bertiga, gimana?" timpal Bima lagi, tampak binar bahagia muncul pada wajah tampan Aziel."Beneran, Yah?" tanya Aziel pada Bima, dan dijawab dengan anggukan yang mantap."Bund? kok Bunda diam aja sih," protes Aziel, biasanya Zeta sang bundanya akan cerewet dan lebih semangat mengenai hal seperti ini. Ada apa dengan Bunda Zeta?"Gak papa El, Bunda lagi tak enak badan," dusta Zeta, ia malah merebahkan dirinya dan tidur dengan posisi membelakangi suami serta anaknya.Tampak wajah sedih Aziel saat ini melihat sikap dingin bundanya, Bima yang menyadari hal itu langsung mengajak Aziel keluar dari kamar untuk menonton acara film favorit mereka berdua."Acara filmnya sebentar lagi mulai El, ayo kita turun ke bawah," ajak Bima, tiba-tiba suasana sedih Aziel kembali ceria mendengar ajakan Bima.Kedua ayah dan anak itu keluar bersama, dengan posisi Aziel yang telah tergendong di punggung ayahnya seperti seekor koala.Tring ... TringSuara notif pesan, terdengar meresahkan di telinga Zeta. Perasaannya tengah sensitif saat ini, hingga mendengar suara notif pun ia merasa badmood.Dengan kesal Zeta mengambil benda pipih milik suaminya itu untuk mengheningkan suara notifnya, namun ... niatnya urung saat melihat dari siapa pesan itu datang, notif itu berasal dari Melda.[Mas, makasih ya atas semuanya, aku suka banget]Memanas sudah kedua mata Zeta saat membaca pesan dari kontak suaminya itu, apa maksudnya dengan terima kasih? apa yang telah Bima beri? apanya yang Melda suka?"Bunda, hari ini Aziel mau makan ayam goreng crispy, boleh?" pinta Aziel kecil dengan suaranya yang manis, tentu tak sampai hati Zeta mengabaikan permintaan sang putra tersayang."Boleh Sayang, pokoknya kamu belajar aja yang bener di sekolah, Bunda masakin ayam goreng crispy untuk makan siang El nanti," ujar Zeta."Bener ya, Bund!" ucap Aziel dengan semangat menggebu, lantas ia melambaikan tangannya untuk berpisah dengan bunda tercinta dan masuk ke dalam gedung sekolahnya."El, tungguin Acha!" seru seorang gadis kecil yang seumuran dengan Aziel, gadis itu berlari tergopoh-gopoh mengejar langkah Aziel."Ish! Acha ngapain sih nempelin Aziel mulu? risih tau!" gerutu Aziel dengan memasang wajah ngambeknya."Eitsss ... durhaka kamu bilang kaya gitu El ke Acha!" ucap Acha menghakimi sikap dingin Aziel."Durhaka? kan Acha bukan bundanya Aziel, kenapa bisa durhaka?" tanya Aziel dengan polosnya, membuat Mia yang melihat kejadian itu hanya menggelengkan kepalanya heran.Kedua sahabatnya itu tak
Ketika sedang menunggu lampu merah, Zeta melihat ke arah Aziel dan Acha yang tengah ketiduran bersama di kursi penumpang belakang.Meski awalnya mereka cek-cok dan berdebat ini dan itu, akhirnya karena lelah dan perjalanan yang panjang, kedua anak mungil itu tertidur pulas bersama.Zeta mengulas senyum saat melihat keduanya nampak seperti teman yang akur, ia kemudian melihat kearah jam tangan yang melilit di pergelangan tangan kirinya.Ternyata sudah 20 menit berlalu, sebentar lagi ia akan sampai tujuan. Sesaat setelahnya ia kembali fokus menatap ke depan, netra coklatnya terfokus pada satu titik.Sebuah mobil sedan bermerek Mercedes-Benz berwarna hitam melintas dengan kaca mobil depan yang terbuka, Zeta kenal betul siapa pemilik mobil tersebut.'Mas Bima? kenapa ada di sekitar sini?' batin Zeta bertanya-tanya, pasalnya kantor sang suami tidak berada di sekitar wilayah ini.Terkejut bukan main saat di mobil tersebut tak hanya memperlihatkan sosok Bima di dalamnya, tetapi juga ada seor
