"Bunda, hari ini Aziel mau makan ayam goreng crispy, boleh?" pinta Aziel kecil dengan suaranya yang manis, tentu tak sampai hati Zeta mengabaikan permintaan sang putra tersayang.
"Boleh Sayang, pokoknya kamu belajar aja yang bener di sekolah, Bunda masakin ayam goreng crispy untuk makan siang El nanti," ujar Zeta."Bener ya, Bund!" ucap Aziel dengan semangat menggebu, lantas ia melambaikan tangannya untuk berpisah dengan bunda tercinta dan masuk ke dalam gedung sekolahnya."El, tungguin Acha!" seru seorang gadis kecil yang seumuran dengan Aziel, gadis itu berlari tergopoh-gopoh mengejar langkah Aziel."Ish! Acha ngapain sih nempelin Aziel mulu? risih tau!" gerutu Aziel dengan memasang wajah ngambeknya."Eitsss ... durhaka kamu bilang kaya gitu El ke Acha!" ucap Acha menghakimi sikap dingin Aziel."Durhaka? kan Acha bukan bundanya Aziel, kenapa bisa durhaka?" tanya Aziel dengan polosnya, membuat Mia yang melihat kejadian itu hanya menggelengkan kepalanya heran.Kedua sahabatnya itu tak pernah akur dan selalu melakukan hal yang konyol, sepertinya hanya dirinya lah yang waras di pertemanan ini."Karena Acha itu calon istri masa depan El, makanya El tuh ga boleh kasar, apalagi cuekin Acha!" tutur Acha dengan sangat percaya diri."Ish, ogah!" ucap Aziel dengan sarkas, membuat Acha benar-benar syok dibuatnya. Kenapa susah sekali mendapatkan hati Aziel sih?****"Selamat pagi Bu Zeta," sapa seorang pegawai wanita yang tengah berjaga di butik milik Zeta."Selamat pagi, pesanan gaun pengantin yang kemarin sudah di-ambil?" tanya Zeta, ia sembari melihat-lihat stok kain yang ada di penyimpanan butiknya."Oh, sudah Bu, pengantinnya sangat puas dengan desain gaun yang Ibu buat katanya," jawab sang pegawai wanita itu dengan senyuman."Alhamdulillah kalau begitu, saya ke lantai atas dulu ya, kamu berjaga saja di sini," ujar wanita cantik berusia 27 tahun itu, ia melangkahkan kakinya naik ke lantai dua gedung ini.Zeta selain seorang ibu rumah tangga, ia juga memiliki sebuah butik yang cukup besar dan terkenal. Butik itu adalah peninggalan mendiang sang ibu yang telah diwariskan kepadanya.Sedari kecil Zeta memang sudah tertarik dalam dunia fashion, ia melanjutkan kuliahnya di bidang yang serupa. Kemudian ia melanjutkan bisnis ibunya ini, hal itu didukung penuh oleh Bima.Butik yang dulunya tengah di ambang kebangkrutan, kini menjadi salah satu butik yang ternama di kota besar itu. Semua berkat usaha dan kerja keras Zeta, dan tentu saja dukungan dari sang suami yang selalu menyemangati dan mensupport Zeta.Entah bagaimana hubungan manis tanpa celah itu, kini tengah di ambang keretakan dan tak jelas akhirnya akan seperti apa dan bagaimana.Kini terlihat Zeta tengah berada di ruang kerjanya, wanita itu terlihat sedang fokus menggerakkan pensilnya di atas kertas, perlahan tangannya mulai menumpahkan imajinasinya dalam bentuk gambar desain sebuah baju.Di tengah keseriusannya, ia malah teringat oleh pesan yang ia baca di handphone milik Bima. Kini pikiran fokusnya malah buyar dan memikirkan yang tidak-tidak."Ga bisa! aku ga bisa kaya gini terus! bisa gila aku!" monolog Zeta pada dirinya sendiri."Gila kenapa, Bu?" tanya seorang karyawan wanita, di tangannya terlihat tengah memegang secangkir teh lemon untuk Zeta."Ah ... enggak Li, aku cuma lagi pusing aja, ga ada inspirasi lagi nih," dusta Zeta sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Hooo ... andai saya berbakat kaya Ibu, pasti saya bantu, hehe ...." ucap Lia dengan tertawa menampilkan deretan giginya."Sebenarnya bisa saja Li, otodidak pun juga bisa kalau kamu memang mau belajar," ujar Zeta memberikan motivasi pada Lia, namun tampaknya Lia sendiri yang tak berminat dari hati untuk menjadi seorang perancang baju."Ah Ndak lah Bu, riweh," ucap Lia, hal itu dibalas oleh gelengan kepala oleh Zeta."Halah, alesan aja kamu," timpal Zeta dan dibalas dengan ekspresi Lia yang malu-malu.Sejenak Zeta bisa melupakan perasaan penatnya saat ini, ia bersyukur masih ada hal-hal yang bisa menguatkan dirinya untuk tetap terus tegar dan kuat.Jika memang benar Bima bermain api di belakangnya, maka ia harus membulatkan tekadnya untuk berpisah, dan tentu saja dengan mendapatkan hak asuh Aziel.Dia tak rela jika putranya suatu saat akan tinggal dengan ibu penggantinya, tak akan! dan jangan pernah hal itu terjadi!