Setelah puas berkeliling Jakarta dengan menggunakan helikopter pribadi milik saudara Juna, kedua orang tua dan sang anak itu pun mencari tempat duduk kosong di taman yang tak jauh dari tempat parkir helikopter. “Duduk di sana dulu. Bunda mau beli minum,” ujar Rachel. Menyuruh Noah dan ayahnya untuk duduk di kursi panjang yang sedang kosong. Selesai membeli minuman dan membeli gulali kapas untuk Noah, Rachel lantas menyusul kedua manusia kembar yang sedang asik berbincang- bincang di atas kursi tersebut. Benar kata Juna, Noah adalah Juna versi share in jar. Mereka memiliki kemiripan dengan tingkat 99%. Matanya, hidungnya, bibirnya, benar- benar jiplakan dari wajah Juna. Entahlah, Rachel hanya kebagian hikmahnya saja. “Nih.” Rachel memberikan satu minumannya pada Juna, dan memberikan gulali kapasnya pada Noah. “Makasih, Bunda,” ujar Juna. Membuat Rachel langsung menatapnya jijik. Setelah itu, ia lantas membuka botol minumannya sendiri, lalu ia berikan pada sang anak yang sedang asi
“Aku mau ngenalin Noah ke orang tuaku, boleh?” tanya Juna pada Rachel. Saat ini mereka bertiga sedang makan malam bersama. Tadi Rachel sempat ingin memasak saja. Namun karena di kulkas Juna tidak ada bahan- bahan masakan, jadinya mereka memutuskan untuk membeli lewat online saja. “Kalau cuma buat direndahin aja, mending jangan. Keluarga kamu mana mau, nerima anak dari perempuan kotor,” balas Rachel ketus. Membuat Juna langsung menghembuskan napasnya kasar. Pria itu meletakkan sendoknya di atas piring, kemudian menatap Rachel yang sedang fokus menonon tayangan video di ponselnya sambil memakan makanannya dengan lambat, seperti orang yang tidak napsu makan. “Chel, jangan gitu dong. Bisa kan, kita nggak usah bahas masa lalu lagi? Lagian aku juga udah minta maaf, dan aku juga lagi berusaha biar bisa jadi Ayah yang baik.” “Oh, jelas nggak bisa! Semua omongan jahat kamu di masa lalu masih tersimpan rapi di otakku.” Lagi- lagi Juna hanya bisa menghela napas. Dari pada semakin ribut, i
Alan berjalan menghampiri Rachel dan teman- temannya dengan Noah yang berada digendongannya. Ia tersenyum tipis pada Rachel yang masih terperangah kaget. “Kamu kok masih di sini? Dari tadi aku nungguin kamu loh,” ujar Alan seraya menarik pinggang Rachel agar mendekat ke tubuhnya. Sedangkan Rachel yang masih kebingungan hanya bisa terdiam dan menurut saja. “Suaminya Rachel ya?” tanya wanita berkaca mata. Alan hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Kemudian wanita berkaca mata tersebut mengulurkan tangannya, mengajak Alan untuk berjabat tangan. “Aku Alsha, teman SMA Rachel,” ucapnya, setelah Alan menerima jabatan tangannya. “Alan,” balas Alan singkat. Kini giliran wanita yang berdiri di samping Alsha yang mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Alan. “Aku Tiffany. Teman Rachel juga,” ucapnya. Sedangkan Alan hanya mengangguk- anggukkan kepalanya saja. Setelah itu, giliran wanita berambut pirang yang mengulurkan tangannya. Namun kali ini, Alan tidak menerimanya. “A
Pagi yang sangat menyebalkan bagi Rachel. Di saat sedang enak- enaknya tidur, tiba- tiba ia dibangunkan oleh Ida karena air banjir sudah mulai memasuki rumahnya. Ya, dari semalam memang hujan turun tiada henti sampai pagi ini. Akibatnya, selokan menjadi penuh dan air mulai memasuki rumah warga. Dari dulu, perumahan di gang ini memang selalu rawan banjir. Makanya Rachel tidak heran, karena ini bukan yang pertama kalinya. Dan saat ini, ia dan Noah sedang menunggu jemputan dari Alan di pinggir jalan raya. Setelah mengamankan semua barang- barang di rumahnya tadi, ia langsung mengajak anaknya untuk menjauh dari area banjir, karena takut terjadi hal- hal yang tidak diinginkan. Beruntungnya ia memiliki Alan yang selalu ada dan siap sedia membantunya sepanjang waktu. Tidak perlu repot- repot mencari tempat untuk mengungsi, karena rumah besar Alan siap menampungnya setiap saat. “Kok lama banget, Bun?” tanya Noah. Rachel melirik jam tangannya. Mereka berdiri di sini sudah hampir dua puluh