Zeta baru saja selesai menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya, karena sekitar satu jam lagi mereka bertiga akan berlibur ke kebun binatang, maka dari itu Zeta harus memastikan suami dan anaknya sarapan terlebih dahulu.Untungnya hari ini butiknya bisa ia tinggal dan sedang tak ada pesanan gaun yang harus ia tangani secara langsung. Bima pun tampaknya sudah bersiap dan semangat untuk liburan kali ini.Drrrtt ... DrrrttSuara handphone Bima yang dalam mode getar pun membuat atensi Zeta tertuju pada panggilan telfon tesebut. Handphone yang diletakkan secara sembarang di atas meja makan oleh Bima, membuat Zeta pun dapat dengan jelas melihat siapa yang tengah menelfon suaminya pagi-pagi seperti ini.'Melda? lagi?' gumam Zeta dalam hatinya ketika membaca nama kontak yang tertera di layar handphone suaminya tersebut, belum sempat Zeta menyentuh ponsel itu, Bima menyambarnya dengan cepat."Hallo? iya?" ucap Bima berbicara dengan santai, bahkan di depan Zeta. Namun Zeta yang tak dapat mend
Akhir pekan ini aku dan Aziel memutuskan untuk pergi berbelanja kebutuhan bulanan. Awalnya kami berencana untuk berlibur ke sebuah tempat wisata. Tapi tak kusangka, Mas Bima dengan tega membatalkan liburan itu secara sepihak."Bunda, El boleh ambil ini?" tanya Aziel padaku, tangan mungilnya tengah memegang sebungkus permen coklat. Aku memberi jawaban dengan anggukan dan senyuman."Boleh, ambil yang banyak!" ucapku, membuat Aziel menatapku dengan binar mata dan senyuman. "Bunda memang yang terbaik!" puji anak lelaki itu, aku terkekeh mendengar ucapannya.Huft ... Aziel memang tak pernah gagal membuatku tersenyum. "El, kita ke sana, yuk! Bunda mau cari sayur dulu," ajakku, Aziel pun menurut dan mengekori langkahku.Aku berjalan mendekati area sayur-sayuran yang ada di mall itu. "Bunda, jangan lupa beli ayam!" ujar Aziel, ia menunjuk lemari pendingin yang berisikan daging-dagingan di dalamnya."Siap, Bos!" Aku memperagakan tangan seperti murid yang tengah hormat saat upacara bendera. Azie
"Ayo Bunda, kita samperin Ayah," ajak bocah kecil itu pada Zeta.Ketika Aziel menarik tangan Zeta, wanita itu menahannya. Zeta menggelengkan kepalanya. "Gausah El, ayo kita cepat pulang. Bunda buatkan ayam goreng crispy saja untuk makan siang," ujar wanita itu.Seakan terhipnotis dengan kata ayam goreng crispy, akhirnya Aziel mengabaikan ayahnya, bocah itu pun langsung menuruti ajakan sang bunda. Zeta menggenggam tangan mungil Aziel dan segera bergegas pergi dari tempat itu dengan perasaan yang dongkol."Awh ... sakit, Bunda!" rintih El, tatkala sang bunda memegang tangannya terlalu erat. Tak sadar rasa kesal Zeta tersalurkan dari genggamannya pada Aziel."Eh? maaf Sayang, maaf, ya? Bunda ga sengaja," ucap Zeta sembari mengelus tangan mungil Aziel.Anak lelaki itu sampai berkata, "Bunda lagi marah, ya? Bunda marah sama Aziel?" ucapnya, hati Zeta sampai terenyuh. 'Ya Tuhan! apa yang aku lakukan? sampai membuat El berpikiran seperti ini.'"Enggak El, Bunda ga marah kok. Apalagi sama El,