****"Bu Zeta mau jemput Aziel, ya?" tanya Lia saat melihat bosnya keluar dari ruang kerja."Iya, satu jam lagi El pulang, dan aku belum masak untuknya. Aku titip butik ya?" pinta Zeta pada karyawan kepercayaannya itu."Siap, Bu!" jawab Lia bersemangat.Jarak antara rumah Zeta dan butik tak terlalu jauh, hanya sekitar 8 menit saja ia telah sampai di sebuah komplek perumahan miliknya dengan mengendarai mobil.Wanita cantik itu dengan cekatan langsung mengeksekusi bahan masakan yang ada di kulkasnya. Sesuai permintaan sang putra, hari ini ia memasak ayam goreng crispy favorit Aziel.Sekitar 30 menit, akhirnya selesai sudah tugas memasaknya. Kini ia kembali bersiap untuk menjemput sang putra yang sebentar lagi akan pulang dari sekolahnya.Meski Zeta memiliki sebuah bisnis, namun ia cukup pintar mengontrol waktunya untuk keluarga. Maka dari itu, Aziel tak pernah kehilangan sosok orang tua meski kedua orang tuanya sama-sama bekerja.Zeta selalu ada untuk Aziel, dan Bima juga tidak pernah menolak ajakan liburan bersama Aziel. Tak pernah terasa hampa sedikitpun hidup bocah kecil itu."Bunda!" panggil Aziel dengan sangat bersemangat."Gimana hari mu di sekolah, hmm?" tanya Zeta, pertanyaan yang tak pernah absen Zeta berikan pada sang putra semenjak ia masuk sekolah TK."Seru banget Bunda, tadi main ular tangga yang gede gitu, seru pokoknya!" ucap Aziel dengan riang."Assalamualaikum calon mama mertua!" sapa Acha."Wa'alaikumussalam calon menantu!" jawab Zeta dengan di-iringi gelak tawa."Ish ... Bunda, jangan panggil Acha kaya gitu, nanti dia ke Pd an" tukas Aziel dengan sebal."Lah? Tante Zeta aja setuju tuh! kok Aziel engga?" protes Acha, gemas sekali gadis kecil itu dengan tingkah dingin Aziel.Bagi Acha, makin ditolak oleh Aziel, maka makin berdebar jantung kecilnya! pantang menyerah sebelum mendapatkan hati El, dan menjadi kekasih Aziel suatu saat nanti adalah tujuan hidup Acha!"Enggak lah, Acha kan cerewet, nyebelin, suka ganggu, suka teriak-teriak, su-""Hey ... sudah-sudah, kok malah diperpanjang gitu debatnya, El gak boleh kasar gitu sama Acha!" tutur Zeta, hal itu membuat Aziel memanyunkan bibir mungilnya."Acha, hari ini mama kamu gak bisa jemput, Mama Sofia minta tante buat jemput kamu juga, ikut tante sama Aziel ya, Sayang? timpal Zeta lagi, tentu Acha tak akan menolak tiket emas itu."Oke Tante!" ucap gadis kecil itu dengan semangat 45.Mereka bertiga memasuki sebuah mobil Honda Accord berwarna putih milik Zeta, rumah Sofia bisa dibilang cukup jauh jaraknya, sekitar 30 menit perjalanan.Entah kenapa Sofia menyekolahkan anaknya sejauh itu, hingga 20 menit perjalanan anak-anak malah tertidur kelelahan. Zeta tetap fokus pada kemudinya.Mobilnya terhenti karena lampu merah, bak disambar petir di siang hari hati Zeta saat ini. Netra coklatnya melihat penampakan sang suami dan Melda yang kini tengah satu mobil bersama.Mobil itu lewat dengan begitu jelasnya, tepat di depan mobil Zeta yang tengah menunggu lampu merah. Genggaman tangannya pada stir mobil terkepal erat hingga urat-urat di tangannya terlihat mengeras."Mas Bima?"Ketika sedang menunggu lampu merah, Zeta melihat ke arah Aziel dan Acha yang tengah ketiduran bersama di kursi penumpang belakang.Meski awalnya mereka cek-cok dan berdebat ini dan itu, akhirnya karena lelah dan perjalanan