“Makasih banyak, Tuan William,” ujar Rachel seraya memberikan kunci mobilnya pada Juna. Juna terkekeh. Kemudian ia lantas melajukan mobilnya, meninggalkan area Supermarket tersebut. “Keren kan, aku? Udah kayak Superhero yang tiba- tiba datang buat nolongin kamu,” ujar Juna. Membuat Rachel langsung memutarkan bola matanya malas. “Iya, deh. Si paling Superhero,” balas Rachel. Membuat Juna kembali tertawa kecil. “Kenapa nyusul ke sini?” tanya Rachel. “Pengen belanja juga, tapi nggak jadi,” jawabnya. “Kenapa nggak jadi?” “Tadi aku baru sampai. Belum sempat ambil belanjaan, tapi udah lihat kamu ketemu sama Airin. Yaudah, aku ikutin aja drama kamu.” Rachel terkekeh sambil mengeluarkan air mata. Kemudian ketika Juna menatapnya, ia langsung buru- buru menghapus air matanya. “Aku nggak tau, rencana apa yang udah dibuat sama Tuhan. Padahal lima tahun belakangan ini, aku sama Noah udah hidup tenang dan bahagia. Tapi akhir- akhir ini, banyak banget pengganggu dari masa lalu yang tiba-
Alan berjalan memasuki sebuah cafe dengan langkah cepat. Pagi ini, ia ada pertemuan dengan seseorang untuk membahas perihal pekerjaan. Karena tadi sempat terjebak macet, jadi ia terlambat selama beberapa menit. “Maaf, saya terlambat,” ujar Alan seraya mendudukkan dirinya di kursi. Seorang wanita yang duduk di depannya itu pun mengangguk seraya tersenyum manis. “Tidak masalah,” balasnya. Tak lama kemudian, ada seorang pelayan cafe yang mengantar minuman ke meja mereka. “Saya tidak tau, apa minuman kesukaan anda. Jadi saya pesankan orange juice,” ujar wanita itu. Sedangkan Alan hanya mengangguk sembari meminum orange juice tersebut. “Mau langsung membahas pekerjaan?” tanya Alan. Wanita itu mengangguk. “Oh iya, saya perkenalkan diri saya dulu ya. Nama saya Airin. Saya teman David, sekaligus pemilik Villa yang waktu itu dibeli oleh David. Kedatangan saya ke sini bukan cuma untuk membahas investasi saham saja, tapi juga ingin membicarakan soal Villa yang saat ini sudah jatuh ke tanga
Sedari tadi, Airin terus mondar mandir ke sana ke mari sambil berusaha menghubungi seseorang di ponselnya. Wanita itu tampak sangat gelisah, hingga terlihat seperti ingin menangis. “Papa ke mana aja, sih? Dari tadi Airin telepon nggak diangkat- angkat,” omelnya. Ketika panggilannya dengan sang Papa sudah tersambung. “Tadi masih ada tamu.” Wanita itu berdecak kesal. Kemudian ia lantas mendudukkan dirinya di kursi dengan wajah yang masih cemberut. “Airin punya berita gawat nih,” ucapnya kesal. “Apa?” “Ternyata Investor yang Airin temuin itu suaminya Rachel, Pa! Mereka berdua udah nikah. Gimana dong, kalau dia nolak buat bantuin kita? Airin yakin, dia pasti udah kena hasutan si Rachel,” cerocosnya. “Rachel siapa? Rachel adek kamu?” “Iya. Rachel anak lo, Indra! Emang Rachel siapa lagi?” “Kok bisa?” “Ya mana Airin tau! Pakai guna- guna kali. Mana mungkin, cowo ganteng kaya raya mau sama cewe kotor kayak dia.” “Udah, udah. Mending kamu sekarang fokus sama urusan kamu aja.
Rachel meraba- raba ponselnya yang bergetar sedari tadi. Matanya masih mengantuk, tapi terpaksa harus bangun karena tidak kuat menahan berisiknya ponselnya sendiri.Ia berdecak kesal. Ternyata panggilan telepon dari Juna. Mau mengabaikan, tapi sepertinya penting sekali. Sampai ada lima panggilan tak terjawab dari pria itu.“Kenapa?” tanya Rachel, ketika panggilannya sudah tersambung.“Cepat keluar rumah.” “Males. Masih ngantuk.”“Astaga... baru bangun tidur ternyata.” “Hmm.”“Cepat mandi, kalau gitu. Aku mau ngasih kamu surprise.” “Males. Lain kali aja.”“Emang kamu nggak ingat, sekarang hari apa?” “Hari rabu.”Terdengar suara helaan napas pria itu. Membuat Rachel langsung memutarkan bola matanya malas. Dramatis sekali, pikirnya.“Kenapa? Emang ada yang spesial?” tanya Rachel. Membuat Juna langsung menghembuskan napasnya kasar.“Kamu gak lagi amnesia, kan?” “Apa, sih? Ngomong yang jelas. Nggak usah basa- basi. Aku lagi males ngomong,” kesal Rachel.“Sekarang hari ulang tahun kam