"Papa, sakit…"
Di dalam kamar inap, tampak seorang anak perempuan terbaring menyedihkan di atas ranjang. Melihat kondisi anaknya seperti itu, hati Seno yang merupakan sang Ayah dari anak perempuan itu seketika sakit bukan main. Felicia, anak perempuannya berusia 5 tahun itu mengidap penyakit gagal jantung stadium akhir. Dan langkah terakhir untuk menyelamatkan nyawanya adalah dengan operasi transplantasi jantung dan membutuhkan biaya 5 miliar. Seno yang hanya bekerja sebagai office boy, tentu tidak memiliki uang sebanyak itu. Mengusap lembut kepala anaknya, Seno berujar, "Tahan dulu ya, Nak. Papa akan usahakan cari uangnya supaya kamu bisa segera dioperasi." "Apa kalau aku dioperasi, aku sudah tidak akan merasakan sakit seperti ini lagi, Pa?" tanya Felicia parau. Sorot matanya penuh harap. Seno mengangguk seraya tersenyum getir. "Benar, sayang. Felicia sudah tidak akan merasakan sakit seperti ini lagi kalau dioperasi!" Selagi Seno tengah menguatkan juga menyemangati sang buah hati, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana dan melihat nama sang istri terpampang jelas di layar. Dia pun langsung duduk di kursi yang ada di kamar inap tersebut sembari menerima panggilan masuk dari sang istri. "Shinta, kamu di mana? Kenapa kamu tidak segera kembali ke sini?" tanya Seno begitu menerima panggilan tersebut. "Ke parkiran rumah sakit sekarang, Seno!" potong Shinta mendadak, tanpa menjawab pertanyaan sang suami sebelumnya. "Ibu dan Ayah mau meminjamkan kita uang untuk operasi Felicia!" Seketika Seno terperangah! Mencerna dalam sepersekian detik, lalu wajahnya menjadi berbinar-binar. "Sungguh? Ayah dan Ibu mau meminjamkan kita uang?!" ulang Seno hendak memastikan ia tidak salah dengar. Shinta langsung membenarkan. "Cepat! Datang ke sini! Aku tunggu!" "Baik. Aku akan segera ke sana!" Mendadak, senyuman lebar menghiasi bibir Seno. Dia merasa begitu terharu. Berulang kali mengucap syukur atas kebaikan mertuanya. Lalu, Seno pun bergegas keluar kamar menuju parkiran rumah sakit. Sesampainya di sana, Seno dibuat bingung ketika Ibu mertuanya langsung menyodorkan sebuah dokumen padanya. "Dokumen apa ini, Bu?" tanyanya dengan kening berkerut. "Dokumen perceraian!" jawab Nina ketus sambil menatap Seno tajam, "tidak usah banyak tanya! cepat, tanda tangani dokumen itu!" Sontak, Seno membelalak! Apa-apaan ini?! Bukan kah ... Seno pun langsung menatap Shinta, seakan ingin meminta penjelasan darinya. Akan tetapi, Shinta buru-buru menundukan kepala. Kentara tidak mau menjelaskan perihal apa yang ia katakan tadi sebab ia berbohong. Di sisi lain, Seno tidak habis pikir, kedua mertuanya kembali mendesak dirinya untuk bercerai dengan Shinta di saat-saat seperti ini? Pegangan tangan Seno pada dokumen itu pun mengetat. Wajahnya tiba-tiba mengeras. Sebelumnya, ia pernah mengalami kejadian yang sama. Salah satu pewaris keluarga kaya raya di kota ini bernama Nathan membuat nota perjanjian dengan keluarga istrinya akan membayar seluruh biaya pengobatan Felicia, tapi dengan syarat ia harus merelakan Shinta pada pria itu. Jelas Seno menolak! Karena hal tersebut, kedua mertuanya murka. Alhasil, Seno dan anaknya diusir dari rumah. Selama beberapa bulan, keduanya terlunta-lunta di jalanan dan hidup dengan susah payah. "Bukan kah sudah kukatakan, kalau aku tidak mau bercerai dengan