yang panjang, kedua anak mungil itu tertidur pulas bersama.Zeta mengulas senyum saat melihat keduanya nampak seperti teman yang akur, ia kemudian melihat kearah jam tangan yang melilit di pergelangan tangan kirinya.Ternyata sudah 20 menit berlalu, sebentar lagi ia akan sampai tujuan. Sesaat setelahnya ia kembali fokus menatap ke depan, netra coklatnya terfokus pada satu titik.Sebuah mobil sedan bermerek Mercedes-Benz berwarna hitam melintas dengan kaca mobil depan yang terbuka, Zeta kenal betul siapa pemilik mobil tersebut.'Mas Bima? kenapa ada di sekitar sini?' batin Zeta bertanya-tanya, pasalnya kantor sang suami tidak berada di sekitar wilayah ini.Terkejut bukan main saat di mobil tersebut tak hanya memperlihatkan sosok Bima di dalamnya, tetapi juga ada seor
Zeta baru saja selesai menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya, karena sekitar satu jam lagi mereka bertiga akan berlibur ke kebun binatang, maka dari itu Zeta harus memastikan suami dan anaknya sarapan terlebih dahulu.Untungnya hari ini butiknya bisa ia tinggal dan sedang tak ada pesanan gaun yang harus ia tangani secara langsung. Bima pun tampaknya sudah bersiap dan semangat untuk liburan kali ini.Drrrtt ... DrrrttSuara handphone Bima yang dalam mode getar pun membuat atensi Zeta tertuju pada panggilan telfon tesebut. Handphone yang diletakkan secara sembarang di atas meja makan oleh Bima, membuat Zeta pun dapat dengan jelas melihat siapa yang tengah menelfon suaminya pagi-pagi seperti ini.'Melda? lagi?' gumam Zeta dalam hatinya ketika membaca nama kontak yang tertera di layar handphone suaminya tersebut, belum sempat Zeta menyentuh ponsel itu, Bima menyambarnya dengan cepat."Hallo? iya?" ucap Bima berbicara dengan santai, bahkan di depan Zeta. Namun Zeta yang tak dapat mend
Akhir pekan ini aku dan Aziel memutuskan untuk pergi berbelanja kebutuhan bulanan. Awalnya kami berencana untuk berlibur ke sebuah tempat wisata. Tapi tak kusangka, Mas Bima dengan tega membatalkan liburan itu secara sepihak."Bunda, El boleh ambil ini?" tanya Aziel padaku, tangan mungilnya tengah memegang sebungkus permen coklat. Aku memberi jawaban dengan anggukan dan senyuman."Boleh, ambil yang banyak!" ucapku, membuat Aziel menatapku dengan binar mata dan senyuman. "Bunda memang yang terbaik!" puji anak lelaki itu, aku terkekeh mendengar ucapannya.Huft ... Aziel memang tak pernah gagal membuatku tersenyum. "El, kita ke sana, yuk! Bunda mau cari sayur dulu," ajakku, Aziel pun menurut dan mengekori langkahku.Aku berjalan mendekati area sayur-sayuran yang ada di mall itu. "Bunda, jangan lupa beli ayam!" ujar Aziel, ia menunjuk lemari pendingin yang berisikan daging-dagingan di dalamnya."Siap, Bos!" Aku memperagakan tangan seperti murid yang tengah hormat saat upacara bendera. Azie
"Ayo Bunda, kita samperin Ayah," ajak bocah kecil itu pada Zeta.Ketika Aziel menarik tangan Zeta, wanita itu menahannya. Zeta menggelengkan kepalanya. "Gausah El, ayo kita cepat pulang. Bunda buatkan ayam goreng crispy saja untuk makan siang," ujar wanita itu.Seakan terhipnotis dengan kata ayam goreng crispy, akhirnya Aziel mengabaikan ayahnya, bocah itu pun langsung menuruti ajakan sang bunda. Zeta menggenggam tangan mungil Aziel dan segera bergegas pergi dari tempat itu dengan perasaan yang dongkol."Awh ... sakit, Bunda!" rintih El, tatkala sang bunda memegang tangannya terlalu erat. Tak sadar rasa kesal Zeta tersalurkan dari genggamannya pada Aziel."Eh? maaf Sayang, maaf, ya? Bunda ga sengaja," ucap Zeta sembari mengelus tangan mungil Aziel.Anak lelaki itu sampai berkata, "Bunda lagi marah, ya? Bunda marah sama Aziel?" ucapnya, hati Zeta sampai terenyuh. 'Ya Tuhan! apa yang aku lakukan? sampai membuat El berpikiran seperti ini.'"Enggak El, Bunda ga marah kok. Apalagi sama El,
