Share

BAB 3 Pesan Dari Pelakor

"El, makan yuk, Sayang?" bujuk Zeta, kini ia tengah memegang sepiring nasi berisi lauk pauk kesukaan putranya, namun bocah kecil itu masih saja enggan untuk membukakan pintu kamarnya.

Saat ini Aziel sedang melakukan mogok makan, pasalnya sang bunda menolak ajakannya untuk berlibur ke kebun binatang bersama sang ayah.

"Kita ke kebun binatang kok El, Bunda janji, tapi ga sama Ayah, ya? Ayah lagi sibuk," ujar Zeta berdusta pada putranya.

"Gak mau! Bunda pasti bohong! itu kan hari libur, Ayah ga akan kerja di hari libur!" suara protes dari Aziel terdengar jelas di telinga Zeta, memang benar apa yang dikatakan oleh Aziel jika ayahnya tidak akan bekerja jika di hari libur.

Tapi apalah daya? Zeta tidak ingin anaknya terus-menerus bergantung pada sosok Bima, ayahnya. Karena mau tidak mau, Aziel harus menerima kenyataan pahit jika nantinya ia hanya akan berdua saja dengan Zeta.

Tumbuh menjadi seorang anak tanpa peran dari seorang ayah, apakah Aziel akan siap? sementara dirinya sangat tergantung oleh Ayah dan Bundanya.

Bima dan Zeta adalah dunia kebahagiaan bagi Aziel, bagaimana jadinya jika ia kehilangan salah satu dari mereka? tentu dunianya akan hancur lebur.

Menjadi seorang anak tunggal dari pasangan Bima dan Zeta adalah anugrah terindah bagi Aziel, pasalnya selain dilimpahkan oleh kecukupan materi, kasih sayang dan perhatian dari keduanya benar-benar melengkapi kesempurnaan hidup Aziel.

Kini Zeta sudah pasrah untuk membujuk Aziel, ia kemudian menuruni tangga untuk menuju dapur, sesak hatinya melihat seberapa kekeuh putra kesayangannya untuk bisa bersama ayahnya.

Ini baru hal tentang liburan saja, bagaimana kalau tentang perceraian? tentu hak asuh harus jatuh ke tangannya, karena Aziel adalah satu-satunya sosok berharga baginya sekarang.

"Bund? kok, nangis?" Suara bariton berhasil membuyarkan lamunan Zeta yang tengah duduk menangis di ruang makan sendirian.

Sesak di dadanya muncul saat melihat wajah Bima di hadapannya saat ini, ingin rasanya ia memukul, mencabik, menendang, dan menyayat sosok pria di hadapannya itu.

Dengan cepat Zeta menghapus air mata di pipinya, ia tak menjawab pertanyaan dari suaminya dan malah melenggang pergi menuju kamar.

"Loh? Bund? kenapa, sih?" tanya Bima, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bingung dirinya melihat sikap aneh sang istri tercintanya, padahal tadi pagi mereka masih baik-baik saja.

Mendengar suara bariton milik sang ayah, Aziel kemudian keluar kamar dan dengan terburu-buru menuruni tangga untuk menemui sang ayah.

"Ayah!" panggil Aziel dengan lantang, ia berlari menuju dekapan hangat sang ayah tercinta.

"Ayah! Ayah kenapa jahat banget, sih?" ucap Aziel pada sang ayah, hal itu membuat Bima kebingungan.

"Ayah, jahat? kenapa?" tanya Bima dengan bingung, ia tak mengerti dengan perkataan anaknya ini, apa ada hubungannya dengan sikap jutek Zeta?

"Iya, Ayah jahat! kata Bunda, Ayah gak bisa ikut Aziel ke kebun binatang karena sibuk, padahal itu kan hari libur," ujar Aziel menjelaskan, ia bahkan memanyunkan bibirnya karena kesal.

"Bisa kok! mana pernah Ayah menolak ajakan putra kecil Ayah yang manis ini," ucap Bima dengan sangat yakin sembari mengusap-usap rambut kepala Aziel yang lembut.

"Beneran? janji ya Ayah!" ucap anak lelaki berusia 5 tahun itu, ia bahkan memberikan jari kelingkingnya pada sang ayah untuk mengunci janji.

"Janji!" balas Bima, ia menautkan jari kelingking miliknya pada jari sang putra yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan jarinya.

****

"Kenapa kamu bilang ke El kalau aku ga bisa menemani kalian? kamu bahkan enggak memberitahu aku tentang ini," ucap Bima sesaat setelah masuk ke dalam kamar.

Lelaki itu melihat istrinya sedang memainkan handphonenya di kasur, 3 tahun berpacaran dan 6 tahun telah hidup bersama dalam ikatan pernikahan dengan Zeta, membuat Bima tahu betul jika istrinya saat ini pasti sedang marah padanya.