Shinta!" tegas Seno, dia kemudian menambahkan sambil menggeleng. "Aku tidak mau menandatanganinya, Bu, Yah!" Mendengar hal tersebut, Nina dan Darius terhenyak. Padahal mereka berdua mengira kalau Seno akan setuju kali ini bercerai dengan Shinta sebab biaya operasi Felicia yang sangat besar. Namun, Seno tetap bersikeras menolaknya seperti waktu itu? Sebenarnya, alasan lain mereka berdua melakukan hal ini karena kondisi perusahaan yang sedang terpuruk dan membutuhkan modal besar. Nathan kembali mengulurkan tangan dengan menyuntikan dana ke perusahaan mereka. Tidak hanya itu, kali ini Nathan juga akan memberikan uang operasi Felicia. Namun, dengan syarat yang sama, Shinta harus bercerai dengan Seno dan menikah dengannya. Nina dan Darius sama sekali tidak masalah, malahan merasa sangat senang. Demikian, Shinta akan hidup bahagia setelah ini bersama Nathan dan terbebas dari suami miskin dan tidak berguna seperti Seno! Di saat ini, Nina menatap tajam Seno. "Kamu mau Felicia cepat dioperasi atau tidak bodoh?!" bentak Nina, "kamu mau melihat anakmu tersiksa terus-terusan?!" Seno terdiam di tempatnya. Ia tidak ingin kehilangan anaknya, tapi jika itu berarti kehilangan istrinya juga? Ia tidak mau Felicia semakin menderita ketika tahu ia dan Shinta bercerai! Darius, dengan wajah memerah angkat bicara, "Dengar hal ini baik-baik benalu! Perusahaan sedang terpuruk dan kau sebagai menantuku tidak bisa berbuat apa-apa. Malah, bisanya cuma membuat susah saja dan Nathan akan menyelesaikan semua masalah yang sedang kita hadapi. Kau harus menerimanya. Makanya, jangan jadi menantu yang hanya menjadi beban kalau tidak mau istrinya direbut orang!" Mendapat cacian itu, Seno hanya bisa menggeleng penuh amarah juga kekecewaan ke arah kedua mertuanya. Memang, apa yang dikatakan mertuanya itu benar bahwa dirinya begitu tidak berguna di keluarga sang istri. Sebagai menantu, ia tidak pernah sekalipun berkontribusi pada perusahaan keluarga. Seno dan Shinta menikah atas dasar perjodohan yang dilakukan oleh kakek Shinta. Namun, sekarang kakeknya Shinta sudah meninggal. Jadi, sudah tidak akan ada yang bisa menghalangi keduanya untuk membuat Shinta dan Seno berpisah. Shinta yang menginginkan anaknya segera dioperasi merasa harus dapat meyakinkan suaminya meski berat. "Kumohon, Seno. Turuti saja permintaan Ayah dan Ibuku. Segera tanda tangani dokumen perjanjian itu. Demi Felicia!" Perkataan istrinya itu membuat Seno tersadar dari lamunannya. Ia pun langsung menoleh menatap Shinta dengan kaget. Shinta malah menyuruhnya untuk mendatanganinya? Namun, air mata yang menggenang di pelupuk mata Shinta menyiratkan jika istrinya pun enggan hal itu terjadi. Seno menggeleng seraya menggertakan giginya. "Tidak, Shinta. Aku tetap tidak mau! Kita bisa cari cara lain–" "Tidak ada cara lain, Seno! Hanya ini satu-satunya cara!"sergah Shinta pasrah. Sementara itu, Darius dan Nina kehilangan kesabaran! Tiba-tiba... Plak! Mendadak, sebuah tamparan keras diterima Seno. Dia menoleh, mendapati bahwa orang yang barusan menamparnya adalah Ayah mertuanya. Setelah itu, Darius balik badan dan memberi perintah kepada pengawal-pengawalnya. "Hajar dia!!!" Tanpa pikir panjang, pengawal-pengawal itu langsung merangsek maju dan meninju wajah Seno. Selagi mereka menghajar Seno, Nina dan Darius memaksa Shinta pergi dari