Air mata mengalir deras di pipi mulus seorang wanita berusia 25 tahun, kini netra indahnya nampak tertuju pada sebuah adegan mesra di depannya.Wanita cantik itu bernama Zeta, semua bermula saat ia datang ke sebuah kafe untuk bertemu kangen dengan sahabat-sahabatnya, ternyata dirinya datang lebih awal beberapa menit dari seharusnya.Setelah mengantar putranya ke sekolah TK, ia langsung menuju ke tempat janjiannya bersama Anni dan Sofia, sahabatnya. Kafe itu memiliki kaca yang besar dan tembus pandang, hingga Zeta bisa leluasa melihat pemandangan luar.Sembari menunggu Anni dan Sofia, ia meminum teh lemon favoritnya. Sesekali ia melihat ke arah luar jendela kaca, nampak ramai suasana kota hari ini, hingga manik matanya menangkap dua sosok yang ia sangat kenali.Di sebrang kafe yang tengah Zeta singgahi, terlihat sepasang pria dan wanita tengah asik mengobrol ria. Terlihat jelas jika sosok itu adalah Bima, suami Zeta.Sedangkan wanita yang tengah berbincang akrab dengan suaminya itu ada
Tubuh Zeta tiba-tiba melemas dan tak kuat lagi kedua kakinya untuk berdiri, membuat dirinya jatuh tersungkur ke lantai dalam keadaan terduduk lemas."Zeta!" Sofia panik melihat sahabatnya yang tengah terduduk sambil menangis sesenggukan di lantai.Resepsionis yang melihat hal itu pun merasa serba salah dibuatnya, apakah seharusnya ia tak berkata dengan jujur?Hingga seorang satpam hotel menghampiri tiga wanita tersebut, yang satu sedang menangis dan dua lainnya panik serta sibuk menenangkan temannya."Ada apa ini? kok ribut-ribut," tanya seorang satpam hotel tersebut, ia melirik ke arah sang resepsionis, namun ia malah mendapat gelengan kepala dari sang resepsionis, dan satpam itu diperintahkan untuk tidak perlu ikut campur.Mendapat isyarat dari rekan kerjanya tersebut, akhirnya sang satpam kembali ke tempatnya berjaga, entahlah apa yang terjadi sebenarnya, untungnya hotel ini tidak dalam kondisi yang ramai."Ta? kamu ga mau ngecek dulu? siapa tau engga seperti yang kamu pikirin," buj
"El, makan yuk, Sayang?" bujuk Zeta, kini ia tengah memegang sepiring nasi berisi lauk pauk kesukaan putranya, namun bocah kecil itu masih saja enggan untuk membukakan pintu kamarnya.Saat ini Aziel sedang melakukan mogok makan, pasalnya sang bunda menolak ajakannya untuk berlibur ke kebun binatang bersama sang ayah."Kita ke kebun binatang kok El, Bunda janji, tapi ga sama Ayah, ya? Ayah lagi sibuk," ujar Zeta berdusta pada putranya."Gak mau! Bunda pasti bohong! itu kan hari libur, Ayah ga akan kerja di hari libur!" suara protes dari Aziel terdengar jelas di telinga Zeta, memang benar apa yang dikatakan oleh Aziel jika ayahnya tidak akan bekerja jika di hari libur.Tapi apalah daya? Zeta tidak ingin anaknya terus-menerus bergantung pada sosok Bima, ayahnya. Karena mau tidak mau, Aziel harus menerima kenyataan pahit jika nantinya ia hanya akan berdua saja dengan Zeta.Tumbuh menjadi seorang anak tanpa peran dari seorang ayah, apakah Aziel akan siap? sementara dirinya sangat tergantun
"Bunda, hari ini Aziel mau makan ayam goreng crispy, boleh?" pinta Aziel kecil dengan suaranya yang manis, tentu tak sampai hati Zeta mengabaikan permintaan sang putra tersayang."Boleh Sayang, pokoknya kamu belajar aja yang bener di sekolah, Bunda masakin ayam goreng crispy untuk makan siang El nanti," ujar Zeta."Bener ya, Bund!" ucap Aziel dengan semangat menggebu, lantas ia melambaikan tangannya untuk berpisah dengan bunda tercinta dan masuk ke dalam gedung sekolahnya."El, tungguin Acha!" seru seorang gadis kecil yang seumuran dengan Aziel, gadis itu berlari tergopoh-gopoh mengejar langkah Aziel."Ish! Acha ngapain sih nempelin Aziel mulu? risih tau!" gerutu Aziel dengan memasang wajah ngambeknya."Eitsss ... durhaka kamu bilang kaya gitu El ke Acha!" ucap Acha menghakimi sikap dingin Aziel."Durhaka? kan Acha bukan bundanya Aziel, kenapa bisa durhaka?" tanya Aziel dengan polosnya, membuat Mia yang melihat kejadian itu hanya menggelengkan kepalanya heran.Kedua sahabatnya itu tak