"El ... tidur, yuk? ini udah jam 9 malam loh, Sayang. Besok kan El harus sekolah," bujuk Zeta. Kini ia tengah kebingungan sendiri menghadapi keras kepalanya Aziel."Enggak! Aziel mau nungguin Ayah pulang! pasti Ayah sebentar lagi pulang, Ayah kan udah janji buat nonton bioskop malem ini," ucap Aziel dengan keras kepala.Meski sudah mendengar dari telinganya sendiri jika sang ayah tak akan bisa menonton bioskop bersamanya malam ini, El tetap bersiap dengan baju rapih yang lengkap dan menunggu sosok Bima di ruang tamu. Sudah lebih dari tiga jam El menunggu, bocah itu tetap yakin ayahnya akan datang.Zeta membuang napasnya kasar, entah harus membujuk Aziel yang bagaimana lagi supaya bocah itu mengerti, Akhirnya Zeta menyerah, ia pun turut menemani sang putra di ruang tamu. Beberapa kali Zeta menelfon Bima, namun tak di-angkat sama sekali. Mengirim pesan pun tak kunjung mendapatkan balasan."Gimana, Bunda? Ayah bentar lagi pulang, kan?" tanya Aziel ke
"Ayah kenapa pulangnya malem banget? Aziel kan jadi ketiduran nungguin Ayah," ucap bocah berusia 5 tahun itu pada Bima, sang ayah.Sekilas Bima beradu tatap dengan Zeta, namun istrinya itu malah membuang muka. Seakan Zeta tak mau membantunya untuk menghadapi bocah kecil itu. "Soalnya, Ayah kemarin kerjaannya ga bisa ditinggalin, El. Ayah harus selesain kerjaan itu secepatnya, jadi Ayah pulang larut malam," jelas Bima pada sang putra."Ayah ga bisa ninggalin kerjaan, tapi ayah bisa ninggalin Aziel dan Bunda sendirian?" tanya Aziel, kini Bima terdiam. Aziel berhasil membuatnya Bima merasa sangat bersalah."El, ayo cepat habiskan sarapannya, sebentar lagi Bunda antar ke sekolah," ujar Zeta, ia memecah keheningan antara anak dan ayah itu."Kalau gitu biar Ayah antar Aziel ke sekolah, mau? sekalian Ayah antar Bunda ke butik juga," tawar Bima.Wajah lesu El kembali ceria. "Mau!""Ga usah, biar aku sendiri yang mengantar El ke sekolah,"
"El, kenapa dari tadi melamun terus?" tanya seorang gadis sepantaran Aziel, kini mereka berdua tengah duduk di bangku taman bermain.Aziel tak menjawab, ia masih hanyut dalam pikirannya sendiri. Sampai ....Plak!"Awwhh ... sakit, Cha!" pekik Aziel, pasalnya gadis kecil itu menampar pipinya kuat-kuat."Hmph! makanya kalau ditanya itu jawab! jangan bengong!" protes Acha, ia melipat tangannya di dada dan menunjukkan wajah kesal pada lelaki di depannya itu."Bukan urusan Acha!" jawab Aziel tak kalah kesal, ia berdiri dan melangkah pergi menjauh dari Acha.Acha menghentakkan kaki saking kesalnya. "Hisss ... dasar! Aziel jahat!" "Kenapa? Acha, kamu seperti orang gila." Mia berkomentar seenaknya ketika melihat tingkah Acha."Mia! kamu juga ngeselin kaya Aziel!" protes Acha, ia reflek berlari mengejar langkah Aziel ke dalam kelas."Mereka berdua, sangat serasi. Serasi untuk menjadi musuh," ucap Mia dengan dat