sana. "Ayah, jangan tarik aku! Aku tak mau meninggalkan anakku di sana!" "Shinta! Mau sampai kapan kamu seperti ini?! Anakmu yang penyakitan, dan suamimu yang tak berguna! Mau sampai kapan kamu sama tidak bergunanya dengan mereka?!" Suara teriakan Shinta semakin menjauh, sementara Seno hanya bisa meringis kesakitan tatkala pengawal-pengawal Darius selesai memukulinya dan meninggalkannya. Dengan wajah lebam dan hati hancur, Seno kembali ke kamar inap anaknya. Namun, sesampainya di sana, seorang wanita cantik dan anggun menyambutnya di depan pintu. Begitu tatapan keduanya bertemu, wanita itu terbeliak! Dia pun bergegas menghampiri Seno. "Kakak! Akhirnya, aku menemukanmu..."Ratna menarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan emosinya. Lalu, ia menatap Ronald kembali dengan ekspresi wajah datar. "Kalau itu kami pun tahu. Apalagi kami berasal dari keluarga berada dan nomor satu di kota yang dipimpin Ayah," ujar Ratna dengan nada sengau. Kesan angkuh ia tunjukan. Ratna sengaja berkata dan bersikap demikian, sebab ingin membungkam mulut kakaknya Shinta itu. Ia benar-benar tidak suka melihat bagaimana pria itu menghina Seno tadi! Namun, ia berhenti sejenak, seolah memberi kesempatan pada Ronald untuk mencerna kata-katanya. "Jadi, kuminta pada anda untuk tak perlu ikut campur dengan masalah keluarga kami. Kami yang lebih paham dengan apa yang akan kami lakukan terhadap kepala keluarga kami!" Perkataan Ratna yang menohok juga seakan tidak mengindahkan sarannya barusan terang saja membuat Ronald naik pitam. "Anda..., " Ronald menunjuk Ratna dengan jari gemetar dan wajah mengeras. "Kenapa bisa anda sebegitu percayanya dengan penipu ini, hah!?" Tersenyu
Dengan pandangan memicing, Ratna berujar, "Siapa dari anggota keluarga kami yang telah meminjamkan uang kepada Seno, Nona?" Shinta terdiam sejenak sebelum kemudian menjawab, "Soal itu aku tidak tahu, Nona. Seno hanya mengatakan jika dia dapat pinjaman uang dari temannya yang dulu ia tinggal di rumah keluarganya ketika masih bersekolah." Shinta buru-buru menambahkan. "Tapi akan kutanyakan kepada Seno saat dia sudah pulang nanti." Jika Seno mengatakan dari temannya, itu berarti kakaknya! "Baik lah." Ratna akhirnya bicara, "Aku tidak tahu soal hal itu. Makanya, aku kaget dan bingung begitu mendengarnya." Shinta, dengan rahang mengeras berkata, "Kami janji, Nona. Kami akan kembalikan uang itu secepatnya setelah kondisi keuangan perusahaan keluarga kami membaik dan kembali sehat." Dua puluh menit lebih, akhirnya seseorang yang ditunggu-tunggu sampai juga. "Nona Ratna," ucap Seno terkejut begitu melihat wanita itu. "Maaf sudah menunggu lama. Ada acara mendadak di kantor tadi dan baru
Mendengar hal tersebut, kening Seno berkerut. "Seorang wanita? Datang ke rumah hendak bertemu denganku?" ulang Seno hendak memastikan. Dia kemudian menambahkan. "Siapa, Shin?" "Namanya Ratna, Sen dan katanya, dia adalah anaknya walikota bernama Pak Zulfikar," jelas Shinta. "Keluarga yang dulu kamu tinggali ketika kamu bersekolah itu!" Sontak, Seno tertegun. Seketika teringat dengan wanita yang barusan disebut oleh istrinya, jika memang benar adalah anaknya Zulfikar, sang walikota. Lebih tepatnya, anak kedua. Ada perlu apa Nona Ratna tiba-tiba ingin bertemu denganku? Gumam Seno. Pasalnya, Seno sudah tidak pernah berkomunikasi dengannya lagi setelah ia menikah. Pun sudah tidak memiliki nomor ponselnya. Ia hanya memiliki nomor ponsel Marchel saja, kakaknya. Yang ia jadikan seseorang yang meminjamkan uang 10 miliar untuk menyuntikan dana ke perusahaan keluarga sang istri. Seno pun bertanya maksud dan tujuan wanita itu hendak bertemu dengan dirinya dan Shinta menjelaskan kalau Ratna