Ketika sedang menunggu lampu merah, Zeta melihat ke arah Aziel dan Acha yang tengah ketiduran bersama di kursi penumpang belakang.Meski awalnya mereka cek-cok dan berdebat ini dan itu, akhirnya karena lelah dan perjalanan yang panjang, kedua anak mungil itu tertidur pulas bersama.Zeta mengulas senyum saat melihat keduanya nampak seperti teman yang akur, ia kemudian melihat kearah jam tangan yang melilit di pergelangan tangan kirinya.Ternyata sudah 20 menit berlalu, sebentar lagi ia akan sampai tujuan. Sesaat setelahnya ia kembali fokus menatap ke depan, netra coklatnya terfokus pada satu titik.Sebuah mobil sedan bermerek Mercedes-Benz berwarna hitam melintas dengan kaca mobil depan yang terbuka, Zeta kenal betul siapa pemilik mobil tersebut.'Mas Bima? kenapa ada di sekitar sini?' batin Zeta bertanya-tanya, pasalnya kantor sang suami tidak berada di sekitar wilayah ini.Terkejut bukan main saat di mobil tersebut tak hanya memperlihatkan sosok Bima di dalamnya, tetapi juga ada seor
Zeta baru saja selesai menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya, karena sekitar satu jam lagi mereka bertiga akan berlibur ke kebun binatang, maka dari itu Zeta harus memastikan suami dan anaknya sarapan terlebih dahulu.Untungnya hari ini butiknya bisa ia tinggal dan sedang tak ada pesanan gaun yang harus ia tangani secara langsung. Bima pun tampaknya sudah bersiap dan semangat untuk liburan kali ini.Drrrtt ... DrrrttSuara handphone Bima yang dalam mode getar pun membuat atensi Zeta tertuju pada panggilan telfon tesebut. Handphone yang diletakkan secara sembarang di atas meja makan oleh Bima, membuat Zeta pun dapat dengan jelas melihat siapa yang tengah menelfon suaminya pagi-pagi seperti ini.'Melda? lagi?' gumam Zeta dalam hatinya ketika membaca nama kontak yang tertera di layar handphone suaminya tersebut, belum sempat Zeta menyentuh ponsel itu, Bima menyambarnya dengan cepat."Hallo? iya?" ucap Bima berbicara dengan santai, bahkan di depan Zeta. Namun Zeta yang tak dapat mend
Akhir pekan ini aku dan Aziel memutuskan untuk pergi berbelanja kebutuhan bulanan. Awalnya kami berencana untuk berlibur ke sebuah tempat wisata. Tapi tak kusangka, Mas Bima dengan tega membatalkan liburan itu secara sepihak."Bunda, El boleh ambil ini?" tanya Aziel padaku, tangan mungilnya tengah memegang sebungkus permen coklat. Aku memberi jawaban dengan anggukan dan senyuman."Boleh, ambil yang banyak!" ucapku, membuat Aziel menatapku dengan binar mata dan senyuman. "Bunda memang yang terbaik!" puji anak lelaki itu, aku terkekeh mendengar ucapannya.Huft ... Aziel memang tak pernah gagal membuatku tersenyum. "El, kita ke sana, yuk! Bunda mau cari sayur dulu," ajakku, Aziel pun menurut dan mengekori langkahku.Aku berjalan mendekati area sayur-sayuran yang ada di mall itu. "Bunda, jangan lupa beli ayam!" ujar Aziel, ia menunjuk lemari pendingin yang berisikan daging-dagingan di dalamnya."Siap, Bos!" Aku memperagakan tangan seperti murid yang tengah hormat saat upacara bendera. Azie
"Ayo Bunda, kita samperin Ayah," ajak bocah kecil itu pada Zeta.Ketika Aziel menarik tangan Zeta, wanita itu menahannya. Zeta menggelengkan kepalanya. "Gausah El, ayo kita cepat pulang. Bunda buatkan ayam goreng crispy saja untuk makan siang," ujar wanita itu.Seakan terhipnotis dengan kata ayam goreng crispy, akhirnya Aziel mengabaikan ayahnya, bocah itu pun langsung menuruti ajakan sang bunda. Zeta menggenggam tangan mungil Aziel dan segera bergegas pergi dari tempat itu dengan perasaan yang dongkol."Awh ... sakit, Bunda!" rintih El, tatkala sang bunda memegang tangannya terlalu erat. Tak sadar rasa kesal Zeta tersalurkan dari genggamannya pada Aziel."Eh? maaf Sayang, maaf, ya? Bunda ga sengaja," ucap Zeta sembari mengelus tangan mungil Aziel.Anak lelaki itu sampai berkata, "Bunda lagi marah, ya? Bunda marah sama Aziel?" ucapnya, hati Zeta sampai terenyuh. 'Ya Tuhan! apa yang aku lakukan? sampai membuat El berpikiran seperti ini.'"Enggak El, Bunda ga marah kok. Apalagi sama El,