Entah hal apa yang membuat wanita dihadapannya saat ini sangat marah, ia merasa tak melakukan hal yang salah pada istrinya, bahkan tadi pagi mereka masih bercumbu mesra sebelum ia berangkat ke kantor.

Tak kunjung mendapat balasan dari sang istri, pria tampan itu duduk di sebelah Zeta, namun jangankan menjawab pertanyaannya, Zeta bahkan tidak melirik ke arah Bima.

"Kenapa? hmm?" suara Bima terdengar lembut saat merayu Zeta, dulu suara ini akan membuat Zeta luluh seketika, namun sekarang justru rasa jijik lah yang ada di hati Zeta saat ini.

"Dari mana kamu?" tanya Zeta dengan dingin, bahkan ia tak menatap ke arah suaminya. Melainkan terus menatap pada layar handphonenya.

"Dari mana? aku dari kerja lah Sayang, pertanyaan kamu aneh-aneh aja," jawab Bima tanpa beban, bahkan seperti orang yang benar-benar berkata jujur tanpa berbohong.

Entah kenapa, melihat Bima yang bisa berbicara tanpa beban seperti itu membuat hati Zeta merasa tercabik-cabik mendengarnya. Hati kecilnya benar-benar diinjak hingga hancur lebur oleh Bima.

Jangan bilang jika sebenarnya Bima dan Melda telah memiliki hubungan gelap dalam waktu yang lama? dan ia baru mengetahui kebusukan kedua orang itu sekarang?

Pikiran negatif Zeta sudah berhamburan entah kemana, banyak dugaan negatif yang muncul di benaknya saat ini. Jika terus begini, Zeta akan benar-benar gila dibuatnya.

"Oh, tapi aku tad-" ucapan Bima terputus oleh suara Aziel.

Anak kecil itu tanpa mengetuk pintu kamar, langsung menerobos masuk tanpa permisi, sembari membawa dua steel baju di tangan kecilnya.

"Ayah! Bunda! Aziel Minggu depan pake baju ini? atau ini?" tanya bocah tampan itu dengan sangat bersemangat, ia mengangkat tinggi-tinggi kedua pasang baju yang ada di tangannya saat ini.

"Coba sini, Ayah lihat dari dekat," ujar Bima dengan penuh senyuman, sementara Zeta hanya diam menyimak.

Aziel berjalan mendekat ke arah Bima, ia menunjukkan lebih dekat kedua pasang baju yang tengah ia pegang dengan tak sabar.

"Yang mana, Yah? El bingung deh, dua-duanya favoritnya El," ucap Aziel dengan suara yang menggemaskan di telinga Bima.

Bima memegangi dagunya, ia seolah memasang wajah serius dan bingung, membuat Aziel tak sabar mendengar pendapat dari sang ayah.

"Hmmm ... yang mana, ya? kalo kita ke kebun binatang, kayaknya ini lebih cocok deh!" ucap Bima sembari menunjuk sepasang baju berwarna coklat susu di tangan kanan Aziel.

"Ayah sama Bunda juga punya baju dengan warna yang persis seperti ini, nanti kita bisa couple bertiga, gimana?" timpal Bima lagi, tampak binar bahagia muncul pada wajah tampan Aziel.

"Beneran, Yah?" tanya Aziel pada Bima, dan dijawab dengan anggukan yang mantap.

"Bund? kok Bunda diam aja sih," protes Aziel, biasanya Zeta sang bundanya akan cerewet dan lebih semangat mengenai hal seperti ini. Ada apa dengan Bunda Zeta?

"Gak papa El, Bunda lagi tak enak badan," dusta Zeta, ia malah merebahkan dirinya dan tidur dengan posisi membelakangi suami serta anaknya.

Tampak wajah sedih Aziel saat ini melihat sikap dingin bundanya, Bima yang menyadari hal itu langsung mengajak Aziel keluar dari kamar untuk menonton acara film favorit mereka berdua.

"Acara filmnya sebentar lagi mulai El, ayo kita turun ke bawah," ajak Bima, tiba-tiba suasana sedih Aziel kembali ceria mendengar ajakan Bima.

Kedua ayah dan anak itu keluar bersama, dengan posisi Aziel yang telah tergendong di punggung ayahnya seperti seekor koala.

Tring ... Tring

Suara notif pesan, terdengar meresahkan di telinga Zeta. Perasaannya tengah sensitif saat ini, hingga mendengar suara notif pun ia merasa badmood.

Dengan kesal Zeta mengambil benda pipih milik suaminya itu untuk mengheningkan suara notifnya, namun ... niatnya urung saat melihat dari siapa pesan itu datang, notif itu berasal dari Melda.

[Mas, makasih ya atas semuanya, aku suka banget]

Memanas sudah kedua mata Zeta saat membaca pesan dari kontak suaminya itu, apa maksudnya dengan terima kasih? apa yang telah Bima beri? apanya yang Melda suka?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status