Di saat ini, mulut Seno ternganga tak percaya setelah membaca selembar kertas di tangannya yang merupakan laporan hasil test DNA. Bagaimana tidak, hasil rapid DNA menyatakan bahwa Aliando Aryaprasaja adalah Ayah biologisnya! Demikian, ia benar-benar anak kandung juga pertama dari pasangan salah satu keluarga terkaya di negara ini, Aliando dan Nadine! Aliando, dengan kedua mata berkaca-kaca menepuk pundak Seno dan berkata, "Sekarang kamu percaya, Liam?" Mendengar hal tersebut, Seno seketika tersadar. Namun, ia tidak langsung menjawab. Lidahnya masih terasa kelu. Alhasil, ia hanya membalas dengan anggukan kepala pelan. Nadine, dengan terisak memeluk Seno. "Terima kasih ya Tuhan. Karena telah mempertemukan kami kembali dengan anak pertama kami yang hilang," "Mama dan papa tidak akan melepaskanmu lagi setelah ini, Liam. Kami tidak akan membiarkanmu berpisah dengan kami lagi. Kami akan terus menjagamu!" Sementara Andin juga buru-buru memeluk Seno dari belakang. "Aku senang
Mendadak, kemarahan dan kekecewaan yang beberapa saat lalu Seno rasakan terhadap keduanya langsung menguap. Seno, dengan pandangan menunduk ke bawah berujar, "M-maafkan saya T-tuan Besar Aliando. Saya tidak tahu kalau ternyata orang berpengaruh di negara ini seperti anda pernah menjalani kehidupan dari kasta, status bawah dan bernasib sama seperti saya–" "Panggil aku dengan sebutan Papa mulai sekarang, Liam! Jangan Tuan Besar Aliando!" pinta Aliando cepat menyela perkataan Seno. "Begitu juga padaku, Liam. Jangan panggil aku dengan sebutan Nyonya Besar lagi. Panggil aku dengan sebutan mama. Aku adalah mamamu!" ucap Nadine menambahi suaminya. Seno baru mendongak menatap kedua orang itu secara bergantian seraya mengangguk pelan dengan senyum kecut di bibirnya. Ia belum bisa memanggil keduanya dengan sebutan demikian sebab mereka belum melakukan test DNA. Di saat ini, Aliando merangkul pundak Seno dan berkata, "Papa paham mengapa kamu sempat marah, kecewa kepada kami tadi, Liam." S
Seno, Andin, Aliando dan Nadine tengah duduk di sofa yang sama di ruang keluarga. Wajah-wajah penuh haru terpancar sangat jelas. Sedangkan Seno justru tampak bingung sekaligus terkejut. Ia masih berusaha mencerna apa yang tengah terjadi pada dirinya saat ini juga perkataan semua anggota keluarga Aliando Aryaprasaja. Sebelumnya, mereka mengobrol panjang lebar. Terlebih, pasangan suami istri itu yang bercerita kepada Seno. Mengungkapkan kebahagiaan yang tengah dirasakan dan kerinduan mendalam terhadap sosok anak mereka berdua yang hilang sejak masih kecil yang tidak lain adalah Seno. Aliando dan Nadine juga menceritakan mengapa Seno bisa hilang. Mereka berdua langsung menceritakan hal itu sebab begitu sedih tatkala mengetahui Seno hilang ingatan dari Andin. Demikian, mereka berdua berharap, dengan Seno mendengar cerita tersebut, dapat dengan cepat membantu memulihkan ingatannya. Namun, tiba-tiba, Seno marah sekaligus kecewa dengan mereka berdua. Mengapa ia baru ditemukan sekaran