"El ... tidur, yuk? ini udah jam 9 malam loh, Sayang. Besok kan El harus sekolah," bujuk Zeta. Kini ia tengah kebingungan sendiri menghadapi keras kepalanya Aziel."Enggak! Aziel mau nungguin Ayah pulang! pasti Ayah sebentar lagi pulang, Ayah kan udah janji buat nonton bioskop malem ini," ucap Aziel dengan keras kepala.Meski sudah mendengar dari telinganya sendiri jika sang ayah tak akan bisa menonton bioskop bersamanya malam ini, El tetap bersiap dengan baju rapih yang lengkap dan menunggu sosok Bima di ruang tamu. Sudah lebih dari tiga jam El menunggu, bocah itu tetap yakin ayahnya akan datang.Zeta membuang napasnya kasar, entah harus membujuk Aziel yang bagaimana lagi supaya bocah itu mengerti, Akhirnya Zeta menyerah, ia pun turut menemani sang putra di ruang tamu. Beberapa kali Zeta menelfon Bima, namun tak di-angkat sama sekali. Mengirim pesan pun tak kunjung mendapatkan balasan."Gimana, Bunda? Ayah bentar lagi pulang, kan?" tanya Aziel ke
"Ayah kenapa pulangnya malem banget? Aziel kan jadi ketiduran nungguin Ayah," ucap bocah berusia 5 tahun itu pada Bima, sang ayah.Sekilas Bima beradu tatap dengan Zeta, namun istrinya itu malah membuang muka. Seakan Zeta tak mau membantunya untuk menghadapi bocah kecil itu. "Soalnya, Ayah kemarin kerjaannya ga bisa ditinggalin, El. Ayah harus selesain kerjaan itu secepatnya, jadi Ayah pulang larut malam," jelas Bima pada sang putra."Ayah ga bisa ninggalin kerjaan, tapi ayah bisa ninggalin Aziel dan Bunda sendirian?" tanya Aziel, kini Bima terdiam. Aziel berhasil membuatnya Bima merasa sangat bersalah."El, ayo cepat habiskan sarapannya, sebentar lagi Bunda antar ke sekolah," ujar Zeta, ia memecah keheningan antara anak dan ayah itu."Kalau gitu biar Ayah antar Aziel ke sekolah, mau? sekalian Ayah antar Bunda ke butik juga," tawar Bima.Wajah lesu El kembali ceria. "Mau!""Ga usah, biar aku sendiri yang mengantar El ke sekolah,"
"El, kenapa dari tadi melamun terus?" tanya seorang gadis sepantaran Aziel, kini mereka berdua tengah duduk di bangku taman bermain.Aziel tak menjawab, ia masih hanyut dalam pikirannya sendiri. Sampai ....Plak!"Awwhh ... sakit, Cha!" pekik Aziel, pasalnya gadis kecil itu menampar pipinya kuat-kuat."Hmph! makanya kalau ditanya itu jawab! jangan bengong!" protes Acha, ia melipat tangannya di dada dan menunjukkan wajah kesal pada lelaki di depannya itu."Bukan urusan Acha!" jawab Aziel tak kalah kesal, ia berdiri dan melangkah pergi menjauh dari Acha.Acha menghentakkan kaki saking kesalnya. "Hisss ... dasar! Aziel jahat!" "Kenapa? Acha, kamu seperti orang gila." Mia berkomentar seenaknya ketika melihat tingkah Acha."Mia! kamu juga ngeselin kaya Aziel!" protes Acha, ia reflek berlari mengejar langkah Aziel ke dalam kelas."Mereka berdua, sangat serasi. Serasi untuk menjadi musuh," ucap Mia dengan dat
"Bukankah reaksi Anda terlalu berlebihan? ini hanyalah sekotak susu coklat, apa Anda tidak bisa mengalah dengan yang lebih muda?" Melda menyunggingkan senyum, yang entah kenapa senyuman itu membuat Zeta merasa ingin mencabik-cabik wajah wanita yang ada di depannya saat ini."Kenapa harus saya yang mengalah? saya duluan yang mengambil ini, maka saya yang lebih berhak," ucap Zeta penuh penekanan."Kau tahu? apa yang lebih murah dari susu kotak ini?" Zeta tersenyum hambar, sementara Melda hanya diam menyimak."Wanita yang melewati batasan dan tidak bisa menjaga harga dirinya," bisik Zeta. Setelah mengatakan kalimat itu, Zeta melenggang pergi meninggalkan Melda yang masih terdiam di tempatnya.Melda menatap kepergian istri atasannya itu dengan tatapan yang entah. "Feeling seorang istri memang kuat, ya? hmmm ... kalau sudah begini, aku lakukan saja secara terang-terangan."****"Bunda ...." Aziel berlari menghampiri Zeta yang sudah menunggunya di depan sekolah. "Bagaimana sekolah El hari